Holaaaaaaaa….
Pertama-tama saya mau nyapa pembaca dulu deh. Semoga saja masih pada ingat sama saya dan bersedia mampir di rumah maya ini. Err… sebentar, harap pakai masker karena rumahnya berdebu. Ini saya lagi megang kemoceng buat bersih-bersih, lalu nanti lanjut nyapu ngepel. Kalau bosan menunggu, silakan berkeliling dulu dan nikmati suguhan yang ada.
Sejujurnya saya bingung mau nulis apa. Tapi khan saya lagi pengen update blog. Jadi ya tetap harus nulia. Meskipun jadinya semacam mencari-cari alasan untuk pembenaran atas kelakuan saya mengabaikan rumah maya yang satu ini. Eittts… saya gak sepenuhnya malas kok. Rumah maya saya di komplek sebelah sesekali masih disambangi, itu lho yang ngiringmelali.com. Di sana saya menulis catatan perjalanan, meski gak rajin-rajin amat, minimal sebulan sekali masih ada kok isinya. Gak percaya? Klik aja linknya hehe
Tak terasa, hampir setahun tak ada perabotan baru di rumah ini. Terakhir itu Desember 2022. Astaga! Ngapain aja dirikuuu. Sejujurnya, banyak yang ingin ditulis, banyak yang ingin diceritakan, banyak yang ingin dibagi. Tapi ya gitu, selalu ada alasan untuk tak sempat. Selalu ada pembenaran untuk (sok) sibuk. Eh, sama lelah juga sih. Kok bisa? Ya bisa dong. Agenda di dunia nyata saya padat merayap. Pulang-pulang badannya udah meretek, gak kuat lagi duduk berlama-lama di depan laptop, apalagi sampai begadang buat nulis.
Emang ngapain aja? Sini-sini saya ceritain. Silakan lho, sambil dicicip hidangannya. Saya mau ngedongeng agak panjang ini.
Ngebolang Bareng Grup
Kesayangan
Sudah hampir setahun saya dan teman-teman gabung dalam grup happy-happy yang agendanya itu ngebolang, dengan jadwal rutin seminggu sekali, di hari kerja. Membernya semua emak-emak. Jadi saat suami ngantor, anak sekolah, emaknya juga gak mau kalah, ikutan jalan.
Awalnya grup ini tujuannya ya olahraga bareng, jogging dan sesekali trekking. Awalnya sih yang deket-deket aja, taman di seputaran kota Bogor. Taman Heulang, Malabar, Kencana, Sempur, Alun-alun , Kebun Raya dll. Lama-lama bosan dalam kota melulu, lantas mulai deh trekking agak jauhan dikit. Main ke Bukit Wangun, jelajah Sentul dan sekitarnya, nyemplung ke Curug-curug yang memang banyak di Bogor, ngibarin bendera merah putih di Kawah Ratu saat 17 Agustus, sampai uji lutut dengan mendaki ke Papandayan. Ke depannya, kami bahkan udah punya banyak rencana jalan menjelajah alam.
Agendanya padat merayap, pulang-pulang capek tapi bahagia. Ceritanya banyakan dibagi lewat IG, FB dan sesekali di blog sebelah. Yang ini, tetap dianggurin. Hiks, maafkan daku rumah maya kedua.
Menari Tradisional
Bali
Ini sih memang rutinitas sejak lama ya. Tapi memang sedikit lebih rutin dan intensif beberapa bulan belakangan. Selain bertujuan buat melestarikan budaya, saya juga memang hobi menari sejak dulu. Udah kenal tari Bali sejak masih TK. Meskipun sekarang karena udah emak-emak, narinya bukan lagi buat pementasan manggung gitu. Narinya sekarang lebih pada rangkaian kegiatan/upacara keagamaan. Tari Sakral yang biasanya dibawakan secara missal.
Menari itu bikin hati bahagia. Saat tubuh bergerak mengikuti musik, lalu memasrahkan diri dan meniatkan diri bahwa ini adalah bagian dari rasa syukur, persembahan bhakti pada Yang Maha Kuasa, ada rasa yang tak terungkapkan di sana. Haru. Hangat. Penuh dan cukup. Err.. tapi ada yang bikin agak sedih, udah rajin trekking, udah rajin nari, body kok yo tetep ginuk-ginuk. Haduuuuh. Ini gimana caranya mau langsing kaya dulu? Pliis, help me!
Bermain Angklung
Rutinitas yang satu ini juga cukup menyita waktu. Latihan seminggu sekali dan butuh konsentrasi penuh di setiap latihannya. Menyenangkan. Sebenarnya kegiatan ini sudah jalan sejak lama, tapi sempat terhenti karena pandemi. Lalu mulai awal tahun ini kembali dirutinkan. Kami bahkan sudah sempat pentas beberapa kali.
Latihan lagu-lagu baru, menghayati lagu-lagunya, meresapi maknanya, itu semua bikin pikiran jadi tenang dan nyaman. Buat saya, bermain musik adalah salah satu cara healing terbaik, apalagi ini adalah musik tradisional.
Menabuh Gamelan
Selain bermain angklung, masih seputar musik tradisional, saya juga bergabung dengan grup penabuh gamelan Bali. Anggotanya lagi-lagi para ibu. Emang nih ya, emak-emak ada aja maunya. Udahlah rempong sana sini, masih juga mau nambah kerempongan dengan belajar menabuh gamelan.
Meski sama-sama musik tradisional, memainkan gamelan jauh berbeda dengan angklung. Kalau di angklung setiap pemain hanya memegang satu nada/not, di gamelan kami memegang banyak nada sekaligus yang harus dimainkan selaras dengan nada-nada lainnya dari pemain berbeda. Gamelan juga terdiri dari beberapa alat musik. Ada ugal, jublag, kanthil, reong, kenong, kimpul, gong, ceng ceng, gangsa, suling, kendang, gender dll. Masing-masing mempunyai jenis pukulan berbeda tapi tetap harus bisa selaras dengan yang lain ketika dimainkan agar menghasilkan rangkaian nada yang indah.
Bagian saya memainkan reong. Berbaris panjang dan dimainkan oleh 4 orang. Butuh banyak latihan, fokus dan rasa dalam memainkannya. Tak mudah, tapi bukan berarti tak mungkin. Pokoknya harus rajin latihan kalau mau bisa dan pintar.
Bersama tim gamelan ini, kami juga sudah sempat pentas beberapa kali.
*****
Well, itu baru 4 alasan (yang dicari-cari) sebagai pembenaran untuk jarangnya blog ini nambah artikel. Di luar yang 4 itu masih ada mengajar, menjadi MC di acara-acara tertentu, mengampu kegiatan ngobrol santai secara rutin tiap dua minggu sekali sebagai moderator via zoom, menjadi pemateri di beberapa kegiatan, kewajiban di lingkungan sosial dan tentunya menjadi istri dan ibu di rumah.
Kelihatannya sibuk sekali ya? Padahal saya yakin banyak yang lain yang jauh lebih sibuk dari saya. Ini mah gak ada apa-apanya. Makanya saya selalu terkagum-kagum melihat orang lain yang jadwalnya luar biasa padat, yang terus mengukir prestasi, yang terus menunjukkan eksistensi, dan bisa membagi waktu dengan baik sehingga semua berjalan optimal dan sukses. Saya salut pada energinya yang terlihat tak pernah habis, pada lelahnya yang tak kunjung tampak, pada kemampuannya mengatur jadwal sedemikian rupa. Daebaaaak! Saya perlu berguru.
Dari keseluruhan alasan yang saya tulis di atas, sebenarnya saya sadar kok kalau itu hanya alasan yang dicari-cari. Buat pembenaran. Aslinya sih memang MALAS. Karena nyatanya hari ini, gara-gara jengah diledekin melulu sama teman-teman saking blognya berdebu, seolah mengikuti musim kemarau yang panjang ini, ternyata saya bisa nulis panjang sekalian curhat. Ini beneran nulis dadakan, kalah deh dadakannya tahu bulat. Sampai di kalimat ini, yang ada di pikiran saya, “bisa ternyata saya nulis 1000 kata dalam waktu 30 menit saja,”
Jadi ternyata, semua tergantung niat. Kalau ada kemauan pasti ada jalan. Bisa jadi, karena ini nulisnya 100% curhat, jadi semacam tak ada beban. Ngedabrus bebas lah pokoknya. Dan ternyata saya malah jadi lega. Uneg-unegnya keluar. Dan debu-debu di rumah maya ini pun perlahan menghilang. Kemarau panjang sepertinya akan segera berakhir. Berganti rintik hujan nan syahdu agar kembali on track. Malu atuh ngaku blogger, kalau blognya terbengkalai.
Apakah ini pertanda bahwa besok-besok saya harus lanjut nulis curhat lagi?
Salam
Arni
Uhuuyy mantul yang kegiatannya banyaakk.
ReplyDeleteJadi perlu diledekin melulu yak supaya blognya diisi wkwkwk.
Cuma aku masih bertanya2 bisa2nya intel selalu kontak you duluan, kan aku mengiriiiiii wkwkwk, nunggu ditawarin job intel =))