Wednesday, June 19, 2019

,

Wujudkan Generasi Emas Indonesia berawal dari Kampus Tanpa Rokok



Mas, maaf, asap rokoknya mengganggu.  Bisa tolong dimatikan?” pinta saya pada seorang pemuda yang berdiri tak jauh dari tempat kami sore itu.  Kami sama-sama sedang di stasiun kereta Universitas Indonesia (UI), menunggu kereta arah Bogor.

Mas-mas yang dari penampilannya saya taksir sebagai mahasiswa itu menoleh.  Ekspresinya langsung tak nyaman.  Dengan jutek di menjawab, “Lha saya merokok di sini kenapa situ yang rempong. Ini khan tempat umum.  Kalau gak mau kena asapnya ya jangan dekat-dekatlah!”

Mas, saya lebih dulu di sini.  Masnya baru datang, anginnya bawa asap ke arah saya.  Kalau masnya bilang situ punya hak karena ini tempat umum, kami yang bukan perokok juga punya hak buat menghirup udara bersih.  Bukan asap rokok yang keluar dari mulut situ!” Nah, emosi khan saya jadinya

Bunda Julie (alm) yang waktu itu jalan bareng langsung menggamit lengan saya, ”sudah mbak.  Kita ngalah aja.  Pindah ke sebelah sana yuk,” ajaknya lembut

Sebenarnya saya masih mau merepet panjang tuh.  Untungnya si mas tadi akhirnya pergi.  Meskipun tetap sambil ngomel-ngomel gak jelas.

Beuh dia yang ngerokok, dia yang galak.  Capeee deeeh #tepokjidat

*****

Itu cerita dulu, sekitar 8 tahun lalu saat saya baru pulang dari menghadiri sebuah kegiatan komunitas, kebetulan lokasinya diadakan di tepi Danau UI.  Jadilah saya menggendong Prema (usia 1 tahun lebih) naik kereta untuk ikutan acara tersebut.

Kala itu, stasiun kereta belum senyaman sekarang.  Masih ada pedagang di peron.  Keretapun belum seperti yang kita rasakan saat ini.  Dan yang pasti stasiun kereta belum ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Saat ini, stasiun kereta terasa jauh lebih nyaman.  Meski pada jam-jam tertentu tetap padat karena jadwal keberangkatan penumpang yang berbarengan, namun dengan adanya peraturan dilarang merokok di area stasiun,  tak ada lagi hembusan asap rokok yang menyesakkan dada di tengah kerumunan penumpang.  Ini melegakan sekali buat saya, emak-emak yang sering sesak nafas gara-gara ‘dipaksa’ menjadi perokok pasif saat berada di ruang publik.


Mendorong Kampus Terlibat dalam mengurangi Prevalansi Rokok

Selasa pagi, 18 Juni 2019 saya mendengarkan siaran langsung “Ruang Publik KBR”.  Siaran ini bisa disimak di 100 radio jaringan KBR dari Aceh sampai Papua. Di Jakarta, simak di Power 89.2 FM. Anda juga bisa meyimak lewat Facebook page Kantor Berita Radio KBR dan KBR.ID. 
Tema yang diangkat pagi itu sangat menarik buat saya yaitu “Mendorong Kampus Terlibat dalam mengurangi Prevalansi Rokok”  dengan dua narasumber yang sangat kompeten dibidangnya yaitu

Dwidjo Susilo
Biro Advokasi dan Hukum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Yuni Kusminanti, SKM.,M.Si
Koordinator Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja UI

Talkshow dipandu oleh host bersuara kece Don Brady

Tema yang menarik menurut saya.  Sejak dulu saya sudah sangat tidak respek pada perokok.  Menurut saya, mereka adalah orang paling egois.  Bagaimana tidak, mereka yang menikati rokoknya lalu mengeluarkan limbahnya dalam bentuk asap untuk orang lain.  Err… dulu bapak saya perokok.  Saya ingat betul bagaimana saya sering meminta bapak untuk mandi dan berganti baju jika ingin menggendong Prema, anak saya, saat masih bayi.  Iya ‘sekejam’ itu saya.  Syukurlah, sekarang bapak sudah berhenti merokok #tariknafaslega


Yang menyedihkan,  berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan jumlah perokok di atas usia 15 tahun sebanyak 33,8 persen. Fakta yang memprihatinkan, apalagi kalau Indonesia masih mau mencapai Generasi Emas pada 2045 nanti.  

Berangkat dari keprihatinan tersebut, Pengurus Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) pertengahan 2018 mendeklarasikan penerapan pola sehat dan kampus tanpa rokok dalam Konferensi Indonesia tentang Tembakau atau Kesehatan (ICTOH) ke-5 di Surabaya.

Yang menarik sebenarnya, jauh sebelum deklarasi ini, Universitas Indonesia sudah menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok sejak keluarnya Keputusan Rektor UI tahun 2011.  Wah ini kereeeen.  Dan rupanya ide ini sudah digagas sejak tahun 2005 sampai kemudian SK Rektor ini ditetapkan.  Saya lalu langsung membayangkan UI menjadi tempat belajar yang nyaman dan sehat untuk semua.

Menurut Ibu Yuni,  KTR di lingkungan kampus bertujuan untuk :
* Meningkatkan produktivitas seluruh civitas akademika
* Menciptakan lingkungan kampus yang sehat
* Menurunkan angka perokok
* Mencegah munculnya perokok pemula
* Menciptakan generasi yang sehat

Sebagai bentuk komitmen atas aturan ini, UI tidak hanya sekedar memasang rambu-rambu anti rokok, tapi juga dengan langkah lainnya antara lain tidak menerima sponsor kegiatan dan tidak menerima beasiswa dari perusahaan rokok dan turunannya.  Selain itu dalam setiap kegiatan harus dilengkapi edukasi tentang bahaya rokok.

Terkait hal ini, UI juga menerapkan aturan untuk mahasiswa berprestasi.  Para penerima beasiswa harus bukan perokok aktif.  Bahkan diharapkan mereka bisa menjadi role model bagi mahasiswa lainnya. 

Lalu bagaimana bentuk pengawasannya?

Jadi, menurut bu Yuni, peraturan ini bersifat mengikat pada semua warga kampus.  Pegawai, dosen, mahasiswa, vendor, kontraktor.  Semua tanpa kecuali.  Pelanggaran terhadap peraturan akan dikenakan teguran secara bertahap mulai dari  lisan, lalu diberikan edukasi,  kemudian sanksi tegas bila pelanggaran dilakukan berulangkali.  Di Fakultas Kesehatan Masyarakat bahkan berlaku denda sebesar Rp.100.000 untuk setiap pelanggaran peraturan ini.  


Bukan hanya itu,  di UI juga menyediakan klinik satelit yaitu klinik konseling bagi mereka yang ingin berhenti merokok.

Wah benar-benar dipersiapkan dengan matang ya
Meski begitu, namanya peraturan pasti ada aja tantangannya.  Pro kontra itu biasa. 

Kami dianggap seperti polisi.  Tapi lama-lama, karena kita terus konsisten melakukannya (pembatasan rokok di lingkungan kampus), berkurang juga penolakan itu,” kata bu Yuni

“Di kantin misalnya.  Di beberapa fakultas, dulu itu asap rokok dimana-mana. Tapi sekarang it’s clean.   Kalaupun ada yang tetap merokok, pastinya jauh.  Di spot kecil,” sambungnya

IAKMI dukung UI untuk Gerakan Kampus Bebas Rokok


Gerakan bebas rokok yang dicanangkan oleh UI mendapat dukungan penuh dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) sebagaimana disampaikan oleh Bapak Dwidjo Susilo dalam talk show kemarin.

“Hebatnya lagi, menurut pandangan kami, SK Rektor ini tidak hanya melarang orang merokok.  Juga melarang penjualan, sponsorship, juga termasuk melarang institusi untuk bekerja sama dengan industri rokok, “ujarnya

Terkait sponsorship kegiatan, tak ada yang perlu ditakutkan.  Masih banyak brand-brand selain rokok yang siap mendukung kegiatan mahasiswa.  Terutama yang mendukung terbentuknya generasi muda yang sehat dan berprestasi tanpa rokok.

Dalam talkshow ini juga disampaikan,  IAKMI masih menunggu tanggapan dari Kementrian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi yang baru-baru ini justru menandatangi kesepakatan kerjasama untuk penelitian, termasuk diantaranya dalam hal pengolahan tembakau.

“Kerjasama ini mencederai visi Presiden untuk menciptakan generasi emas 2024.  Kami sangat berharap Pak Menteri (Ristekdikti) dapat mencabut kerjasama ini,”

Salah satu tantangan berat untuk menciptakan KTR adalah masih adanya iklan-iklan rokok di ruang publik termasuk di media.  Hal ini juga disampaikan oleh beberapa penelpon yang menghubungi Radio KBR selama sesi talkshow. 

Selain itu diharapkan juga pemerintah dapat secara ketat menerapkan KTR.  Termasuk dengan mengeluarkan Perda di masing-masing daerah.  Juga melarang kerjasama dengan indutri rokok atau organisasi yang terkait dengan rokok, meski kadang-kadang mengatasnamakan CSR (Coorporate Social Responsibility)

Terkait hal ini sebuah langkah maju diambil oleh Kemenkes yang menyurati Keminfo untk menurunkan iklan-iklan rokok di internet.  Hal ini mendapat respon positif dari Keminfo sehingga tak ada lagi iklan rokok beredar di internet.   Tentunya ini baik sekali mengingat generasi muda saat ini adalah generasi digital.  Internet menjadi kebutuhan dan gaya hidup.  Selayaknya mereka mendapatkan asupan informasi yang lebih bermanfaat.

Saya menyempatkan mengirim WA saat sesi talk show berlangsung. 
Harapan sederhana dari seorang ibu untuk generasi yang lebih sehat di masa depan

Merokok adalah perilaku.  Tantangan beratnya adalah mengubah perilaku yang sudah terlanjur melekat pada diri seseorang.  Untuk itu dibutuhkan komitmen dan konsistensi dalam penerapan peraturannya.  UI sudah memulai.  Semoga menjadi contoh bagi Perguruan Tinggi lainnya sehingga semakin banyak kampus yang menerapkan KTR lalu tercipta ruang belajar yang sehat dan nyaman untuk semua.  Pun dapat menjadi pertimbangan bagi para orang tua dalam memilih Universitas ketika anak-anaknya lulus SMA.

Lebih jauh, saya berharap kesadaran akan bahaya rokok semakin meluas di masyarakat.  Gerakan Kawasan Tanpa Rokok yang di Perguruan Tinggi  mengkerucut lebih spesifik menjasi Kampus Tanpa Rokok menjadikan para mahasiswa dan segenap civitas akademika sebagai orang terdidik dapat menjadi role model di masyarakat.  Dan tak ada lagi  galak-galakan di ruang publik sebagaimana cerita pembuka saya di atas.

Semangat untuk Indonesia sehat menuju generasi emas 2024

Salam
Arni

16 comments:

  1. Semoga makin banyak ya universitas lain yang memberlakukan KTR ini, aamiin . Semoga lancar Indonesia sehat menuju generasi emas 2024

    ReplyDelete
  2. Iya kadang mau negor juga mlah kita yg disalahin hehe. Untuk perokok aktif, kudu banyak yg sadar segera nih biar tercipta Indonesia yg keren tanpa rokok. Thanks for sharring nya yah mba :)

    ReplyDelete
  3. Kayaknya perlu ada aturan ya, Mbak kalau siswa dan mahasiswa dilarang membeli rokok. Apalagi yang belum bekerja hehehe.

    Tapi begitulah, Mbak. Merokok masih dianggap sebagai hak penuh seseorang. Tapi harusnya, tetap menghormati orang yang tidak merokok.

    ReplyDelete
  4. Harus punya keyakinan Indonesia pasti bisa. Iya nih, di jalan banyak banget yang merokok sembarangan, mana gitu masih anak sekolah pula. Ayo, hidup sehat!

    ReplyDelete
  5. Ini tantanganku, Mbak, suami masih merokok dan malah semakin berat ngerokoknya. Kami sudha berusaha mengingatkan dengan berbagai cara ya sik tetep aja. Ini memang masalah kebiasaan sih, bukan kenikmatan. KArena wis biasa jadi susah mau berhenti. HIks, sedih aku tuh.

    ReplyDelete
  6. Sebagai calon pemimpin masa depan, mahasiswa seharusnya sudah memiliki lifestyle yang positif dengan tidak merokok.. Setuju dengan aturan denda dari kampus UI

    ReplyDelete
  7. Bagi kalangan cowok rokok adalah sebuah bukti kejantanan loh bagi yang perokok, tapi itu sebuah pembenaran mereka aja sich..

    ReplyDelete
  8. Keren ya UI. Semoga banyak kampus yang memiliki gerakan seperti ini. Demi kesehatan masayarakat Indonesia

    ReplyDelete
  9. Ahh betul banget mba. Kampus juga KUDU jauh dari yg namanya asap rokok, lah wong tempat akademis kok. Aku pibadip tipe yg sukasnyindir hslushtp kalo udh ilang kesbaran bisa juga lgsg ngegeretak haha

    ReplyDelete
  10. Sedikit cerita dari saya yang lulusan fakultas kedokteran..

    Dosen saya merokok ketika sedang mengajar. Kalau dia sedang membawakan kuliah, saya tidak bisa mendengarkan dengan jelas, karena beliau itu giginya sudah ompong. Saya ingin mendekat supaya saya bisa menyimak jelas, tapi beliau merokok, jadi kalau saya mendekat, saya malah jadi batuk-batuk. Saya gagal di mata kuliah itu.

    Dosen saya satunya juga merokok sambil mengajar. Beliau mengajar tentang kanker. Ironisnya, waktu beliau memberi kuliah pada angkatan saya, topiknya adalah bagaimana perjalanan rokok dalam mengembangbiakkan sel-sel kanker. Dan beliau memberikan kuliah itu sambil merokok.

    Dosen saya itu, dua-duanya, adalah dokter. Saya kuliah sekitar 15-20 tahun lalu.

    Sekian dan terima kasih.

    ReplyDelete
  11. Akutu sama sekali gak pernah bs toleran sama perokok yg suka merokok di dpn umum..huhu maunya marahin aja. Seenaknya aja ngerusak paru paru orang lain ..padahal kadang negur aja ga berani hahaha..jdnya paling ngejauhin aja..kadang negur baik2 ..gmn sikon aja..

    ReplyDelete
  12. Saya juga punya beberapa pengalaman ga menyenangkan dari org2 yg merokok ditempat umum. Pas di angkot malah sempet berantem adu mulut. Suka sebel sama org yang dikasih tau ga ngerti
    Dan saya berharap banget lingkungan tanpa asap rokok benar2 tercipta

    ReplyDelete
  13. Demi menciptakan kampus yang sehat. Dan demi generasi yang sehat. Saya mendukungnya juga

    ReplyDelete
  14. Saya seorang bapak dan sy ga merokok

    ReplyDelete
  15. Wah iyaa yaa kak kadang suka gitu emang. Saya juga bukan perokok kak, kadang suka terganggu juga kalo ada yang ngerokok. Hmm ... semoga makin banyak univ yang punya program tersebut yaa kak

    ReplyDelete
  16. Keren ya program nya, harus selalu ada yang memulai sih agar nantinya bisa jadi acuan perubahan untuk tempat lain.
    UI salah satu kampus paling brpengaruh di indonesia semoga kampus lain dan instansi lain bisa mengikuti langkah yang dtempuh UI. Aku suka banget nih ada Klinik konseling gini, jadinya yang ingin berhenti merokok bisa dibimbing ya.

    ReplyDelete