Minggu kemarin media sosial diramaikan dengan video seorang
bapak yang bunuh diri secara live. Jujur
saja saya tidak berani menonton siaran live itu. Cukup membaca dari media massa dan cerita teman-teman. Meski tak menonton videonya, tapi tetap saja
saya susah menghindar ketika beberapa kontak ternyata justru membagikannya di
medsos lantas melintas di timeline saya, sehingga saya sempat menyimak sekilas
beberapa komen (dan foto) saat kejadian itu.
Kenapa saya kemudian tergelitik menulis ini, jujur saja saya
sedih melihat bagaimana cara (kita) menanggapi kejadian ini. Saya sedih mengetahui bahwa saat sedang live
bunuh diri, ternyata banyak yang nyinyir, mengata-ngatai, menyalahkan bahkan mentertawakan bapak itu. Pun tak sedikit yang ternyata (seperti)
menikmati tontonan itu layaknya film. Ya
ampuuun ada apa dengan kita? Kemana nurani kita?
“baru juga ditinggal
istri udah mau bunuh diri aja!’
“Halagh ini mah nyari
sensasi aja!’
“Lemah amat sih jadi
laki!”
Dan segala derivasi komennya. Bahkan ada lho (katanya) yang nyuruh segera
ambil tali. Entah apa maksudnya. Kok yo malah mendukung si bapak untuk
melanjutkan niatnya.
Padahal, (katanya) sebelum bapak itu memutuskan mengakhiri
hidupnya, dia juga sempat live untuk curhat
bahkan secara gamblang mneyampaikan rencana bunuh diri dan latar belakangnya. Artinya, sebagian
dari lingkaran pertemanannya di facebook menyadari bahwa ada yang salah dengan
mentalnya. Sampai disini, saya kira
seharusnya tindakan bunuh diri itu bisa dicegah. Minimal oleh kawan terdekat, baik dekat
hubungan maupun lokasi. Terlepas dari
soal bahwa kematian adalah takdir ya. Mungkin bapak itu butuh curhat, butuh masukan,
rangkulan dan dukungan. Pun perlu
diingatkan bahwa ada 5 anak yang begitu mencintai dia dan menjadi tanggung
jawabnya. Ah seandainya saja…..
Beberapa dari kita pernah merasa berada di titik terendah
dalam hidup. Depresi, merasa tak
berguna, putus asa dan seterusnya menjadi makanan sehari-hari yang bisa saja
membuat kehilangan akal sehat dan berpikir pendek untuk mengakhiri hidup. Pada
titik ini, yang dibutuhkan adalah dukungan bukan tudingan. Yang dibutuhkan adalah bahu yang lapang untuk
sandaran, bukan pukulan menyalahkan.
Setidaknya, alih-alih (sok) menasehati apalagi sampai bawa-bawa Tuhan
dan agama, mari belajar untuk menjadi pendengar yang baik, karena itulah yang
dibutuhkan. Mengeluarkan uneg-uneg,
membuka lapisan luka untuk kemudian mengobatinya perlahan. Jadi mari menahan
diri untuk tak berkomentar yang menyakiti atau malah membuat situasi makin
ruwet.
Tumbuhkan Cinta Mari Asah Peduli
Oke. Udah kepanjangan bahas kasusnya. Bukan mau mengeksploitasi tapi jujur saya
sedih dengan fenomena ini. Bukankah jauh
lebih baik jika kita menuliskan kalimat positif, dukungan dan memberi semangat
jika bertemu dengan hal-hal seperti ini.
Bukan tak mungkin kasus ini akan berulang atau malah menginspirasi orang
lain. Duh semoga saja tidak. Jujur, saya berharap ini adalah yang pertama dan
terakhir. Ke depannya mari kita bergandeng tangan, mengasah kepekaan terhadap
hal-hal disekitar. Gangguan mental dapat
terjadi kapan saja, dimana saja dan pada siapa saja. Beri dukungan positif.
Well, saya memang bukan psikolog. Bukan pula ahli kejiwaan. Tapi inilah harapan saya :
1.
Depresi bukanlah sesuatu yang layak
ditertawakan, apalagi ketika sudah begitu berat hingga berhubungan dengan
kehilangan nyawa. Selayaknya kita
prihatin dan malu, apabila hal ini sampai terjadi (lagi).
2. Depresi tak hanya pada orang dewasa. Ingat kasus beberapa waktu lalu dimana
seorang anak juga ditemukan bunuh diri? Meski tak tahu apa alasannya, tapi
pasti ada pemicu dalam jiwanya yang membuat dia mengambil keputusan itu. Yuk, ayah ibu, bangun kedekatan dengan
anak-anak kita. Perhatikan
kebiasaan-kebiasaan mereka. Ajak bicara
dari hati ke hati jika terlihat ada yang berubah. Mari bersama ciptakan rumah
dan keluarga adalah tempat ternyaman untuk pulang dan bahagia.
3. Yuk,
lebih peka terhadap sekitar. Saat ini dunia maya begitu riuh, hingga kadang
kita lupa bahwa kehidupan sesungguhnya adalah di dunia nyata. Kita semua punya
tanggung jawab atas apa yang terjadi di sekitar. Jangan menutup mata dan hati dengan ketidakpedulian.
4. Menahan diri untuk tak memposting, membagikan
ataupun berkomentar hal-hal yang mengandung konten negatif, termasuk nyinyir
dan sejenisnya. Percayalah, seperti hukum
energi yang menarik benda-benda dengan muatan yang sama, begitupun diri
kita. Apa kita lemparkan maka itu juga
yang akan kembali pada kita.
5. Tulisan, gaya bahasa, cara menanggapi sesuatu
adalah cerminan pribadi kita. Ingin
dikenal sebagai pribadi seperti apa, kitalah yang menentukan. Saya yakin tak ada orang yang ingin hidup
dalam kepalsuan. Karenanya mari bersama
menjaga setiap pikir, kata dan laku kita.
Menulis adalah salah satu cara saya untuk mengingatkan diri
sendiri. Semoga kita semua bisa menjadi
pribadi yang naik kelas dan lebih peka.
Menumbuhkan cinta agar saling peduli.
Untuk kemanusiaan. Untuk Indonesia yang lebih baik.
Salam
Saking g ada teman bicara ya mbak si bapak ini kasian.
ReplyDeleteAq jg prihatin sama respon2 yg muncul dan keingintahuan besar netizen menyaksikan sakaratul mautnya si bapak.
Sebaliknya aq sama sekali ga penasaran karena sering lihat hal2 tersebut dan itu menyakitkan ya mbak....
Walau ga kenal sama sekali siapa yang sedang dicabut nyawanya...
Sejujurnya aku gak tau pasti seperti apa gejolak jiwa si bapak hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Tapi aku prihatin banget sama cara netizen merespon kejadian ini, entah bagaiman menurutku itu (agak) keterlaluan dan kurang berempati
ReplyDeleteYang aku takitkan berikutnya adalah kejadian ini malah jadi contoh dan menginspirasi orang lain untuk melaukan hal yang sama, semoga saja gak sampai begitu
sedih ya mbak, smg bisa diampuni dosa2nya aamiin
ReplyDeleteIya. Sedih banget
DeleteEntah apa yang membuat bapak itu menjadi begitu nekad,tapi yg paling sedih itu ya dia ninggalin 5 anak, kasian anak2nya gimana kedepan huhuhu
Waduh mba, aku kok ga tau ya soal bunuh diri live ini. Kyknya g ada msk ke timeline ku.. Tp ga pgn liat juga sih :(. Kok kasian bener kayaknya.. Apa g ada lg keluarga ato anak yg bisa dijadiin tempat dia curhat yaa.. Gmn itu kluarganya saat melihat video si bapak :(
ReplyDeleteBersyukurlah mbak, aman dari video ini timelinenya
DeleteAku sampe skip berkali2 karena beberapa kontakku ngeshare, sebelum akhirnya (kayaknya) diblok sama FB, tapi ya gitu udah kadung beredar
Anaknya 5, udah gede2, kasian anak-anak ini hiks
Setuju Ar. Kalau menurutku, meski pastinya gak semudah itu, begitu tahu ada temannya mau bunuh diri, coba segera hubungi org yg lokasinya terdekat untuk mencegah agar teman tersebut gak jadi bundir. Atau minimal telepon org itu, ajak ngobrol sampai lupa niat awalnya. Hal kedua, di sana ada hotline utk org mau bunuh diri gak? Kalau di sini ada, tujuannya utk penderita depresi yg berniat bundir tapi gak ada orang yg bisa diajak bicara. Mungkin aja kan, apalagi di sini sangat individualistis. Mungkin di Indonesia pun sudah mengarah ke situ, semakin individualistis. Poin yag tentang anak bundir, nah itu juga, ortu jangan pernah kelewat sibuk sampai gak sempat ngobrol dengan anak. Tanyakan juga perasaan anak tentang apa yang mereka alami sehari-hari. Terutama untuk anak cowok, jangan bebani mereka dengan didikan untuk "tough", atau "gak boleh nangis!", karena anak laki-laki juga punya perasaan. Justru malah harus sering dipancing agar mereka mau curhat ke ortu, supaya gak memendam perasaannya seorang diri, atau curhat ke orang yang salah.
ReplyDeleteIya mbak
DeletePelajaran banget ini untuk kita jadi orang tua bagaimana membangun kedekatan dengan anak supaya mereka mau terbuka ketika ada masalah. Bagaimana mereka bisa jujur pada orang tua alih-alih mencari penyelesaian diluar
Pun memang kita semua harus lebih saling peduli pada sekitar. Yang sayangnya makin kesini sifat ini makin menipis hiks
Saya gak tertarik melihat videonya. Selain sadar diri kalau saya memang penakut, juga memang dirasa gak perlu nonton. Tapi saya juga sempat membaca komen-komen beberapa orang. Saya suka sedih kalau baca komen yang asal jeplak kayak gitu. Harusnya sebelum komen biasakan untuk berpikir ada di posisi pihak lain.
ReplyDeleteIya mbak. Saya jujur sempat liat tapi baru awalnya aja udah langsung skip. Gak berani. Takut kebayang-bayang
DeleteTapi memang komen2nya duh bikin ngelus dada banget. Bingung saya kemana empati kita sesama manusia hiks
Sempet liat juga komen-komen kaya gitu di IG. Kaget sih. Kok bisa aja kepikiran ngenyek/ngetawain/etc di kejadian kaya gini. Perlu revolusi mental dan empati nih pada.
ReplyDeleteNah itulah, aku juga gak ngerti kenapa orang bisa ngebully orang lain yang jelas2 sedang mengalami gangguan mental. Yang sedang gak bisa berpikir jernih dan berada diujung maut. Hiks
Deleteprihatin Mbak,
ReplyDeletekadang yah, aku kalau down banget juga butuh buat di dengar saja, enggak pakai dinasehati
yang anehnya, nonton live bunuh diri kok cuma ditonton, kenapa enggak berusaha menyelamatkan atau lapor polisi, sich
Itulah maksudku. Kok bisa ya orang nonton doang. Padahal bosa telp polisi atau apalah buat menyelamatkan nyawa si bapak
DeleteBener banget. Gak semua orang curhat itu butuh nasehat panjang lebar, kadang memang hanya ingin ngeluarin uneg2 aja, butuh didengar butuh bersandar
"Tulisan, gaya bahasa, cara menanggapi sesuatu adalah cerminan pribadi kita. Ingin dikenal sebagai pribadi seperti apa, kitalah yang menentukan. Saya yakin tak ada orang yang ingin hidup dalam kepalsuan. Karenanya mari bersama menjaga setiap pikir, kata dan laku kita."
ReplyDeleteSetuju dengan poin yang kelima ini. BE YOURSELF. :)
Aku juga ga berani liat videonya mba... Emang empati orang orang jaman sekarang udah berkurang jauh, banyak yg mikir asal ga ganggu hidupku, ga peduli orang lain mau ngapain...
ReplyDeleteHai mb, aku juga termasuk orang yg nggak berani lihat itu video, karena ya ampun nggak tega.
ReplyDeleteAku sedih sekaligus prihatin jg sih sama yg komen2 dan ngatain sih lelaki yg bunuh diri. Harusnya seperti yg mbak bilang, tahan diri, kalaupun berkomentar harus pakai gaya bahasa yg santun
Akupun gak berani lihat video-nya mbak.
ReplyDeleteSoal depresi, saat bujang aku pernah mengalami dn nyaris mau motong urat nadi. Bener, saat deprsi ada tekanan mental yg dasyat dan bikin jiwa limbung huhuhu. Kalai inget, ngapain juga ngelakuin hal bodoh itu. Tapi emang gak ada yg bisa diajak curhat sih.
Tak ada beban tanpa pundak. Semoga kita bisa menjadi pundak buat saudara sahabat2..
ReplyDeleteBaru tau beliau sempat curhat, tapi malah dinyinyirin. Mungkin memang sedang nggak ada tempat curhat yang nyata jadi via medsos. Huhu.
ReplyDeleteLagian, ketahanan orang terhadap depresi beda-beda. Jangan sampai deh khilaf ngatai orang lain cemen.
Saya pun ga berani melihat videonya mba,
ReplyDeleteSaya juga ga tega untuk tahu bagaimana keadaan istri dan anak-anaknya. Moga mereka diberi kesabaran dan kekuatan menghadapi ini semua.
Sampai sekarang pun ga habis pikir dengan para netizen yang mudahnya berkomentar tanpa menimbang perasaab orang lain..
Aku juga ga berani Mba liat videonya, ga tega jugaa melihat orang sakaratul maut karena depresi.
ReplyDeleteIya prihatin juga sama netizen yang komentar negatif, kita kan ga tau seberapa berat beban si bapak :-(
iya mbak, aku juga sedih banget ndenger info tersebut
ReplyDeletemalah dimaki-maki
entah tak berharga lagi hati manusia mbak
rasa peka nggak lagi ada mbak
aku belum lihat sih yang ini, tapi emang banyak bersliweran kabarnya distatus temen2 fb.
ReplyDeleteduh medsos sekarang tambah ngeri aja ya :(
emak cihuy tulisannya beneran cihuy euyy....
ReplyDelete