“Sejatinya perjalanan adalah ketabahan menunggu ; menunggu untuk cinta bertemu”
Quote cakep itu saya baca pagi ini saat blogwalking diblog
mbak Windi Saras. Dia menulis review
sebuah Novel berjudul “Cinta Daur Ulang”.
Kenapa saya tertarik untuk ikut mengutipnya, karena memang menarik dan
(sepertinya) benar. Setidaknya dari
sudut pandang saya ^^
Dalam setiap hubungan, saya yakin semua pasti berharap happy ending. Semua pasangan pasti punya mimpi hubungan
yang terjalin akan sampai di ujung yang bahagia. Pernikahan adalah ujung perjalanan dari
pacaran, perjodohan atau apapun namanya.
Tapi pernikahan itu sendiri justru adalah awal untuk perjalanan yang
baru, melangkah bersama membangun
bahagia.
Di sisi lain, kalau ini soal ketabahan menunggu, saya pernah
berada dalam sebuah hubungan panjang tanpa kepastian ujungnya seperti apa #uhuk
#curcol. Sampai akhirnya saya bertemu
dia yang memberi kepastian dan membuat saya mengambil keputusan besar untuk
berganti haluan. Ya, perempuan butuh
kepastian. Dan hari ini, 1 April 2017, 11
tahun sudah perjalanan kami dalam ikatan suci bernama pernikahan.
Masih ingat kisah #HaqySelmaJourney?
Oh yes, so yesterday ya.
Gak apa-apa, saya bukan mau bahas mereka kok, karena saya juga
sebenarnya #teamSena walaupun saya pernah berada di posisi Selma #ehgimana
Iya. Saya pernah“terjebak”
pada kisah yang-jujur saja- berat untuk dijalani. Perbedaan keyakinan adalah dua kutub yang
sangat jauh dan rasanya tak bisa bertemu.
Err… iya sih, banyak jalan menuju Roma, tapi ya banyak hati dan rasa
yang juga harus dipertimbangkan. Bukan
hanya tentang kami, tapi ini tentang luka yang (mungkin) akan menggores hati
orang-orang tercinta.
“Pria punya hak memilih, namun wanita punya hak memutuskan”
Satu lagi quote yang saya kutip dan sepertinya pas. Apa deh
ini, dari tadi bahas quote melulu. Saya kemudian memilih. Oke dia bukan Haqy
dengan embel-embel nama besar dibelakangnya, meskipun mungkin Selma juga gak
melihat itu ya. Tapi saya memang agak gak pas pada cara dia mengklarifikasi
pilihannya dan sibuk mencari pembenaran sekaligus mengumbar bahwa awalnya dia
belum mencintai Haqy namun memutuskan menerima lamarannya dengan alasan
realistis. Halagh lagi-lagi balik ke
Selma. Kembali ke laptop deh. Fokus fokus
fokus. Intinya saya memilih. Tak perlu
ada peran antagonis disini. Kalau begitu ngapain ngungkit-ngungkit kisah
lama. Namanya juga refleksi, boleh dong
ya pemirsa hehehe
Baca juga April Mop 1 Dekade
1 April 2006 - 1 April 2017
11 tahun berlalu hingga kami sampai pada tanggal ini. Perjalanan yang (mungkin cukup) panjang tapi
bisa jadi belum ada apa-apanya jika dibandingkan pasangan lainnya. Jika dibandingkan dengan usia anak-anak, 11
tahun itu baru kelas 4 SD, masih jauh perjalanan untuk lulus dari pendidikan
dasar. Bayangkan, pendidikan dasar saja
kami belum lulus lho, jadi ya memang belum apa-apa.
Ada yang bilang, cobaan terbesar dalam kehidupan pernikahan
hadir dalam masa dekade kedua. Kalau 5
tahun pertama adalah tentang menemukan ritme dan mentoleransi ego
masing-masing, lalu 5 tahun kedua adalah tentang membangun bersama, maka 5
tahun ketiga biasanya adalah masa dimana keinginan terasa bagai kebutuhan,
hingga susah untuk dibedakan. Entahlah,
benar atau tidaknya, yang pasti kami sedang memasuki periode ini. Semoga saja kami tetap bisa memilah dan
memilih antara kebutuhan dan keinginan.
Saya pernah merasa terpuruk dan nyaris putus asa. Sebagai perempuan yang di vonis dokter tak
bisa hamil (dengan cara normal), jujur saja saya merasa tak berguna. Tapi Tuhan
juga memberi saya bonus. Lelaki super
sabar sebagai pendamping yang menerima saya apa adanya. Yang siap menguatkan dalam segala kondisi dan tetap memberi dukungan terbaiknya.
Tujuan utama dari sebuah pernikahan memang bukan hanya menghasilkan keturunan, meskipun
memang memperoleh buah hati tentu menjadi harapan dari setiap pasangan. Namun sekali lagi, anak itu adalah hak penuh
sang pemilik nyawa. Kita hanya perlu
berusaha maksimal dan berdoa. Keputusan
dan waktu yang tepat, hanya Dia yang tahu.
Seperti halnya bulan, ada masa Purnama ada masa tilem
(gelap). Kami juga mengalami itu, masa-masa
yang tak selamanya benderang. Sesekali diberi masa gelap agar menyadari bahwa cahaya
begitu berharga. Bahwa jauh lebih baik
mempertahankan secercah cahaya daripada sibuk merutuki kegelapan.
Perjalanan 11 tahun ini mengajarkan saya banyak hal. Bagaimana bertanggung jawab pada setiap
piliha dan keputusan. Bagaimana
menempatkan diri sebagai istri, ibu sekaligus pribadi yang juga butuh
kebahagiaan dan kenyamanan. Ini bukan
tentang aku, kamu atau pribadi masing-masing.
Ini tentang kita. Keluarga kecil
kita. Ayah Ibu dan Prema.
11 Tahun dan pertanyaannya masih saja sama
“Ayo hamil lagi, ntar
Premanya udah kegedan, emaknya keenakan deh.
Bisa lupa lho rasanya ngurus bayi!”
“Kapan ngasi adik buat
Prema?’
“Masa hanya satu sih,
gak pengen nambah lagi biar rame?”
Saya kenyaaaaaang dengan pertanyaan seperti itu dan segala
derivasinya. Pertanyaan yang biasanya
hanya saya jawab dengan senyum. Kalau
lagi baik hati saya jawab panjang, “Saya
gak pernah KB dan gak pernah mengatur jarak kehamilan. Memang belum diberi kepercayaan lagi.”
Nah repotnya, kalau udah dijawab gitu, masih pula dicecar
tanpa henti.
“Trus kok belum hamil lagi?”
“Kandungannya bermasalah ya?
“Gak niat program aja? Ingat umur lho, jangan sampai lewat
40 tahun!”
Oke fix. Kalau sudah
begini saya tutup dengan jawaban, “Kalau diberi hamil lagi, itu bonus. Karena bisa punya Prema saja sudah anugerah
luar biasa buat saya. Rahim saya memang
butuh sedikit perlakuan khusus. Tapi kalau gak dikasi, ya sudah yang satu ini
diurus baik-baik.”
Pada titik ini, kebahagiaan sesungguhnya adalah ketika
pendamping saya adalah orang pertama yang selalu hadir sebagai pahlawan. Menguatkan setiap kali saya terpuruk oleh
pertanyaan-pertanyaan. Menghapus air
mata yang sering mengalir setiap kali masalah yang sama berulang hadir dalam
rahim. Saya lelah. Dan saya tahu (sebenarnya) dia juga
lelah. Tapi tak pernah dikatakannya.
Lalu Prema.
Kehadirannya ditengah kami selama 7 tahun terakhir menjadi warna indah
yang mengisi setiap relung bahagia.
Menjadikan kami belajar menjadi orang tua. Memberi kami kesempatan untuk berproses
bersama di sekolah kehidupan bernama keluarga.
Dan perjalanan ini masih panjang.
Masih membentang 11 tahun kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.
Harta dalam rumah tangga bukanlah dilihat dari tumpukan
materi yang dimiliki, namun dari rasa sayang dan cinta yang terus tumbuh dari
hari ke hari. Mari jaga bersama.
Happy Anniversary
Happy anniversary....
ReplyDeleteTerimakasih mbak
DeleteDuh, baca ginian kan bikin aku jadi pengen punya pendampiiing
ReplyDeleteMbak, kok nggak pake soundtrack lagu "sekarang atau 50 tahun lagi ku akan slalu tetap mencintaimuuuu ~~~"
happy anniversary ya mbaaaak
aku juga #teamsena looh >.<
Ahahahaha semoga jodohnya segra bertemu ya
DeleteSemua ada waktunya :)
Wah ide bagus tuh soundtracknya, download segera deh
Mba Arni, happy anniv ya. Semoga bahagia dan samara sampai maut memisahkan. Amiinn.
ReplyDeleteTerimaksih Gesi. Doa yang sama untukmu dan Adit
DeleteHappy anniversary Mbak Arni, semoga bahagia selalu dengan keluarga kecilnya :D
ReplyDeleteMakasi ya Pril. Bahagia selalu juga buatmu dan keluarga
Delete"Ntar emaknya keenakan deh."
ReplyDelete"Iya lah. Emang situ... nggak dienak-enakin sama laki."
Duh udah punya anak pun masih aja dinyinyirin ya, Mba, haha... Sehat dan pintar2 terus, ya Prema :)
Haha begitulah.
DeleteKalau diturutin nanti bawannya baper terus. Wong berbuat baik aja dinyinyirin kok apalagi yang gak sessuai sama maunya mereka
So sweet mbak..aq tahun ke 6, dan emang beneran 5 th ke belakang itu super menyeramkan. Hoho. Smg 5 tahun ke depan lbh baik. Dan mba arni smga puluhan tahun ke depan selalu langgeng ya.aamiin
ReplyDeleteYuk mbak Dian
DeleteSemangat menuju tahun-tahun kedepan yang lebih panjang ya
semoga langgeng terus ya mbak sama bapake prema
ReplyDelete