“Mas, maaf, asap
rokoknya mengganggu. Bisa tolong
dimatikan?” pinta saya pada seorang pemuda yang berdiri tak jauh dari
tempat kami sore itu. Kami sama-sama
sedang di stasiun kereta Universitas Indonesia (UI), menunggu kereta arah
Bogor.
Mas-mas yang dari penampilannya saya taksir sebagai
mahasiswa itu menoleh. Ekspresinya
langsung tak nyaman. Dengan jutek di
menjawab, “Lha saya merokok di sini
kenapa situ yang rempong. Ini khan tempat umum. Kalau gak mau kena asapnya ya jangan
dekat-dekatlah!”
“Mas, saya lebih dulu
di sini. Masnya baru datang, anginnya
bawa asap ke arah saya. Kalau masnya
bilang situ punya hak karena ini tempat umum, kami yang bukan perokok juga
punya hak buat menghirup udara bersih.
Bukan asap rokok yang keluar dari mulut situ!” Nah, emosi khan saya
jadinya
Bunda Julie (alm) yang waktu itu jalan bareng langsung
menggamit lengan saya, ”sudah mbak. Kita ngalah aja. Pindah ke sebelah sana yuk,” ajaknya
lembut
Sebenarnya saya masih mau merepet panjang tuh. Untungnya si mas tadi akhirnya pergi. Meskipun tetap sambil ngomel-ngomel gak
jelas.
Beuh dia yang ngerokok, dia yang galak. Capeee deeeh #tepokjidat
*****
Itu cerita dulu, sekitar 8 tahun lalu saat saya baru pulang
dari menghadiri sebuah kegiatan komunitas, kebetulan lokasinya diadakan di tepi
Danau UI. Jadilah saya menggendong Prema
(usia 1 tahun lebih) naik kereta untuk ikutan acara tersebut.
Kala itu, stasiun kereta belum senyaman sekarang. Masih ada pedagang di peron. Keretapun belum seperti yang kita rasakan
saat ini. Dan yang pasti stasiun kereta
belum ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Saat ini, stasiun kereta terasa jauh lebih nyaman. Meski pada jam-jam tertentu tetap padat
karena jadwal keberangkatan penumpang yang berbarengan, namun dengan adanya
peraturan dilarang merokok di area stasiun, tak ada lagi hembusan asap rokok yang
menyesakkan dada di tengah kerumunan penumpang.
Ini melegakan sekali buat saya, emak-emak yang sering sesak nafas
gara-gara ‘dipaksa’ menjadi perokok pasif saat berada di ruang publik.
Mendorong Kampus
Terlibat dalam mengurangi Prevalansi Rokok
Selasa pagi, 18 Juni 2019 saya mendengarkan siaran langsung “Ruang
Publik KBR”. Siaran ini bisa disimak di
100 radio jaringan KBR dari Aceh sampai Papua. Di Jakarta, simak di Power 89.2
FM. Anda juga bisa meyimak lewat Facebook page Kantor Berita Radio KBR dan
KBR.ID.
Tema yang diangkat pagi itu sangat menarik buat saya yaitu “Mendorong Kampus Terlibat dalam mengurangi
Prevalansi Rokok” dengan dua
narasumber yang sangat kompeten dibidangnya yaitu
Dwidjo Susilo
Biro Advokasi dan Hukum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI)
Yuni Kusminanti, SKM.,M.Si
Koordinator Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja UI
Talkshow dipandu oleh host bersuara kece Don Brady
Tema yang menarik menurut saya.
Sejak dulu saya sudah sangat tidak respek pada perokok. Menurut saya, mereka adalah orang paling
egois. Bagaimana tidak, mereka yang
menikati rokoknya lalu mengeluarkan limbahnya dalam bentuk asap untuk orang
lain. Err… dulu bapak saya perokok. Saya ingat betul bagaimana saya sering
meminta bapak untuk mandi dan berganti baju jika ingin menggendong Prema, anak
saya, saat masih bayi. Iya ‘sekejam’ itu
saya. Syukurlah, sekarang bapak sudah
berhenti merokok #tariknafaslega
Yang menyedihkan, berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan jumlah perokok di atas usia
15 tahun sebanyak 33,8 persen. Fakta yang memprihatinkan, apalagi kalau
Indonesia masih mau mencapai Generasi Emas pada 2045 nanti.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, Pengurus Asosiasi
Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) pertengahan
2018 mendeklarasikan penerapan pola sehat dan kampus tanpa rokok dalam
Konferensi Indonesia tentang Tembakau atau Kesehatan (ICTOH) ke-5 di Surabaya.
Yang menarik sebenarnya, jauh sebelum deklarasi ini,
Universitas Indonesia sudah menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok sejak
keluarnya Keputusan Rektor UI tahun 2011.
Wah ini kereeeen. Dan rupanya ide
ini sudah digagas sejak tahun 2005 sampai kemudian SK Rektor ini
ditetapkan. Saya lalu langsung
membayangkan UI menjadi tempat belajar yang nyaman dan sehat untuk semua.
Menurut Ibu Yuni, KTR
di lingkungan kampus bertujuan untuk :
* Meningkatkan produktivitas seluruh civitas
akademika
* Menciptakan lingkungan kampus yang sehat
* Menurunkan angka perokok
* Mencegah munculnya perokok pemula
* Menciptakan generasi yang sehat
Sebagai bentuk komitmen atas aturan ini, UI tidak hanya
sekedar memasang rambu-rambu anti rokok, tapi juga dengan langkah lainnya
antara lain tidak menerima sponsor kegiatan dan tidak menerima beasiswa dari
perusahaan rokok dan turunannya. Selain
itu dalam setiap kegiatan harus dilengkapi edukasi tentang bahaya rokok.
Terkait hal ini, UI juga menerapkan aturan untuk mahasiswa
berprestasi. Para penerima beasiswa
harus bukan perokok aktif. Bahkan
diharapkan mereka bisa menjadi role model bagi mahasiswa lainnya.
Lalu bagaimana bentuk pengawasannya?
Jadi, menurut bu Yuni, peraturan ini bersifat mengikat pada semua warga kampus. Pegawai, dosen, mahasiswa, vendor,
kontraktor. Semua tanpa kecuali. Pelanggaran terhadap peraturan akan dikenakan
teguran secara bertahap mulai dari lisan, lalu diberikan edukasi, kemudian sanksi tegas bila pelanggaran
dilakukan berulangkali. Di Fakultas
Kesehatan Masyarakat bahkan berlaku denda sebesar Rp.100.000 untuk setiap
pelanggaran peraturan ini.
Bukan hanya itu, di UI juga menyediakan klinik satelit yaitu
klinik konseling bagi mereka yang ingin berhenti merokok.
Wah benar-benar dipersiapkan dengan matang ya
Meski begitu, namanya peraturan pasti ada aja
tantangannya. Pro kontra itu biasa.
“Kami dianggap seperti
polisi. Tapi lama-lama, karena kita
terus konsisten melakukannya (pembatasan rokok di lingkungan kampus), berkurang
juga penolakan itu,” kata bu Yuni
“Di kantin
misalnya. Di beberapa fakultas, dulu itu
asap rokok dimana-mana. Tapi sekarang it’s clean. Kalaupun
ada yang tetap merokok, pastinya jauh. Di
spot kecil,” sambungnya
IAKMI dukung UI untuk Gerakan Kampus Bebas Rokok
Gerakan bebas rokok yang dicanangkan oleh UI mendapat
dukungan penuh dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)
sebagaimana disampaikan oleh Bapak Dwidjo Susilo dalam talk show kemarin.
“Hebatnya lagi, menurut pandangan kami, SK Rektor ini tidak
hanya melarang orang merokok. Juga
melarang penjualan, sponsorship, juga termasuk melarang institusi untuk bekerja
sama dengan industri rokok, “ujarnya
Terkait sponsorship kegiatan, tak ada yang perlu
ditakutkan. Masih banyak brand-brand
selain rokok yang siap mendukung kegiatan mahasiswa. Terutama yang mendukung terbentuknya generasi
muda yang sehat dan berprestasi tanpa rokok.
Dalam talkshow ini juga disampaikan, IAKMI masih menunggu tanggapan dari Kementrian
Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi yang baru-baru ini justru menandatangi kesepakatan
kerjasama untuk penelitian, termasuk diantaranya dalam hal pengolahan tembakau.
“Kerjasama ini
mencederai visi Presiden untuk menciptakan generasi emas 2024. Kami sangat berharap Pak Menteri
(Ristekdikti) dapat mencabut kerjasama ini,”
Salah satu tantangan berat untuk menciptakan KTR adalah
masih adanya iklan-iklan rokok di ruang publik termasuk di media. Hal ini juga disampaikan oleh beberapa
penelpon yang menghubungi Radio KBR selama sesi talkshow.
Selain itu diharapkan juga pemerintah dapat secara ketat
menerapkan KTR. Termasuk dengan
mengeluarkan Perda di masing-masing daerah.
Juga melarang kerjasama dengan indutri rokok atau organisasi yang
terkait dengan rokok, meski kadang-kadang mengatasnamakan CSR (Coorporate Social Responsibility)
Terkait hal ini sebuah langkah maju diambil oleh Kemenkes
yang menyurati Keminfo untk menurunkan iklan-iklan rokok di internet. Hal ini mendapat respon positif dari Keminfo
sehingga tak ada lagi iklan rokok beredar di internet. Tentunya ini baik sekali mengingat generasi
muda saat ini adalah generasi digital.
Internet menjadi kebutuhan dan gaya hidup. Selayaknya mereka mendapatkan asupan
informasi yang lebih bermanfaat.
Saya menyempatkan mengirim WA saat sesi talk show berlangsung. Harapan sederhana dari seorang ibu untuk generasi yang lebih sehat di masa depan |
Merokok adalah perilaku.
Tantangan beratnya adalah mengubah perilaku yang sudah terlanjur melekat
pada diri seseorang. Untuk itu
dibutuhkan komitmen dan konsistensi dalam penerapan peraturannya. UI sudah memulai. Semoga menjadi contoh bagi Perguruan Tinggi
lainnya sehingga semakin banyak kampus yang menerapkan KTR lalu tercipta ruang
belajar yang sehat dan nyaman untuk semua.
Pun dapat menjadi pertimbangan bagi para orang tua dalam memilih
Universitas ketika anak-anaknya lulus SMA.
Lebih jauh, saya berharap kesadaran akan bahaya rokok
semakin meluas di masyarakat. Gerakan
Kawasan Tanpa Rokok yang di Perguruan Tinggi
mengkerucut lebih spesifik menjasi Kampus Tanpa Rokok menjadikan para
mahasiswa dan segenap civitas akademika sebagai orang terdidik dapat menjadi
role model di masyarakat. Dan tak ada
lagi galak-galakan di ruang publik sebagaimana
cerita pembuka saya di atas.
Semangat untuk Indonesia sehat menuju generasi emas 2024
Salam
Arni
Semoga makin banyak ya universitas lain yang memberlakukan KTR ini, aamiin . Semoga lancar Indonesia sehat menuju generasi emas 2024
ReplyDeleteIya kadang mau negor juga mlah kita yg disalahin hehe. Untuk perokok aktif, kudu banyak yg sadar segera nih biar tercipta Indonesia yg keren tanpa rokok. Thanks for sharring nya yah mba :)
ReplyDeleteKayaknya perlu ada aturan ya, Mbak kalau siswa dan mahasiswa dilarang membeli rokok. Apalagi yang belum bekerja hehehe.
ReplyDeleteTapi begitulah, Mbak. Merokok masih dianggap sebagai hak penuh seseorang. Tapi harusnya, tetap menghormati orang yang tidak merokok.
Harus punya keyakinan Indonesia pasti bisa. Iya nih, di jalan banyak banget yang merokok sembarangan, mana gitu masih anak sekolah pula. Ayo, hidup sehat!
ReplyDeleteIni tantanganku, Mbak, suami masih merokok dan malah semakin berat ngerokoknya. Kami sudha berusaha mengingatkan dengan berbagai cara ya sik tetep aja. Ini memang masalah kebiasaan sih, bukan kenikmatan. KArena wis biasa jadi susah mau berhenti. HIks, sedih aku tuh.
ReplyDeleteSebagai calon pemimpin masa depan, mahasiswa seharusnya sudah memiliki lifestyle yang positif dengan tidak merokok.. Setuju dengan aturan denda dari kampus UI
ReplyDeleteBagi kalangan cowok rokok adalah sebuah bukti kejantanan loh bagi yang perokok, tapi itu sebuah pembenaran mereka aja sich..
ReplyDeleteKeren ya UI. Semoga banyak kampus yang memiliki gerakan seperti ini. Demi kesehatan masayarakat Indonesia
ReplyDeleteAhh betul banget mba. Kampus juga KUDU jauh dari yg namanya asap rokok, lah wong tempat akademis kok. Aku pibadip tipe yg sukasnyindir hslushtp kalo udh ilang kesbaran bisa juga lgsg ngegeretak haha
ReplyDeleteSedikit cerita dari saya yang lulusan fakultas kedokteran..
ReplyDeleteDosen saya merokok ketika sedang mengajar. Kalau dia sedang membawakan kuliah, saya tidak bisa mendengarkan dengan jelas, karena beliau itu giginya sudah ompong. Saya ingin mendekat supaya saya bisa menyimak jelas, tapi beliau merokok, jadi kalau saya mendekat, saya malah jadi batuk-batuk. Saya gagal di mata kuliah itu.
Dosen saya satunya juga merokok sambil mengajar. Beliau mengajar tentang kanker. Ironisnya, waktu beliau memberi kuliah pada angkatan saya, topiknya adalah bagaimana perjalanan rokok dalam mengembangbiakkan sel-sel kanker. Dan beliau memberikan kuliah itu sambil merokok.
Dosen saya itu, dua-duanya, adalah dokter. Saya kuliah sekitar 15-20 tahun lalu.
Sekian dan terima kasih.
Akutu sama sekali gak pernah bs toleran sama perokok yg suka merokok di dpn umum..huhu maunya marahin aja. Seenaknya aja ngerusak paru paru orang lain ..padahal kadang negur aja ga berani hahaha..jdnya paling ngejauhin aja..kadang negur baik2 ..gmn sikon aja..
ReplyDeleteSaya juga punya beberapa pengalaman ga menyenangkan dari org2 yg merokok ditempat umum. Pas di angkot malah sempet berantem adu mulut. Suka sebel sama org yang dikasih tau ga ngerti
ReplyDeleteDan saya berharap banget lingkungan tanpa asap rokok benar2 tercipta
Demi menciptakan kampus yang sehat. Dan demi generasi yang sehat. Saya mendukungnya juga
ReplyDeleteSaya seorang bapak dan sy ga merokok
ReplyDeleteWah iyaa yaa kak kadang suka gitu emang. Saya juga bukan perokok kak, kadang suka terganggu juga kalo ada yang ngerokok. Hmm ... semoga makin banyak univ yang punya program tersebut yaa kak
ReplyDeleteKeren ya program nya, harus selalu ada yang memulai sih agar nantinya bisa jadi acuan perubahan untuk tempat lain.
ReplyDeleteUI salah satu kampus paling brpengaruh di indonesia semoga kampus lain dan instansi lain bisa mengikuti langkah yang dtempuh UI. Aku suka banget nih ada Klinik konseling gini, jadinya yang ingin berhenti merokok bisa dibimbing ya.