Setiap memasuki bulan Agustus, hati saya selalu terasa
hangat dan bahagia. Jalan-jalan tampak
begitu berwarna dengan merah putih aneka bentuk. Bendera berbagai ukuran dan variasi, umbul-umbul
bahkan kaos-kaos bernuansa merah putih tampak menghiasi outlet-outlet pakaian.
Tak hanya itu, kampung-kampung, perumahan, sekolah juga
tampak semarak. Semua bersemangat
menyambut ulang tahun Indonesia. Berbagai
lapisan masyarakat bersatu padu menyiapkan acara untuk memeriahkan peringatan
kemerdekaan ini. Merancang berbagai
lomba, mengadakan latihan tari, music, drama dan lain-lain untuk
pementasan. Salon-salon juga tak
ketinggalan ikut mendapat bagian kebahagiaan. Penyewaan pakaian adat dan tata rias untuk
berbagai acara datang silih berganti.
Mengikuti Lomba Senam Tobelo Kreasi antar Organisasi Wanita di Kota Bogor |
Anak-anak yang antusias mengikuti berbagai lomba. Dari makan kerupuk, tarik tambang, balap
kelereng, memindahkan bendera, hingga pertandingan olahraga dan seni dari berbagai usia digelar. Ah… beneran hati saya hangat.
Baca juga : Merah Putih Selalu di Hati
Ada kebiasaan turun temurun di keluarga saya. Nobar siaran langsung upacara bendera yang
digelar di Istana Negara. Nobar di rumah
maksudnya. Saya lahir besar di Kendari,
Sulawesi Tenggara. Dengan selisih 1 jam
perbedaan waktu dibanding Jakarta. Jadi,
dulu waktu saya masih sekolah, tiap 17 Agustus pasti ada upacara bendera di
sekolah, sesekali di kantor gubernur atau lapangan umum daerah. Usai upacara, langsung deh buru-buru pulang,
demi agar bisa nonton siaran langsung pengibaran bendera di TV. Nontonnya ramai-ramai di rumah, bersama
keluarga. Untungnya di kalau di Jakarta
pengibaran bendera pada pukul 10, di Kendari jadinya jam 11. Jadi masih terkejar buat nonton.
Upacara Bendera di Istana Negara |
Sekarang saya sudah berkeluarga dan tinggal di Bogor. Kebiasaan yang sama berlanjut hingga
sekarang. Rasanya ada yang kurang kalau
gak nonton upacara bendera deh. Pernah
suatu hari, pas 17 Agustus kami camping. Susah sinyal pula di lokasi camping. Meski tetap ada semarak acara agustusan,
rasanya ada yang hilang. Bahkan, kalau
kami ada rencana pergi-pergi di tanggal 17 Agustus, biasanya baru jalan setelah
upacara bendera usai. Kalau di lapangan
dekat rumah ada lomba-lomba, saya biasanya kabur sejenak hanya untuk nonton
detik-detik pengibaran bendera. Haha iya, saya selebay itu.
Upacara Bendera di atas kapal, di Cilacap |
Kemarin, usai menonton upacara bendera, bapak ibu saya video call dari Kendari sana. Posisi mereka masih di ruang keluarga dan
layar TV tampak masih menayangkan siaran langsung upacara bendera. Ibu saya sengaja lho bangun dan masak
pagi-pagi, kelarin kerjaan, lalu bersama adik dan para keponakan duduk manis di
depan TV untuk nonton bersama. Saya,
kemarin pagi-pagi buat pisang goreng buat cemilan selama nonton.
“Nonton upacara gak? Pembawa
baki di istana hari ini cantik sekali.
Suka aku lihat wajahnya.
Senyumnya manis sekali.”
Iseng saya mengetik di beberapa grup WA yang saya ikuti.
“Gak mbak Arni,”
“Nggak, habis absen
online nonton anak di smp, lalu olga,”
“Nggak, aku gak pernah
nonton upacara. Ini lagi keluar bareng
keluarga,”
“Gak sempat aku. Lagi banyak kerjaan,”
“oh aku nonton kali
ini. Kebetulan lagi senggang. Iseng aja nyalain TV. Iya yang bawa baki cantik.”
Dan beberapa jawaban lainnya.
“Aku klo 17-an memang
bela-belain nonton upacara,” komen saya kemudian
Lalu beberapa teman menjawab
“Kereeeen,”
“Wow terniaaat”
“Aku gak segitunyalah
niatin nonton,”
“Gak diragukan lagi
nasionalismenya,”
Bahkan ada yang bilang “Pejoeang
sejati,”
Lah, saya malah merasa aneh dengan komen-komen itu. Nonton upacara bendera khan bukan berarti
lebih nasionalis, lebih keren atau apalah ya.
Ini hanya masalah kebiasaan aja.
Saya memang suka aja. Udah gitu doang. Nonton upacara itu selalu bikin terharu. Terutama di bagian pengibaran bendera pusaka.
Gak nonton bukan berarti gak cinta Indonesia to?
Agustus-an Menyatukan
Keberagaman
Sejak awal Indonesia memang sudah terdiri dari berbagai
macam suku bangsa, adat istiadat, budaya, agama dan bahasa. Di perayaan ulang tahun Indonesia, segala
perbedaan itu lebur menjadi satu dalam bahagia.
Tanpa sekat rakyat berbaur dalam kemeriahan.
Dari istana, sudah beberapa tahun terakhir kita menikmati
suguhan pakaian adat Indonesia dari
berbagai daerah yang ditampilkan oleh para peserta upacara. Dari Presiden hingga para tamu kenegaraan,
dari para pengisi acara (paduan suara) hingga para undangan. Sungguh Indonesia sekali. Kebaya, baju bodo, aneka songket, kain tenun,
udeng, gelung, mahkota, rumbai-rumbai dll hadir bersama dalam satu waktu. Bahkan di akhir upacara ada pemberian hadiah
sepeda untuk busana terbaik. Sebuah keberagaman
yang dipertontonkan dengan indah dan menarik.
Upacara Bendera di Tukad Unda di Klungkung, Bali |
Lalu usai pengibaran bendera dilengkapi dengan hiburan lagu-lagu
nusantara, dari lagu wajib nasional yang membangkitkan semangat juang dan cinta
tanah air hingga medley daerah. Sungguh
Indonesia begitu kaya.
Upacara juga bukan hanya ada di istana. Di sekolah-sekolah, di puncak gunung, di
perkantoran, di atas kapal, di sawah bahkan kemarin saya melihat di media
sosial bertebaran foto upacara di lingkungan RT. Luar biasa.
Semangat 17-an,
Semangat Kebersamaan dan Prestasi
Hari ini saya membuka salah satu laman media sosial.
Seorang kawan membuat status yang
mengomentari aneka lomba 17-an yang menurutnya hanya buang-buang waktu dan gak
ada gunanya. Lomba tarik tambang
berbahaya, lomba panjat pinang juga.
Lomba balap karung apalagi, bisa bikin celaka. Bapak-bapak
berdaster hanya menunjukkan kelemahan lelaki, dan lain sebagainya dari
balap kelereng, makan kerupuk semua dikomentari.
Fyuuuh… saya menarik nafas.
Gak setuju silakan saja.
Tapi kenapa harus berkomentar negative.
Kenapa terus menerus melihat sisi negatifnya? Kenapa tak mencoba melihat
sisi positifnya?
Ini soal rasa.
Seperti saya misalnya, tinggal di komplek yang mayoritas warganya
bekerja. Jarang lho bisa ngumpul
ramai-ramai dengan tetangga. Paling
banter papasan di jalan atau depan rumah.
Sekedar bertukar senyum atau menyapa singkat. Itupun hanya satu dua saja. Sesekali bertemu di arisan bulanan, itu juga
ibu-ibu saja. Yang ikut arisan. Kalau gak ikut ya makin jarang ketemu
tetangga. Momen 17-an begini menyatukan
semua lho.
Lomba-lomba juga memupuk kerjasama baik untuk panitia (di
tempat saya panitianya remaja) maupun para peserta. Memupuk toleransi dan sportifitas. Menang berprestasi, kalah jangan
frustasi. Kalah menang solidaritas, kita
galang sportifitas #ups maaf jadi lanjut ke Via Vallen
Bisa jadi, justru potensi-potensi anak terlihat di
17-an. Yang tadinya malu-malu akhirnya
percaya diri untuk tampil. Yang tadinya
susah bergaul jadi punya teman. Yang
tadinya gak ketahuan pinter nyanyi, nari atau olahraga tertentu akhirnya
terlihat. Bahkan bukan tak mungkin
menjadi batu loncatan untuk ke level yang lebih tinggi hingga akhirnya mengukir
prestasi.
Buat anak-anak kicik, lomba balap kelereng bisa jadi melatih
konsentrasi, motori kasar dan motorik halus.
Melatih keseimbangan dan focus.
Pun demikian lomba-lomba lainnya.
Merangsang semangat kompetisi tanpa harus saling menjatuhkan. Mengesampingkan ego dan yang pasti bersenang-senang
bersama. Kalau semua bahagia, kenapa
harus nyinyir?
Iya. Ini soal rasa.
Rasa Persatuan. Rasa
Kebersamaan. Rasa Indonesia.
Ini Agustusku, Mana Agustusmu?
Salam
Arni
Thanks for share, sukses selalu..
ReplyDeleteAgustusku, nonton berbagai perlombaan yang diselenggarakan panitia tingkat RW ^_^. Kebanyakan buat anak-anak lombanya.
ReplyDeleteMeski Agustusan tahun ini aku hanya ikutan Upacara nemenin anakku tanpa ikut lomba. Tetep kemeriahan lomba 17an terasa nyata
ReplyDeleteDi kampung aku selalu antusias kalo ada agustusan mba, apalagi anak-anaknya hahaha pasti pada ikutan daftar lomba
ReplyDeleteSerunya agustusan itu ikut lomba dan beragam kegiatan menarik lainnya di kampung, guyup rukunya jadi terlihat....
ReplyDeleteagustusanku ya upacara mbaa hahaha
ReplyDeletesama beberapa event kenegaran juga sik
tp peringatan agustusan juga ada seseruannya lho di kantorku dan udah beberapa tahun ini berjalan ada pesta rakyat yang rame bangeeet
Perayaan tiap tahun yang aku bilang nggak boleh hilang sampai akhir zaman deh hehe, dikomplek aku juga bersatu nih dalam 2 hari bisa 16-17/17-18 kayak tahun ini.
ReplyDeletePerayaan tujuh belasna mmang paling berkesan selain upacara bendera adalah lombanya ya. Kadang suka keinget masa kecil
ReplyDeleteAku termasuk orang yang nontonin tv untuk melihat bagaimana upacara bendera berlangsung di istana. Karena memang beda banget sih rasanya, kalau lomba-lomba gitu malah gak ikutan.
ReplyDeleteSaya lelah kalau lihat berbagai komen negatif hihihi. Ya aktivitas apapun selalu ada sisi bagus dan enggaknya. Tidur aja kalau kebanyakan bisa berbahaya, yakan? :D
ReplyDeleteBerbagai lomba Agustusan buat saya itu seseruan aja selama masih dalam batas sopan. Ya memang kenyataannya ada lomba-lomba zaman now yang kayaknya agak-agak gimana gitu. Saya mah suka yang klasik-klasik aja kayak makan kerupuk, balap karung, panjat pinang, tarik tambang, dll. Lomba bapak-bapak main sepak bola pakai daster juga lucu. Kalau pun ada resiko bahaya, bisa diminimalisir, lah
Jadi inget masa kecil kalau lihat lomba Agustusan. Biasanya saya suka disuruh pakai kebaya hahaa
Deletekangen panjat pinang pas agustusan.. sudah jarang banget jaman now :(
ReplyDeletedi komplek rumahku malah sepi2 aja ka, pada banyak yang berburu resto diskonan termasuk aku hehehe
ReplyDeleteAku juga suka bangeeett bulan Agustus. Semuanya terasa lebih meriah dan terasa 'Indonesia' banget :D
ReplyDelete17 agustus ajang cari promo hahahha.. tapi kalo orang yang pikirannya negthink emang selalu mandang jelek lomba agustusan.. maybe karena dia nggak pernah diajak lomba
ReplyDeleteaku ga pernah nonton upacara 17an di istana negara lewat TV. Sebenarnya tahun ini ingin lihat juga tuh yang iring-iringan dari Monas ke Istana Negara tapi barengan sama lomba di komplek.
ReplyDeleteTos lah mba,aku juga gt sekeluarga,lebih tepatnya bapakku pasti mantengin. Setuju banget tuh sama acara komplek,ampun yah kalo lokasi tempat tinggal udah pada kerja semua,gak kompak lagi,fyuh.
ReplyDeleteToss..aku selalu nonton siaran live upacara di Istana negara, di tipi, Mbak Arni. Sekarang ajak anakku nonton juga. Karena di sekolah mereka acara lomba sehari sebelumnya. Jadi cuma upacara aja.
ReplyDeleteDi RT kami serumah juga selalu ikut perlombasn. Cuma tahun ini absen karena anakku di RS tgl 18 operasi usus buntu
Hahaha kadang itu yang nulis status beraninya di medsos doank. Kalau kita keluar dr medsos ke dunia nyata masih banyak sekali org2 yang ngikutin lomba dan upacara dengan happy. Makanya kalau medsos ditutup aku hepi banget #ikikomenapasih wkwkwkwk
ReplyDeleteSaya juga suka nonton pengibaran bendera di TV. Penurunannya juga dipantengin. Hahaha seru. Berasa ikut upacara kadang-kadang. Bener 17an itu mempersatukan. Andai tiap hari yaaa
ReplyDeleteIni yang paling dinanti dari datengnya 17 Agustus. Persatuan dan kesatuan kerasa banget. Gak terlihat ya perbedaan-perbedaan kita. Yang ada kita bahagia dengan momen kemerdekaan
ReplyDeleteAgustusku selalu diawali tirakatan malam 17-annya.Kemudian ntn upacara di TV pada pagi harinya. Skrg gak ada upacara, kalau dl ya ikut upacara di RW. Siangnya lomba-lomba, sore ntn penurunan bendera. Wis itu rutin tiap tgl 16-17. Tahun ini malah kebagian masak dan bikin goodie bag lomba. Pokoknya sibuk, tp gpp, setahun sekali ini.
ReplyDeletePerasaannya sama Mbak sama saya. Setiap memasuki bulan Agustus selalu bahagia. Bulan ini bulan pestanya rakyat Indonesia. Eh malah di 3 negara ya. Malaysia dan Singapura juga Hari Kemerdekaannya di bulan Agustus.
ReplyDeleteBulan ini di perumahan tempat saya tinggal sungguh beda dari biasanya. Semaraknya di setiap gang. Hiasan merah putih tampak menghiasi jalan-jalan.
Kemaren anakku ikutan acara agustusan di sekitar rumah mba, dia bilang sering2 aja Mom ada keseruan seperti ini :)
ReplyDeleteWaah yang Komen negatif itu belum ngerasain manfaatnya ya mba. Menurutku lomba2 Dan kegiatan 17 sangat bermanfaat kok apalagi di kota2 besar Jabodetabek.
ReplyDeleteBtw mba Arni kendari? Wah dulu suami saya kuliah disitu, saya juga ada beberapa teman disana :D
Itu keren banget bisa melakukan pengibaran bendera di atas perahu, setiap tujuh belasan datang semarak dan kemeriahan lomba kerap mewarnai berbagai aktifitas di lingkungan perumahan. Senyum2 ceria terpamcar dari yg masih bocah sampe ibu2 dan bapak2nya
ReplyDeleteTeruntuk kakanda yang berkomentar ini "aneka lomba 17-an hanya buang-buang waktu dan gak ada gunanya" semoga kelak disadarkan betapa banyak makna yang tersirat dari sebuah permainan tarik tambang, dan panjat pinang yang menurutnya berbahaya itu. Ah, sepertinya beliau kurang jalan-jalannya. Hehhe
ReplyDeleteDi komplek aku juga masih mba mempertahankan tradisi lomba 17an dan karnaval baju daerah juga sepeda hias. Semangatnya adalah supaya generasi setelah kita tetap bisa ngerasain apa yang kota rasain dulu.
ReplyDeleteBaru tahu ada yang komentar tidak banget tentang lomba agustusan. Padahal bisa ajang silaturahim antar warga satu RW. Bahkan membahagiakan untuk anak-anak
ReplyDeleteBulan agustus salah satu bulan yang spesial buat Indonesia dan saya, karena sama-sama ulang tahun hehehe.
ReplyDelete