Tahun berganti. Waktu berlalu. Namun kenangan selalu terpatri indah dalam
ruang ingatan. Mengisi benak dengan rasa
rindu. Menabuh cerita suka dan
duka. Sebuah fase pembelajaran telah
berlalu, menjadikan pelakonnya pribadi yang lebih matang dan siap menyambut
masa depan cemerlang
Setiap kita pasti mengalami berbagai fase kehidupan. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja kemudian dewasa. Dalam setiap fase banyak hal yang kita lalui, sebagian terukir indah menjadi kenangan masing, sebagian lagi mungkin saja menghadirkan luka yang membekas. Tapi yang pasti, entah dia manis, pahit, asam, asin, semua memberi pelajaran dan membentuk pribadi kita sekarang.
Ada yang bilang masa remaja adalah masa yang paling indah. Masa pencarian jati diri, saling mengagumi, memberi semangat, bersahabat, bersaing dan menjalani suka duka bersama. Kisah-kisah inilah yang tertuang dengan indah dalam buku bersampul biru dengan judul “Dua Dua Genap ; When Love & Friendship Go To School”
Ditulis dengan apik oleh Ramaditya Adikara dan Wide Oktarina, berisi kisah seru mereka selama bersekolah di SMPN 226 Jakarta. Mulai dari perkenalannya yang unik sampai hubungan persahabatan yang naik turun, kocak, jatuh cinta, patah hati dan lain sebagainya.
Kissah-kisah dalam novel disajikan dengan gaya bahasa ringan dan berhasil membawa kenangan saya serasa memasuki lorong waktu. Saya ikut senyum-senyum, ikut sedih, ikut kecewa di beberapa bagian. Saya juga menikmati setiap bagiannya dan serasa bisa melihat adegan demi adegan yang digambarkan dalam novel.
Menjadi Tunanetra, Rejeki atau Musibah?
Mohon maaf sebelumnya, tak ada maksud mengecilkan kawan-kawan tunanetra. Tapi jujur, saat membaca novel ini saya salut dan kagum karena salah satu penulisnya, Ramaditya Adikara, adalah seorang tunanetra.
Saya mengenal Rama sejak belasan tahun lalu. Sejak awal mengenal dan sekian kali berinteraksi langsung dengannya, rasa takjub saya gak pernah berkurang. Semangat survivalnya luar biasa. Dan selalu positif thinking. Saya yakin, masa remaja yang dilalui Rama tak mudah, tapi dia mampu bertahan dan berhasil menjadi sukses. Kemampuannya mengoperasikan gadget (HP, laptop dll) dan berbahasa Inggris yang baik menjadi modal besar kesuksesannya.
Kembali membahas novel, karena Rama tunanetra dan bersekolah di sekolah umum pastinya banyak sekali kisah-kisah tak terduga yang terjadi di masa SMP ini. Beruntung, Rama dikelilingi sahabat-sahabat yang luar biasa dalam memberikan dukungan agar dia bisa mengikuti pelajaran dan tetap bisa beraktivitas dengan baik. Maka kisah persahabatan mengalir dengan indah dalam cerita di buku ini. Dan karena ini adalah kisah nyata, rasanya sangat layak untuk dikenang dan menjadi pelajaran.
Dari buku ini saya belajar bahwa apa yang mungkin terlihat sebagai kekurangan bisa jadi adalah potensi tak terduga yang akan mengantarkan kita pada hal-hal baik dan kesuksean. Bahwa Tuhan tak akan memberi cobaan yang terlalu berat hingga kita tak sanggup menanggungnya. Segala masalah pasti ada jalan keluarnya. Dan jangan mudah putus asa.
“Kamu punya Allah, Wide. Mungkin Allah sedang rindu kamu”
(Wide’s Diary - halaman 40)
Apakah manjadi tunanetra adalah musibah buat Rama? Temukan jawabannya dengan membaca langsung bukunya ya.
Banyak part seru dan lucu dalam buku ini. Salah satunya di bagian “Love Opera Part 2”. Ini asli kocak deh. Saat Rama dan teman-teman melakukan improvisasi di tengah pementasan yang tiba-tiba kacau karena ulah sekelompok anak yang ingin mengacaukan acara tersebut.
“Muahahaha! Akulah raja kegelapan!” teriak Rama dengan lantang
“Haaah?!?!” Suara kaget penonton yang terlanjur terbawa suasana nyaris terdengar bersamaan. Mana ada Raja kegelapan pakai baju seragam SMP.
Asli! Saya ngakak banget baca bagian ini. Lanjutannya juga lebih seru lagi. Mulai dari MC sampai teman-teman lainnya ikut melakukan improvisasi menambah keseruan cerita. Haha kreatif deh. Kalau saya ada di posisi mereka kayaknya gak bakalan punya ide begitu deh. Yang ada malah panik dan bingung harus bagaimana.
Romansa Masa Remaja. Kenanglah Yang Manis. Ambil hikmah Dari Yang Pahit
Siapa yang saat SMP udah mulai suka-sukaan sama lawan jenis? Hayooo yang baca sambil senyum-senyum ingat gebetan pasti ngalamin deh. Dari sering main bareng, ngerjain tugas kelompok, kirim-kiriman surat, lagu, makan bareng di kantin sambil lirik-lirikan. Seru ya. Eh, saya sih gak ngalamin. Saya masih lugu waktu SMP. Belum naksir-naksiran #pencitraan hahahaha
Nah, kisah cinta masa remaja juga ada lho di buku ini. Gak yang menye-menye ala sinetron kok. Khas anak sekolah pada masa itu lah. Medio 90-an. Yes, setting waktu di buku ini tahun 1994 – 1996. Yang ngalamin masa remaja di sekitar tahun itu pasti bakalan related banget rasanya saat membaca. Beneran mengulik rindu dan kenangan. Saya sampai bahas buku ini di WAG alumni SMP lho. Ada beberapa kisah yang mirip soalnya hehe. Lucu aja sih kisah-kisah cinta monyet gitu lah. Meski akhirnya pad sadar kok kalau usia masih terlalu muda buat dipake cinta-cintaan.
“Bener kata Mama. Hati kita itu masih terlalu muda untuk diisi dengan cinta dan sayang-sayangan. Salah paham dikit aja jadi gini, kan, efeknya?”
(Part My Heart Will Go On – halaman 210)
“Tugas seorang pelajar ya belajar. Urusan persahabatan dan cinta monyet memang tak terhindarkan, tapi itu hanya sekedar bumbu pelengkap saja. Penyedap kehidupan lain adalah kegagalan dan kepahitan. Dua-duanya itu biasa, apapun itu bentuknya. Cinta, pendidikan, persahabatan. Kenapa begitu bodoh dengan kabur meninggalkan gelanggang?”
(Part My Heart Will Go On – halaman 211)
Begitulah. Buku ini cocok dibaca untuk menemani saat bersantai. Buat refreshing. Kisahnya ringan dan terasa dekat dengan keseharian kita. Terutama angkatan 90-an. Masa belum terserang negara api kayak sekarang yang semua orang pegang gadget. Apalagi masa pandemi kayak gini, yang segala aktivitas offline serba terbatas. Ah… asli saya kangen ngumpul bareng sahabat jadinya.
So, saya udah baca buku ini. Kalian berminat? Langsung contact Rama aja ya. Cari FB nya deh : Ramaditya Adikara
Salam
Arni
Baca ini jadi seperti bernostalgia zaman SMP ya mbak. Romansa masa remaja banget. Tetapi bedanya aku SMPnya udah awal 2000an.
ReplyDeleteWalau punya kekurangan namun seseorang bisa melengkapi kekurangannya dengan karya salah satunya teman mbak ini ya. Salut saya dan juga malu pada diri sendiri yang suka mengeluh
ReplyDeleteMaasyaallah keren semangatnya kak Rama. Walaupun memiliki keterbatasan tapi tetap aktif berkarya. Jadi inget sosok penulis Pramoedya yang juga tetap berkarya ketika dibatasi ruang geraknya. Semoga kak Rama bisa jadi penulis hebat. -Bacaanipeh
ReplyDeleteSaya jadi pengen nostalgia dengan baca buku ini. Memang masa remaja jaman kita dulu serasa lebih banyak kenangan karena interaksi lebih kuat satu dengan yang lain sebab belum ada gadget
ReplyDeleteMasa SMP 94 -96, wah sejaman dengan saya dong. Duh jadi pengen baca buku ini, bisa jadi bakal mengingatkan jaman masih SMP dulu.
ReplyDeleteSepertinya ceritanya mengaduk-aduk emosi pembaca dengan alur yang mengesankan ya kak. Penasaran pengen baca juga.
ReplyDeleteNostalgia banget nih... kalau saya sih tahun 94 masih TK. Tapi masih era 90an pasti bisa merasakan latar cerita. Jadi pengen baca bukunya. Keren bgt dan menghibur.
ReplyDeleteWah, jadi inget zaman SMA nih mbak. Jadi pengen muda lagi. Keren nih review mbak arni. Aku jadi terhanyut dalam lautan diksi.
ReplyDeleteKebanyang masa sekolah pastinya seruuu, saya aja kl denger kisah sekolah saat reuni sering ngakak...
ReplyDeleteJd penasaran ma buku ini... Hehe
Unik bukunya, berdasarkan kisah nyata ya Mbak, ditulis dengan cara menarik, berlatar belakang survival penulisnya pun.
ReplyDeleteAku dah lama banget pengin nulis kek gini, sekalian nostalgia. Kalah cepat ya, hihi. Salut deh buat penulisnya yg kemungkinan lebih senior dariku. Sbb 96 ke belakang aku masih SD
ReplyDeleteWah, orang2 tahun 90-an bakaln senyam-senyum nih hahaha :) Dulu terasa indah ya segala ertemanan, persahabatan riil karena kita saling merangkul, ga sendiri2 kayak zaman nnow serba gadget-an digital2 gini. Semua ada plus minusnya. Tapi ingat era doeloe eeaa...suka2an masa SMP mah ada lah wkwkwkwk :D
ReplyDeleteKalo Mba Arni udah bikin review buku yg membius kayak gini... dijamin dah, BUKUNYA PASTI KECE BEUDS!
ReplyDeleteMupeng buat baca aahh
makasii mba
aku juga auto bayangin masa2 remaja wkwkwkwk
Buku yang menarik, ya bagi yg nostalgia 90an krn settingnya tahun2 tersebut. Ga hanya Dilan aja yg kita tau ya.
ReplyDeleteNostalgia ... emang benar banget kalau dibilang masa2 sekolah itu masa2 paling indah.. apalagi kisah kasihnya... ah mantab..
ReplyDeleteJadi berminat. Kebetulan ya lagi cari novel yang beginian biar nggak jenuh sama bacaan yang itu itu aja
ReplyDeleteSalut banget sama Mas Rama, kekurangannya menjadi kelebihannya. Aku pernah baca novelnya yang dulu duet dengan mbak Achi TM. Nangis bombay bacanya, ya Allah. Ini karya mas Rama lagi ya, jadi penasaran. pasti menyentuh dna kocak banget.
ReplyDeleteWah, belum pernah baca novelnya aku.. setelah baca sedikit ulasannya aku jadi tertarik buat baca...
ReplyDeleteSekitar 10 tahun lalu aku pernah ngedit salah satu naskah novel Rama. Mahakuasa Allah ya. Ketidaksempurnaan fisiknya nggak menghalanginya melahirkan karya luar biasa.
ReplyDeletetahun 94-96 itu saya masih SD Kak, jauuuh dari kenal cinta-cinta monyet, wkwkwk
ReplyDeletetapi kalau bahas kisah SMP itu antara kisah anak-anak SD dan sok menuju remaja yang mulai ada rasa sukanya, eciiee, hihih
Waduh jadi nostalgia yaa aku waktu masa remaja SMP - SMA wkwk kocak banget serasa cinta monyet doang
ReplyDelete