Awal tahun 2017, tepat di bulan Februari sekali lagi saya
harus menyerahkan diri berada di ruang perawatan Rumah Sakit. Lelah sebenarnya. Mengingat memang selama satu dekade terakhir
ini, saya sudah berkali-kali harus “kencan” dengan dokter. Mulai dari laparoscopy karena endometriosis
(yang ini sampai 2 kali pula), operasi caesar, kuret dan yang terakhir transfusi
darah.
Saya memang memiliki riwayat ketidakseimbangan hormon. Ini juga yang menyebabkan kista endometriosis
tumbuh berulang dalam rahim sehingga harus diangkat. Bahkan saat saya hamil Prema 8 tahun
lalu, endometriosis ini juga ikut hadir
bersama gumpalan kecil calon janin.
Adalah anugerah tak terhingga karena Prema bisa tumbuh sehat dan kuat
mengalahkan perkembangan endometriosis ini sehingga terlahir sehat, lewat
proses sectio.
Dengan riwayat kesehatan seperti ini, otomatis ada
biaya-biaya yang mengikuti. Dan jujur
saja, jumlahnya tidak sedikit. Kalau
ditotalin, rasanya kok yo bikin nyesek juga ya.
Satu hal yang wajib banget saya syukuri adalah ketersediaan asuransi
yang sangat-sangat membantu pengeluaran ini.
Zaman saya masih kerja dulu, laparoscopy pertama ditanggung oleh
asuransi kantor. Setelah resign, urusan
kesehatan saya selanjutnya mengikuti
asuransi dari kantor suami, yang mana
sejak tahun 2016 terdiri dari dua jenis perlindungan yaitu menggunakan jaminan
kantor dan BPJS. Artinya, bila
karyawan/keluarga karyawan ada yang harus rawat inap, sebisa mungkin gunakan
BPJS terlebih dahulu. Dalam kondisi emergency yang tidak ditanggung oleh
BPJS, barulah menggunakan fasilitas jaminan kantor.
Setelah sebelum-sebelumnya setiap kali dirawat saya
menggunakan jaminan kantor, perawatan di awal tahun ini, saat harus transfusi darah
karena HB yang drop akibat hyperplasia,
saya mencoba menggunakan fasilitas BPJS.
Seperti apa prosesnya, ikuti yuk.
Prosedur Pelayanan BPJS
Namanya program pelayanan kesehatan publik, pastinya ada
prosedur yang harus diikuti. Gak bisa
serta merta datang ke Rumah Sakit, ambil antrian dokter lalu duduk manis di
ruang tunggu layaknya pasien mandiri. Ini
proses yang saya jalani :
1.
Faskes
tingkat I
Untuk pasien dengan kondisi non emergency, wajib terlebih dahulu
konsultasi di Faskes tingkat 1. Bisa
Puskesmas atau Klinik. Untuk menentukan
faskes tingkat 1 ini, sudah sejak awal pendaftaran BPJS. Jadi kita yang mengajukan nama faskes
terdekat. Saya menggunakan klinik dengan pertimbangan, antrian Klinik lebih
sedikit daripada Puskesmas. Selain itu
Klinik ini memang lebih dekat dari rumah dibandingkan dengan Puskesmas.
Di faskes, kita akan terlebih dahulu
ditangani oleh dokter. Bila faskes I tak
bisa menangani, akan dibuatkan surat rujukan ke RS. Pengalaman saya sih, disuruh memilih sendiri
mau ke RS mana. Waktu itu saya memilih
ke Hermina, karena memang ini yang terdekat dari rumah dan saya sudah punya
rekam medis disana dari sakit-sakit sebelumnya.
Konsultasi awal di Faskes Tk.1 |
2.
Daftar
antrian di bagian BPJS Rumah Sakit
Di RS,
kita akan diarahkan ke ruang/loket khusus BPJS. Berbekal surat rujukan dan kartu BPJS, dari
loket ini akan diterbitkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) yang menandakan
pasien benar peserta BPJS dan layak untuk mendapatkan tindakan lanjutan.
Oh ya, untuk diketahui, peserta BPJS hanya
boleh mengajukan pemeriksaan dengan satu dokter spesialis saja dalam satu
hari. Jadi kalau memang penyakitnya
membutuhkan konsultasi dengan dua atau lebih dokter spesialis, itu artinya
harus kembali lagi keesokan harinya atau sesuai waktu yang ditentukan.
Perlu rujukan
dari faskes 1 lagi? TIDAK.
Biasanya rujukan akan diberikan oleh dokter pemeriksa pertama. Dalam kasusu saya tempo hari, dokter
kandungan memberi rekomendasi untuk ke dokter penyakit dalam yang akan
menangani transfusi darah, sehingga saya tak perlu kembali ke Klinik lagi.
3.
Menuju
ruang dokter
Setelah mendapatkan SEP, kita bisa langsung
menuju poli untuk antri dokter. Karena
masalah saya rahim, jadi ya saya antri di Poli Kandungan. Dan ya memang harus banyak sabar, saingannya
sama ibu-ibu hamil booo.
Kabar baiknya, nomor antrian disini bukan
berdasarkan status pasien BPJS, Mandiri atau asuransi lainnya. Nomor antrian sesuai denngan nomor
kedatangan. Jadi gak ada ceritanya pasien
BPJS ditaro di urutan terakhir ya.
Dari sini, nantinya akan direkomendasikan
ke laboratarium, rekam jantung, dll yang memang dibutuhkan sesuai dengan jenis
penyakitnya. Untuk kemudian rekomendasi
rawat inap/jalan.
4.
Rawat
inap sesuai kelas
Saya kebetulan mendapat kamar kelas 1,
sesuai yang tertera di kartu. Untuk
rawat inap ini sendiri, pintu masuknya ada 2 yaitu lewat poli (seperti saya)
dan ada yang lewat UGD (kasus emergency, tak perlu rujukan faskes 1). Ada beberapa berkas yang harus ditandatangi
disini, biasanya perawat akan membantu menyiapkan berkas-berkasnya. Selama rawat inap, RS akan menginformasikan
setiap jenis obat apakah ditanggung BPJS atau tidak. Untuk yang tidak ditanggung BPJS, tentunya
akan meminta persetujuan pasien terlebih dahulu.
5.
Kasir
dan Apotek
Usai rawat inap, perawat akan memberi
detail rincian pengobatan beserta kwitansi dan resep yang harus ditebus. Untuk ke kasir dan apotek, antrian dan
prosedur sama dengan pasien non BPJS, sesuai nomor urut kedatangan. Bedanya, saat di kasir kita hanya perlu
menandatangani berkas dengan menunjukkan kartu BPJS, sedangkan pasien umum
melakukan pembayaran. Untuk jenis
obat-obatan yang tidak di cover BPJS, akan dibuatkan kwitansi tersendiri.
Proses pembayaran di kasir |
Apakah Semua Jenis Penyakit/Obat ditanggung BPJS?
Untuk
kasus saya yang harus menjalani transfusi darah, sejak awal petugas
administrasi sudah menyampaikan bahwa jatah BPJS hanya 1 kantung darah
saja. Sehingga bila ternyata membutuhkan
lebih, saya harus membayar sendiri.
Ternyata,
saya membutuhkan dua kantung darah untuk menaikkan Hb agar kembali normal. Jadi ya, memang ada biaya tambahan yang saya keluarkan. Dan ini pastinya dengan persetujuan dan tanda
tangan ya, jadi gak serta merta pihak RS memberikannya ke pasien. Semua sudah diinfokan sejak awal.
Pengalaman
saya, di Hermina Bogor, pelayanan BPJS cukup rapi dan memuaskan. Ruang administrasi BPJS (point 2) berada di
ruang terpisah dengan pasien non BPJS, sehingga tak terlihat antrian membludak
dan ruwet. Yang membedakan dari pasien
umum adalah kita tak bisa memilih mau ke dokter siapa, jadi ya sesuai dengan
ketersediaan dokter pada saat kedatangan.
Kecuali untuk kontrol lanjutan atau atas rekomendasi dokter sebelumnya.
Oh ya, memang benar ada kuota untuk pelayanan pasien BPJS
setiap harinya di masing-masing poli.
Dan ini berbeda di setiap RS.
Sehingga jangan kaget, kalau misalnya saat datang, ternyata kuota sudah
penuh dan kita jadi gak bisa langsung mendapat pelayanan. Saya pernah kok ngalamin. Pasca rawat inap, saya direkomendasikan untuk
kontrol pada hari tertentu, tiba di RS kesorean, apa daya kuota pasien untuk
dokter yang bersangkutan sudah penuh, mau tak mau balik badan deh, kembali
keesokan harinya.
Jadi, meskipun agak panjang prosedurnya, kalau kita mau mengikuti
proses dengan baik, sebenarnya menggunakan BPJS ini nyaman-nyaman saja
kok. Iya sih, pengalaman tiap orang
berbeda. Tingkat emergency setiap
penyakit juga berbeda. Jujur saja, saya
pribadi tidak merasakan wajah jutek perawat/petugas medis lainnya. Semua tetap ramah dan melayani dengan
sabar. Tetap positif thinking dan saling
menghargai.
Semoga kita semua diberi kesehatan ya
Salam Sehat
Tulisan
ini merupakan bagian dari #KEBBloggingCollab dari Grup Butet Manurung bertema “Pengalaman
Menggunakan BPJS” dengan trigger post di Web KEB yang ditulis oleh mbak Edelyn
pemilik www.everonia.com berjudul “Melahirkan Caesar dengan BPJS dariLuar Kota”
BPJS membantu sekali ya, mba Arni, sehat terus yaaa
ReplyDeleteIya mbak
DeleteAsal kita ikuti prosedurnya, BPJS sangat membantu kok
Terimaksih doanya
Iya bener mbak, yang penting ikutin prosedurnya. Ibu mertua juga pakai BPJS, kebantu lumayan biayanya
ReplyDeletebetul mbak
DeleteTak ada orang yang mau sakit
Tapi saat sakit, dengan BPJS setidaknya untuk urusan biaya kita bisa sedikit lebih tenang
Pakai BPJS kuncinya sabaaar, karena memang ada prosedur yang harus diikuti supaya prosesnya juga lancar. Aku pas lahiran juga pakai BPJS gratis, ada biaya tambahan memang tapi gak banyak karena gak ditanggung urusan tersebut.
ReplyDeleteIya. Meski ada biaya tambahan, setidaknya untuk biaya pokok kita sudah terjamin. Jadi gak sampai puyeng dobel, mikirin sakit dan biaya
DeleteSemoga sehat selalu mbak Arni... baca tulisan mbak Arni ini mengingatkanku soal nulis tentang perpindahan dari Askes ke BPJS untuk pensiunan.... Habis bantuin Bapak soalnya, hihihi
ReplyDeleteNah ditunggu tulisannya mbak Retno
DeleteBisa jadi referensi yang bagus tuh
Btw, terimakasih doanya mbak
lengkap mbak ulasannya, semoga yang membaca jadi terbantu. lekas sembuh juga buat mbak arni ya. aku bpjs diurus kantor suami
ReplyDeleteAku juga pakai BPJS dari kantor suami
DeleteTapi setiap prosedur ya kita jalan sendiri
Makasi udah mampir ya mbak Dian
aku belum punya BPJS --" tapi untuk asuransi swasta sudah ada mbak.
ReplyDeleteSetidaknya udah ada yang mengcover biaya kesehatannya ya Koh
DeleteKalau boleh minta sih, pengennya sehat selalu ya
Aku juga pakai BPJS. Beberapa kali rawat jalan, semua baik2 saja. Lancar dan belum pernah merasakan ketidaknyamanan dengan pelayanan. Tfs Mbak Arni. Sehat selalu ya 😊
ReplyDeleteBener mbak
DeleteUntuk rawat jalan, beberapa kali aku juga ngajak Prema, sampai level faskes tingkat 1, dan pelayanannya selalu baik
Terimakasih doanya mbak Rien
Masalah hormon ternyata seperti itu to mbak, baru tahu...
ReplyDeleteAku sih berharapnya tdk pernah pakai BPJS (sakit) tapi tengkyu infonya.
BTW kalau perawatan gigi pakai BPJS bisa gak ya di Hermina? :D
Aku belum pernah pakai BPJS ke perawatan gigi di Hermina, Pril
DeleteTapi mungkin kalau lewat prosedur yang benar bisa saja sepertinya
terima kasih utk sharingnya.. sangat bermanfaat terutama bagian pelayanannya.
ReplyDeleteSama-sama mbak Eny
DeleteSemoga bisa membantu yang membutuuhkan informasi ini
Betul, Mba. Sebenernya sangat membantu asal tahu prosedurnya.
ReplyDeleteSabar adalah Koentji
DeleteYang sakit khan bukan kita sendiri, semua butuh pelayanan
Jadi ikuti aja prosedurnya ya :)
Makasi udah mampir, Ges
Aku selama ini juga mengandalkan BPJS hihi
ReplyDeleteTossss
DeleteSemoga pelayanannya terus membaik dari waktu ke waktu ya mbak
aku belom ada BPJS nih mbak, masih urus. Mudah-mudahan cepet kelar biar bisa coba pelayanannya :D
ReplyDeleteMba Arni pilihnya yang Faskes 1 ini bukan ya?
ReplyDeleteKlinik Mekarwangi Bogor alamat Jl. Setu Asem Raya, RT.03/RW.02, Mekarwangi, Kec. Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat 16168
kan engga ada dokter kehamilan ya, kalo misalkan mau check up kehamilan istriku nanti dibuatkan surat rujukannya ya? jika ya, ada prosedur tertentu engg ya untuk cek kandungan?
Iya betul. Faskesnya yang ini
DeleteBiasanya dibuatkan surat rujukan kok, mas
Coba langsung aja ke sana dulu. Beberapa kali saya ke klinik ketemu sama ibu hamil juga
Terus terang saya pribadi belum pernah cek kandungan di sana