Sunday, August 18, 2019

, ,

Semarak Agustus Yang Menyatukan Keragaman



Setiap memasuki bulan Agustus, hati saya selalu terasa hangat dan bahagia.  Jalan-jalan tampak begitu berwarna dengan merah putih aneka bentuk.  Bendera berbagai ukuran dan variasi, umbul-umbul bahkan kaos-kaos bernuansa merah putih tampak menghiasi outlet-outlet pakaian.

Tak hanya itu, kampung-kampung, perumahan, sekolah juga tampak semarak.  Semua bersemangat menyambut ulang tahun Indonesia.  Berbagai lapisan masyarakat bersatu padu menyiapkan acara untuk memeriahkan peringatan kemerdekaan ini.  Merancang berbagai lomba, mengadakan latihan tari, music, drama dan lain-lain untuk pementasan.  Salon-salon juga tak ketinggalan ikut mendapat bagian  kebahagiaan.  Penyewaan pakaian adat dan tata rias untuk berbagai acara datang silih berganti.


Mengikuti Lomba Senam Tobelo Kreasi antar Organisasi Wanita di Kota Bogor
Anak-anak yang antusias mengikuti berbagai lomba.  Dari makan kerupuk, tarik tambang, balap kelereng, memindahkan bendera, hingga pertandingan olahraga dan seni  dari berbagai usia digelar.  Ah… beneran hati saya hangat.


Ada kebiasaan turun temurun di keluarga saya.  Nobar siaran langsung upacara bendera yang digelar di Istana Negara.  Nobar di rumah maksudnya.  Saya lahir besar di Kendari, Sulawesi Tenggara.  Dengan selisih 1 jam perbedaan waktu dibanding Jakarta.  Jadi, dulu waktu saya masih sekolah, tiap 17 Agustus pasti ada upacara bendera di sekolah, sesekali di kantor gubernur atau lapangan umum daerah.  Usai upacara, langsung deh buru-buru pulang, demi agar bisa nonton siaran langsung pengibaran bendera di TV.  Nontonnya ramai-ramai di rumah, bersama keluarga.  Untungnya di kalau di Jakarta pengibaran bendera pada pukul 10, di Kendari jadinya jam 11.  Jadi masih terkejar buat nonton.

Upacara Bendera di Istana Negara
Sekarang saya sudah berkeluarga dan tinggal di Bogor.  Kebiasaan yang sama berlanjut hingga sekarang.  Rasanya ada yang kurang kalau gak nonton upacara bendera deh.  Pernah suatu hari, pas 17 Agustus kami camping.  Susah sinyal pula di lokasi camping.  Meski tetap ada semarak acara agustusan, rasanya ada yang hilang.  Bahkan, kalau kami ada rencana pergi-pergi di tanggal 17 Agustus, biasanya baru jalan setelah upacara bendera usai.  Kalau di lapangan dekat rumah ada lomba-lomba, saya biasanya kabur sejenak hanya untuk nonton detik-detik pengibaran bendera. Haha iya, saya selebay itu.

Upacara Bendera di atas kapal, di Cilacap
Kemarin, usai menonton upacara bendera, bapak ibu saya video call dari Kendari sana.  Posisi mereka masih di ruang keluarga dan layar TV tampak masih menayangkan siaran langsung upacara bendera.  Ibu saya sengaja lho bangun dan masak pagi-pagi, kelarin kerjaan, lalu bersama adik dan para keponakan duduk manis di depan TV untuk nonton bersama.  Saya, kemarin pagi-pagi buat pisang goreng buat cemilan selama nonton.

Nonton upacara gak? Pembawa baki di istana hari ini cantik sekali.  Suka aku lihat wajahnya.  Senyumnya manis sekali.”
Iseng saya mengetik di beberapa grup WA yang saya ikuti.

Gak mbak Arni,”

“Nggak, habis absen online nonton anak di smp, lalu olga,”

“Nggak, aku gak pernah nonton upacara.  Ini lagi keluar bareng keluarga,”

“Gak sempat aku.  Lagi banyak kerjaan,”

“oh aku nonton kali ini.  Kebetulan lagi senggang.  Iseng aja nyalain TV.  Iya yang bawa baki cantik.”

Dan beberapa jawaban lainnya. 

“Aku klo 17-an memang bela-belain nonton upacara,” komen saya kemudian

Lalu beberapa teman menjawab

“Kereeeen,”

“Wow terniaaat”

“Aku gak segitunyalah niatin nonton,”

“Gak diragukan lagi nasionalismenya,”

Bahkan ada yang bilang “Pejoeang sejati,”

Lah, saya malah merasa aneh dengan komen-komen itu.  Nonton upacara bendera khan bukan berarti lebih nasionalis, lebih keren atau apalah ya.  Ini hanya masalah kebiasaan aja.  Saya memang suka aja.  Udah gitu doang.  Nonton upacara itu selalu bikin terharu.  Terutama di bagian pengibaran bendera pusaka. Gak nonton bukan berarti gak cinta Indonesia to?

Agustus-an Menyatukan Keberagaman

Sejak awal Indonesia memang sudah terdiri dari berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, budaya, agama dan bahasa.  Di perayaan ulang tahun Indonesia, segala perbedaan itu lebur menjadi satu dalam bahagia.  Tanpa sekat rakyat berbaur dalam kemeriahan. 

Dari istana, sudah beberapa tahun terakhir kita menikmati suguhan  pakaian adat Indonesia dari berbagai daerah yang ditampilkan oleh para peserta upacara.  Dari Presiden hingga para tamu kenegaraan, dari para pengisi acara (paduan suara) hingga para undangan.  Sungguh Indonesia sekali.  Kebaya, baju bodo, aneka songket, kain tenun, udeng, gelung, mahkota, rumbai-rumbai dll hadir bersama dalam satu waktu.  Bahkan di akhir upacara ada pemberian hadiah sepeda untuk busana terbaik.  Sebuah keberagaman yang dipertontonkan dengan indah dan menarik.

Upacara Bendera di Tukad Unda di Klungkung, Bali
Lalu usai pengibaran bendera dilengkapi dengan hiburan lagu-lagu nusantara, dari lagu wajib nasional yang membangkitkan semangat juang dan cinta tanah air hingga medley daerah.  Sungguh Indonesia begitu kaya.

Upacara juga bukan hanya ada di istana.  Di sekolah-sekolah, di puncak gunung, di perkantoran, di atas kapal, di sawah bahkan kemarin saya melihat di media sosial bertebaran foto upacara di lingkungan RT.  Luar biasa.

Semangat 17-an, Semangat Kebersamaan dan Prestasi

Hari ini saya membuka salah satu laman media sosial. 
Seorang kawan membuat status yang mengomentari aneka lomba 17-an yang menurutnya hanya buang-buang waktu dan gak ada gunanya.  Lomba tarik tambang berbahaya, lomba panjat pinang juga.  Lomba balap karung apalagi, bisa bikin celaka.  Bapak-bapak  berdaster hanya menunjukkan kelemahan lelaki, dan lain sebagainya dari balap kelereng, makan kerupuk semua dikomentari.

Fyuuuh… saya menarik nafas.

Gak setuju silakan saja.  Tapi kenapa harus berkomentar negative.  Kenapa terus menerus melihat sisi negatifnya? Kenapa tak mencoba melihat sisi positifnya?

Ini soal rasa.  Seperti saya misalnya, tinggal di komplek yang mayoritas warganya bekerja.  Jarang lho bisa ngumpul ramai-ramai dengan tetangga.  Paling banter papasan di jalan atau depan rumah.  Sekedar bertukar senyum atau menyapa singkat.  Itupun hanya satu dua saja.  Sesekali bertemu di arisan bulanan, itu juga ibu-ibu saja.  Yang ikut arisan.  Kalau gak ikut ya makin jarang ketemu tetangga.  Momen 17-an begini menyatukan semua lho.




Lomba-lomba juga memupuk kerjasama baik untuk panitia (di tempat saya panitianya remaja) maupun para peserta.  Memupuk toleransi dan sportifitas.  Menang berprestasi, kalah jangan frustasi.  Kalah menang solidaritas, kita galang sportifitas #ups maaf jadi lanjut ke Via Vallen

Bisa jadi, justru potensi-potensi anak terlihat di 17-an.  Yang tadinya malu-malu akhirnya percaya diri untuk tampil.  Yang tadinya susah bergaul jadi punya teman.  Yang tadinya gak ketahuan pinter nyanyi, nari atau olahraga tertentu akhirnya terlihat.  Bahkan bukan tak mungkin menjadi batu loncatan untuk ke level yang lebih tinggi hingga akhirnya mengukir prestasi.

Buat anak-anak kicik, lomba balap kelereng bisa jadi melatih konsentrasi, motori kasar dan motorik halus.  Melatih keseimbangan dan focus.  Pun demikian lomba-lomba lainnya.  Merangsang semangat kompetisi tanpa harus saling menjatuhkan.  Mengesampingkan ego dan yang pasti bersenang-senang bersama.  Kalau semua bahagia, kenapa harus nyinyir?

Iya.  Ini soal rasa.
Rasa Persatuan.  Rasa Kebersamaan.  Rasa Indonesia.
Ini Agustusku, Mana Agustusmu?

Salam
Arni

30 comments:

  1. Agustusku, nonton berbagai perlombaan yang diselenggarakan panitia tingkat RW ^_^. Kebanyakan buat anak-anak lombanya.

    ReplyDelete
  2. Meski Agustusan tahun ini aku hanya ikutan Upacara nemenin anakku tanpa ikut lomba. Tetep kemeriahan lomba 17an terasa nyata

    ReplyDelete
  3. Di kampung aku selalu antusias kalo ada agustusan mba, apalagi anak-anaknya hahaha pasti pada ikutan daftar lomba

    ReplyDelete
  4. Serunya agustusan itu ikut lomba dan beragam kegiatan menarik lainnya di kampung, guyup rukunya jadi terlihat....

    ReplyDelete
  5. agustusanku ya upacara mbaa hahaha
    sama beberapa event kenegaran juga sik
    tp peringatan agustusan juga ada seseruannya lho di kantorku dan udah beberapa tahun ini berjalan ada pesta rakyat yang rame bangeeet

    ReplyDelete
  6. Perayaan tiap tahun yang aku bilang nggak boleh hilang sampai akhir zaman deh hehe, dikomplek aku juga bersatu nih dalam 2 hari bisa 16-17/17-18 kayak tahun ini.

    ReplyDelete
  7. Perayaan tujuh belasna mmang paling berkesan selain upacara bendera adalah lombanya ya. Kadang suka keinget masa kecil

    ReplyDelete
  8. Aku termasuk orang yang nontonin tv untuk melihat bagaimana upacara bendera berlangsung di istana. Karena memang beda banget sih rasanya, kalau lomba-lomba gitu malah gak ikutan.

    ReplyDelete
  9. Saya lelah kalau lihat berbagai komen negatif hihihi. Ya aktivitas apapun selalu ada sisi bagus dan enggaknya. Tidur aja kalau kebanyakan bisa berbahaya, yakan? :D

    Berbagai lomba Agustusan buat saya itu seseruan aja selama masih dalam batas sopan. Ya memang kenyataannya ada lomba-lomba zaman now yang kayaknya agak-agak gimana gitu. Saya mah suka yang klasik-klasik aja kayak makan kerupuk, balap karung, panjat pinang, tarik tambang, dll. Lomba bapak-bapak main sepak bola pakai daster juga lucu. Kalau pun ada resiko bahaya, bisa diminimalisir, lah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi inget masa kecil kalau lihat lomba Agustusan. Biasanya saya suka disuruh pakai kebaya hahaa

      Delete
  10. kangen panjat pinang pas agustusan.. sudah jarang banget jaman now :(

    ReplyDelete
  11. di komplek rumahku malah sepi2 aja ka, pada banyak yang berburu resto diskonan termasuk aku hehehe

    ReplyDelete
  12. Aku juga suka bangeeett bulan Agustus. Semuanya terasa lebih meriah dan terasa 'Indonesia' banget :D

    ReplyDelete
  13. 17 agustus ajang cari promo hahahha.. tapi kalo orang yang pikirannya negthink emang selalu mandang jelek lomba agustusan.. maybe karena dia nggak pernah diajak lomba

    ReplyDelete
  14. aku ga pernah nonton upacara 17an di istana negara lewat TV. Sebenarnya tahun ini ingin lihat juga tuh yang iring-iringan dari Monas ke Istana Negara tapi barengan sama lomba di komplek.

    ReplyDelete
  15. Tos lah mba,aku juga gt sekeluarga,lebih tepatnya bapakku pasti mantengin. Setuju banget tuh sama acara komplek,ampun yah kalo lokasi tempat tinggal udah pada kerja semua,gak kompak lagi,fyuh.

    ReplyDelete
  16. Toss..aku selalu nonton siaran live upacara di Istana negara, di tipi, Mbak Arni. Sekarang ajak anakku nonton juga. Karena di sekolah mereka acara lomba sehari sebelumnya. Jadi cuma upacara aja.
    Di RT kami serumah juga selalu ikut perlombasn. Cuma tahun ini absen karena anakku di RS tgl 18 operasi usus buntu

    ReplyDelete
  17. Hahaha kadang itu yang nulis status beraninya di medsos doank. Kalau kita keluar dr medsos ke dunia nyata masih banyak sekali org2 yang ngikutin lomba dan upacara dengan happy. Makanya kalau medsos ditutup aku hepi banget #ikikomenapasih wkwkwkwk

    ReplyDelete
  18. Saya juga suka nonton pengibaran bendera di TV. Penurunannya juga dipantengin. Hahaha seru. Berasa ikut upacara kadang-kadang. Bener 17an itu mempersatukan. Andai tiap hari yaaa

    ReplyDelete
  19. Ini yang paling dinanti dari datengnya 17 Agustus. Persatuan dan kesatuan kerasa banget. Gak terlihat ya perbedaan-perbedaan kita. Yang ada kita bahagia dengan momen kemerdekaan

    ReplyDelete
  20. Agustusku selalu diawali tirakatan malam 17-annya.Kemudian ntn upacara di TV pada pagi harinya. Skrg gak ada upacara, kalau dl ya ikut upacara di RW. Siangnya lomba-lomba, sore ntn penurunan bendera. Wis itu rutin tiap tgl 16-17. Tahun ini malah kebagian masak dan bikin goodie bag lomba. Pokoknya sibuk, tp gpp, setahun sekali ini.

    ReplyDelete
  21. Perasaannya sama Mbak sama saya. Setiap memasuki bulan Agustus selalu bahagia. Bulan ini bulan pestanya rakyat Indonesia. Eh malah di 3 negara ya. Malaysia dan Singapura juga Hari Kemerdekaannya di bulan Agustus.

    Bulan ini di perumahan tempat saya tinggal sungguh beda dari biasanya. Semaraknya di setiap gang. Hiasan merah putih tampak menghiasi jalan-jalan.

    ReplyDelete
  22. Kemaren anakku ikutan acara agustusan di sekitar rumah mba, dia bilang sering2 aja Mom ada keseruan seperti ini :)

    ReplyDelete
  23. Waah yang Komen negatif itu belum ngerasain manfaatnya ya mba. Menurutku lomba2 Dan kegiatan 17 sangat bermanfaat kok apalagi di kota2 besar Jabodetabek.

    Btw mba Arni kendari? Wah dulu suami saya kuliah disitu, saya juga ada beberapa teman disana :D

    ReplyDelete
  24. Itu keren banget bisa melakukan pengibaran bendera di atas perahu, setiap tujuh belasan datang semarak dan kemeriahan lomba kerap mewarnai berbagai aktifitas di lingkungan perumahan. Senyum2 ceria terpamcar dari yg masih bocah sampe ibu2 dan bapak2nya

    ReplyDelete
  25. Teruntuk kakanda yang berkomentar ini "aneka lomba 17-an hanya buang-buang waktu dan gak ada gunanya" semoga kelak disadarkan betapa banyak makna yang tersirat dari sebuah permainan tarik tambang, dan panjat pinang yang menurutnya berbahaya itu. Ah, sepertinya beliau kurang jalan-jalannya. Hehhe

    ReplyDelete
  26. Di komplek aku juga masih mba mempertahankan tradisi lomba 17an dan karnaval baju daerah juga sepeda hias. Semangatnya adalah supaya generasi setelah kita tetap bisa ngerasain apa yang kota rasain dulu.

    ReplyDelete
  27. Baru tahu ada yang komentar tidak banget tentang lomba agustusan. Padahal bisa ajang silaturahim antar warga satu RW. Bahkan membahagiakan untuk anak-anak

    ReplyDelete
  28. Bulan agustus salah satu bulan yang spesial buat Indonesia dan saya, karena sama-sama ulang tahun hehehe.

    ReplyDelete