Tuesday, December 3, 2019

Anger Management, Sebuah Seni Berhenti Menjadi Pemarah Negatif



“Selalu datang perubahan rasa, suka duka, sedih, gembira.  Berkembang luas sepanjang masa, itulah cuaca hidup manusia.  Rasa menyerap di panca indera, emosi dan hati mengolahnya. Perilaku wujud getaran jiwa.  Perubahan masa : Goresan luka, berbuah 1001 makna”

Kutipan di atas adalah kalimat pembuka dalam buku Anger Management yang seminggu ini menemani hari-hari saya.  Baru baca kutipan itu saja saya sudah tertegun.  Betapa hati kita, manusia, sangat berwarna.  Setiap saat mengalami perubahan rasa, naik turun bak roaller coaster.  Dari cerah mendadak mendung, kadang gerimis bahkan tak jarang menderas turun air dari pelupuk mata.  Manusiawi sekali.  Karena kita manusia, wajar bila tak sempurna.  Yang menjadikan istimewa adalah bagaimana mengelola setiap rasa menjadi energi positif.

Ahh… agak berat bahasan ini.  Terutama buat saya yang super moody, meledak-ledak dan kadang terlalu ekspresif #tariknafaspanjang.

Membuka lembar demi lembar halaman buku ini seolah mengantarkan saya membaca diri sendiri.  Banyak sekali bagian yang bikin saya terdiam, merenung bahkan merasa, “ih ini mah aku banget,” atau “iya ya, aku sering banget merasa begini” dan segala derivasinya.  Saya curiga, jangan-jangan Mas Dandi dan mbak Diah, pasangan hebat penulis buku ini adalah cenayang yang bisa mengintip kondisi kejiwaan saya. Hahahaha

Anger management mengajak kita mengupas tuntas rasa dalam diri.  Mulai dari mapping sumber masalahnya hingga bagaimana mengendalikannya dalam seni yang indah.  Bahwa seringkali kita terjebak dalam sudut pandang yang kita buat sendiri dan merasa itu benar.  Sebut saja tentang 7 kekeliruan paradigma emosi yang dituliskan dalam buku ini, yaitu :


Di antara 7 paradigma yang salah ini, paradigma ketiga sungguh mengejutkan buat saya. Jujur saja, selama ini saya benar-benar berpikir bahwa “waktu akan menyembuhkan luka”.  Lupakan, abaikan, maka dia akan sembuh dengan sendirinya.  Ternyata tidak begitu, kawan.  Mendiamkan masalah dan bersikap seolah tak ada apa-apa, seolah semua baik-baik saja ternyata bukanlah langkah yang tepat.  Jadinya semacam pura-pura bahagia.  Halu dan malah menjadi beban berat  karena energi masalah itu akan mengendap dan tetap ada di ruang bawah sadar.  Lebih jauh berpotensi merusak tubuh dan jiwa jika sama sekali tak ada proses pemulihan.

Ibarat luka fisik yang tak diobati, jika lukanya ringan mungkin akan sembuh seiiring waktu.  Jika lukanya berat, tentunya harus mendapat penanganan yang tepat.  Luka ringan tadi, walaupun memang benar sembuh seiring waktu, tetap akan meninggalkan jejak dan tentunya akan terus mengingatkan pada akar masalahnya.  Ini sama dengan menyimpan bom waktu.  Maka sebaiknya, tuntaskan setiap masalah sampai ke akarnya, lalu berdamailah dengan hati. 


Halaman-halaman berikutnya membawa saya ke pemaparan yang lebih dalam tentang berbagai akar masalah yang umum kita temui dalam kehidupan sehari-hari.  Sudah lama saya mendengar bahwa innerchild, luka batin masa kecil, akan terbawa hingga dewasa dan membentuk kita menjadi pribadi yang seperti sekarang.  Tapi saya juga sadar sepenuhnya bahwa hati saya tak benar-benar siap membuka luka-luka batin itu.  Hati dan pikiran, saya penuhi dengan kisah-kisah indah dalam cinta dan kehangatan keluarga.  Berharap dapat menutup goresan-goresan yang juga turut hadir di masa kecil.  Saya pikir ini yang terbaik.  Rupanya, tanpa sadar innerchild itu justru menjadikan saya sebagai ibu yang kadang menjadi terlalu keras pada Prema, putra semata wayang kami, yang kehadirannya dulu kami nantikan selama 4 tahun, melewati berbagai perjuangan yang tak mudah.

Ahhh… saya justru meneruskan pola asuh yang keras itu.  Di satu titik kadang saya sadar bahwa ini salah.  Di titik lain, terasa ada sesuatu dalam diri yang tak bisa saya kendalikan sehingga kemarahan meledak-ledak.  Saya memang tak main fisik, tapi saya tahu kemarahan yang keluar menorehkan luka batin di hatinya.  Saat sadar saya memeluknya, minta maaf.  Tapi saat marah, entahlah…

Dalam sudut pandang psikologi, dampak fatal kemarahan antara lain sabotase diri, sumbu pendek, mental blocking melemahkan kemampuan kognisi, pupus motivasi, adiksi dan mempengaruhi kesehatan fisik  (Anger Management halaman 74).  Duh… lagi-lagi saya menghela nafas panjang.

Saya mau ini berhenti.  Cukup sampai di saya saja.  Jangan sampai saya mewariskannya.



Self Healing Therapy ala Anger Management

Menurut saya, bagian paling menarik dalam buku ini ada di Bab. 5 yaitu Intensif lakukan “SEHAT” (Self healing therapy).  Setelah belajar mengenali dan mengurai akar masalah dalam diri, belajar membuka diri untuk mengakui kelemahan diri, buku ini juga dilengkapi dengan metode penyembuhannya.  Ijinkan saya menyebut ini penyembuhan, karena memang menyimpan amarah itu menyakitkan.  Dan karena itu butuh untuk sembuh.

Saya mencoba mempraktekkan metode pengosongan ransel emosi sebagaimana yang diajarkan dalam buku ini.  Melakukan tapping di beberapa titik penting yang masing-masing memiliki makna tersendiri.  Titik mana saja itu, gak bisa saya uraikan di sini.  Terlalu panjang.  Saya sih merekomendasikan teman-teman untuk membaca bukunya secara langsung.

Selain tapping, saya juga mencoba metode butterfly hug.  Bukan hanya pada diri sendiri, tapi juga pada Prema, putra saya.  Hati terasa hangat dan melembut saat melakukan metode ini.  Ah, saya mendadak teringat lirik lagu yang sedang hits, milik seniman favorit saya Fiersa Besari : Pelukku Untuk Pelikmu “saat kau merasa gundah, lihat hatimu percayalah, segala sesuatu yang pelik bisa diringankan dengan peluk



Apakah menuntaskan amarah adalah jaminan kebahagiaan?

Tidak ada jaminan untuk itu.  Tapi percayalah menuntaskan amarah membuat hati kita lega.  Err.. sebenarnya saya malu menuliskan ini.  Karena jujur saja, sayapun masih tertatih-tatih menata hati, menata diri agar lebih sabar dan lebih baik.  Memantaskan diri menjadi sosok yang dipanggil “Ibu” oleh anak saya dan istri untuk suami.  Memantaskan diri untuk berada di lingkungan positif bersama teman-teman yang baik.

Tak lupa dalam buku ini juga kita diingatkan akan kekuatan doa.  Dalam kondisi apapun, Tuhan adalah tempat terbaik untuk mengadu.  Menyampaikan keluh kesah sekaligus mengajukan permohonan.  Tuhan yang selalu ada untuk kita.  Pilihannya kita mendekat atau menjauh dari-Nya. 

Bukan hanya doa untuk diri sendiri, tapi juga doa tulus untuk kebaikan orang lain.  Melepaskan sesuatu yang positif, maka kita juga akan memperoleh yang positif.  Mari bersama melangkah dari kebaikan yang satu menuju kebaikan yang lain.  Kebahagiaan akan hadir dengan sendirinya.  Mari bersama-sama berhenti mempertahankan amarah negatif.  Amarah itu manusiawi, tapi bisa kita kendalikan dengan seni dan damai. 


Last but not least, saya sangat merekomendasikan buku ini untuk kita semua.  Mungkin di beberapa halaman kita merasa tertampar dan ditelanjangi, tapi percayalah itu adalah proses menuju pribadi yang lebih baik.  Memang pembahasannya agak berat,  ada bagian yang saya baca berulang-ulang untuk memahami maksudnya.  

Oh ya, mengingat isinya, buku ini kurang cocok untuk anak/remaja.  Kalaupun mereka membacanya, sebaiknya ada pendampingan.  Tapi metode tapping dan butterfly hug bisa kita terapkan untuk mereka.

Salam damai
Arni

33 comments:

  1. aha, self healing therapy. Menyembuhkan diri sendiri dengan mendeteksi emosi yang hadir ya mba. Btw deteksi emosi ternyata diperlukan ya. Aku harus banyak belajar nih.

    ReplyDelete
  2. Buku yang menarik karena membahas soal manajemen marah dimana semua orang tampaknya punya sisi itu. Saya pun termasuk yang pernah percaya soal waktu yang akan menyembuhkan luka, dan hasilnya saya malah menderita karena menahan masalah tadi. namun setelah bertindak, barulah semua bisa dilepaskan dengan lega... buku ini kayaknya banyak related sama saya juga nih

    ReplyDelete
  3. Buku "Anger Management" ini sepertinya pas untuk saya sekitar 5-6 tahun yang lalu. Saat itu, aku emang lagi senggol bacok sih Mbak..

    tetapi berjalannya waktu, bisa dengan lebih mudah mengendalikan emosi. Bahkan, saat ini, ketika bener2 marah atau emosi, saya memilih untuk "menggambar mati" alias tidak menganggap yang bikin emosi itu ada dan layak kita emosiin.

    cuek adalah kunci.

    ReplyDelete
  4. Ringankan pelik dengan peluk...love this one. 😊

    ReplyDelete
  5. Wah penasaran dengan bukunya. Sepertinya setelah baca buku ini, kita jadi lebih pintar mengontrol emosi

    ReplyDelete
  6. Wah, oke banget nih bukunya. Kadang suka kesulut emosi, apalagi sama anak. Terus end up nyesel and mellow pas anakku udah bobo.

    ReplyDelete
  7. Hiks, kayaknya aku butuh baca Ini mba..
    Meskipun tidak selalu marah-marah, kadang masih juga kelepasan kalo nyiapin 3 anak kecil di pagi hari mau berangkat sekolah..

    ReplyDelete
  8. Di usia sekarang saya Masih saja merasa emosi yang tak terkendalikan, saya pun tertarik untuk membaca buku ini

    ReplyDelete
  9. Saya pribadi juga tidak setuju dengan istilah "waktu akan menyembuhkan luka", namun keterbukaanlah yang bisa menyembuhkan waktu. Jika kita memiliki masalah, tapi justru dipendam sendiri yang ada bikin pikiran stress dan mudah marah.

    ReplyDelete
  10. Anger Management, saya tuh..saya lagi mengontrol emosi dan kemarahan. Terkadang sering marah dan emosi pdhl hal-hal yang simple. Boleh juga nih buku....keren Kak

    ReplyDelete
  11. Perubahan cuaca emosi yg hrs ada ya dlm diri setiap manusia. Krn tanpa perubahan itu, seseorang sudah bukan manusia lg ttpi malaikat, yg tidak punya naik-turun emosi. Nice book review nya mbak
    Tfs

    ReplyDelete
  12. Entah dimana saya pernah baca bahwa marah kadang adalah emosi yang tersalurkan secara tak sengaja karena kita tak yakin bagaimana menyalurkan emosi yang sesungguhnya.

    Buku ini menyadarkan kita untuk terus belajar dalam memahami diri sendiri. Keren banget

    ReplyDelete
  13. Wah kita samasama ngereview buku anger management ini ya teh. Bagus bukunya
    Mampir dong ke reviewku

    ReplyDelete
  14. Dukkha atau nyeri jiwani diri itu pada hakikatnya tak mudah disembuhkan, apalagi jika telah tertanam dari sejak kecil. Saya merasakannya. Sampai sekarang masih memendam luka dan kecewa bahkan kebencian pada ibu kandung sendiri karena seumur hidupnya hanya terus-menerus melakukan pemubaziran dan selalu menyakiti perasaan orang di sekitarnya.
    Ridak mudah menyembuhkan dukkha, apalagi jika ada yang sudah mencapai taraf mega dukkha.
    Sepertinya buku itu wajib dibaca oleh mereka yang alami dukka dalam beverapa tingkatan agar bisa mengenali diri dan berdamai dengan kenyataan hidup.
    Tak selalu waktu bisa menyembuhkan.

    ReplyDelete
  15. Kadang kita bisa super sabar menghadapi anak di hadapan orang lain, tapi mendadak menjadi sumbu pendek ketika tidak ada orang. Marah, lalu minta maaf, kemudian mengulang lagi hal sama. Memang benar, mempunyai anak harus memiliki stok sabar seluas samudera.

    ReplyDelete
  16. Anger management, bukunya bagus..nanti coba mau cari di pasar buku kenari... sepertinya buku yang bukan sekedar membahasa teori saja tapi aplikatif..menarik untuk dikoleksi

    ReplyDelete
  17. Wah aku jadi pengen baca ini

    Aku termasuk org yang mudah emosii loh dibalik sikapkunyanh keliatannya selow ini. Iya sih aku agak cukup bisa menahan amarah ini.

    Tapi aku jadi mendemmmm emosiii. Dan aku ngrasa capek sometimes kayak begitu terus..

    ReplyDelete
  18. Buku yang mencerahkan..mengingat sy tipe susah melupakan kesalahan orang lain...sepertinya saya bisa belajar dari buku ini supaya mental saya jauh lebih sehat..terima kasih mba ..

    ReplyDelete
  19. Wah sangat menginspirasi buku ini,aku orangnya cepet sekali emosi tapi tidak dikeluarkan alias disimpan sendiri saya sering istigfar kadang kalau udah keterlaluan aku luapkan juga sie biar plong tapi ada baik dan ga nya kalau kita begitu

    ReplyDelete
  20. sangat menarik bukunya, kalo di islam dijelaskan misal lagi marah saat posisi berdiri maka duduklah, kalo lagi duduk coba rebahan, kalo masih tetep emosi ambil air wudhu.

    ReplyDelete
  21. apakah dengan membaca buku ini efeknya bisa mengendalikan emosi yang ada pada diri. jika ia aku boleh dong bisikin dapetin bukunya dimana, karena aku masih belum bisa mengendalikan diri ketika emosi tiba menghampiri.

    ReplyDelete
  22. Wah, sepertinya saya perlu membaca buku ini. Terutama untuk membantu saya mengatasi manajemen pengaturan amarah

    ReplyDelete
  23. buku yang sangat bagus, mungkin buat sobat sobat sekalian yang kurang dalam pengendalian emosinya, wajib untuk baca buku ini

    ReplyDelete
  24. Bener nih... segala yang pelik bisa lebih baik setelah ada peluk. Maknanya dalam ya mbak. Memeluk ini kadang terlewat oleh saya kalau emosi lagi tinggi. Hiks yang ada saya malah melukai batin anak saya. Thanks sudah diingatkan lewat tulisan ini

    ReplyDelete
  25. Tadinya aku juga berpikir bahwa waktu akan menyembuhkan luka. So, let it be. Dont think it over. Ternyata tidak menurut buku ini. Sepertinya saya harus punya dan baca buku anger management ini. Thanks ulasannya mba.

    ReplyDelete
  26. Hal-hal yang ngga kepikiran sebelumnya akhirnya kepikiran juga dari artikel ini, terimakasih ya kak sudah berbagi :)

    ReplyDelete
  27. Saya butuh nih buku begini, lagi suka baca-baca buku motivasi diri :)

    Btw, saya setuju, marah itu tidak boleh hanya dengan diam, abaikan lupakan, itu mah menumbun, ibarat gunung berapi, tiba-tiba saja meletus dan malah bahaya :)

    ReplyDelete
  28. Aku langsung mbrebes pas masuk ke bagian paragraf berisi liriknya fiersa. Langsung paham ternyata selama ini masih lalai sama diri sendiri :(

    ReplyDelete
  29. saya suka membaca buku seperti ini, penuh motivasi dan inspirasi

    ReplyDelete
  30. marah sembuh marah...
    ada yg pernah marah dipicu pengkhianatan?
    pernah merasakan sensasinya?

    ReplyDelete
  31. Sangat sulit untuk kontrol emosi...apalagi kalo sedang lapar, gak punya uang, atau punya urang seabreg...semua masalah kayaknya kelihatan runyam semuanya...

    ReplyDelete
  32. Perlu latihan yang rutin Dan konsisten untuk mengendalikan emosi....

    ReplyDelete