Saturday, November 7, 2020

,

Melawan Trauma Mendadak Catlover



Suatu hari di pagi yang cerah, kami terusik dengan suara memelas yang terdengar dari arah depan rumah. Suara kucing kecil yang sepertinya ketakutan, bingung atau apalah. Intinya kami benar-benar terusik karena suaranya terus menerus tak berhenti. 

Bertiga (saya, Prema dan Ayah) mencari-cari sumber suara itu. Di bawah pohon, di taman depan, di bawah tangga, teras samping, garasi, gak ada kittennya. Tapi suaranya terdengar dekat sekali. Sampai akhirnya, menjelang sore saat Ayah berencana mencuci mobil, ketemu deh sumber suaranya. Si Kitten terjebak di bawah kap mobil. Meringkuk di balik plat. Dan terus mengeong memelas. Haduuuuuh…. 
Proses rescuepun dimulai. Mulai dari mengiming-imingi makanan. Memanggil pelan-pelan, sampai mencoba menarik keluar. Susah ternyata, kittennya masih panikan. Belum percaya manusia. Tangan Ayah sempat kena cakar. Prema juga mulai heboh manggil-manggil dan membujuk. Akhirnya berhasil ngajak keluar. Mau minum susu sedikit, sisa susu Prema saat makan koko krunch. Setelah itu dia balik lagi ke ngumpet ke tempat semula. Sepertinya udah ngerasa anget dan cocok di sana. Akhirnya satu-satunya jalan, mesin mobil dihidupkan. Waaaa, beneran dong, dia langsung lompat turun dan menjauh. 

Kucingnya terjebak di sini


 “Bu, kucingnya kita pelihara yaaa….,” Prema mengajukan permohonan 

Yak, drama perkucinganpun dimulai! 

Saya Bukan Catlover

Kalau baca tulisan dari atas tadi, proses rescue dilakukan oleh Ayah dan Prema saja. Saya hanya melihat dari jauh. Ya, saya gak berani dekat-dekat. Saya geli dan takut sama kucing. 

Lalu bagaimana dengan permintaan Prema tadi? 

NO! BIG NO! Itu respon awal saya. 

“Tapi kasihan anak kucingnya, bu. Lihat deh, dia kedinginan, ketakutan, gak ada induknya. Kalau dia kelaparan bagaimana?” 

“Kucing liar banyak kok dan baik-baik aja!” Saya tetap menolak 

“Ibu lihat deh. Ini kucingnya imut sekali. Kasihan dia bu. Prema janji deh, bakalan ngurus baik-baik. Ibu gak usah ikutan. Nanti beli makanannya pakai uang tabungan Prema aja,” Masih tetap usaha lho dia 

Setelah perdebatan yang alot dan ditengahi Ayah, akhirnya kami sampai pada kesepakatan : 

 • Prema boleh pelihara kucing, dengan syarat rawat sendiri mulai dari memberi makan sampai membersihkan kotoran dan lain-lainnya. Makanan, litter box dan pasirnya (kami pakai pasir wangi) akan dibelikan  

 • Kucing hanya punya area bebas di teras, halaman dan sekitarnya. Gak boleh masuk rumah sama sekali. Gak ada toleransi untuk ini. 

 • Setiap kali habis menyentuh kucing atau berurusan apapun dengan kucing, Prema wajib langsung membersihkan diri. Cuci tangan/mandi/ganti baju, tergantung kondisi sentuhannya. 

 • Kucing tidak boleh ngacak-ngacak tanaman ibu. 

Awal-awal diadopsi, kucingnya ngacak-ngacak monstera saya


Kesepakatan ini saya anggap win-win solution dong. 

Well, saya bukan membenci kucing lho ya. Saya suka lihat kucing. Gemes lihat tingkahnya, apalagi kalau kucingnya cantik berbulu lebat. Suka deh. Tapi ya sebatas lihat aja, gak ada ceritanya saya bersentuhan langsung dengan kucing. 

Entahlah, dalam pikiran saya, apa ya, sebersih-bersihnya si kucing, meski pup di pasir wangi sekalipun, tapi khan tetap aja dia garuk-garuk buat nutup pupnya pakai kaki. Lalu kaki yang sama berjalan-jalan di lantai rumah yang akan kami injak juga. Apalagi sampai masuk rumah, naik ke kursi, kasur dll. Huaaaa…. Saya gak sanggup bayanginnya. 

Sekali lagi, saya bukan membenci kucing.  Di depan teras kami, ada sebuah pojokan tempat menaruh makanan untuk kucing.  Setiap hari, secara rutin kami meletakkan makanan di sana, untuk kucing-kucing liar yang kebetulan lewat atau sengaja singgah.  Saya juga sering ikut memberi makan.  Tapi bukan memeliharanya ya.

Bukan sekedar geli sih, saya juga memiliki trauma. Pernah suatu hari di masa lalu saya dicakar kucing. Menyisakan guratan di lengan. Selain itu saya juga pernah dikejutkan akan sesuatu yang berhubungan dengan kucing, gak usah diceritakan, intinya saya trauma. Saya memang bukan catlover. 

Prema dan kucing kesayangannya

Satu Bulan Pertama Bersama Kucing 


Musti, nama kucing peliharaan Prema. Namanya diambil dari nama tokoh di buku cerita favoritnya sejak kecil yang memang tokohnya adalah si kucing kecil bernama Musti. Awal-awal, hampir tiap hari saya ngocehin Prema untuk mengingatkan tanggung jawabnya member makan dan membersihkan kotoran Musti. Seneng mainnya, tapi ternyata dia geli juga bersihinnya. Malah beberapa hari pertama dia sempet hoek hoek saat bersihin kotoran kucing. Haha. 

Buku cerita Prema, isnpirasi pemberian nama Musti

Makin ke sini, Prema makin sadar akan tanggung jawabnya. Udah gak hoek-hoek lagi saat berurusan dengan kotoran kucing. Bahkan udah berani mandiin kucingnya sendiri (sebelumnya dibantu Ayah). Dia juga jadi punya kesibukan baru yang bikin excited setiap hari. Bermain bersama Musti. 

Sebelum ada Musti, ini adalah salah satu area favorit saya
Duduk santai di sana, ngurus tanaman, baca buku, nonton film dll
Sekarang, di sisi kanan foto ini jadi area litter box dan "kamar" Musti

Yang jadi “hilang” adalah area me time saya di teras samping. Biasanya di sana buat saya nyantai sembari mengurus tanaman, sekarang area itu ditempati oleh Musti (tempat tidur dan litter boxnya). Tanaman sih tetap mejeng cantik di rak, tapi saya gak lagi duduk nyantai di sana. 

Di sisi lain, saya merasa pelan-pelan bisa melawan trauma saat didekati kucing. Kalau dulu, saat kucing mendekat saya bisa teriak-teriak histeris. Apalagi kalau sampai tersentuh. Panik deh saya. Sekarang, saya bisa sedikit lebih santai dan tenang, meski kucingnya mondar mandir melintas di samping, saat saya duduk di tangga luar misalnya. Saya juga bisa menikmati kelucuan Musti saat bermain, melompat dan aktivitas lainnya. 

Halo semua! Salam manis dari Musti


Buat Prema, memelihara Musti menjadikan dia lebih bertanggung jawab. Memastikan Musti makan cukup, bersih dan tidak melewati batas. Mengurangi bermain gadget, karena sedang senang-senangnya bermain bersama Musti. Selain itu, ini melatih rasa peduli dan kasih sayangnya pada semua makhluk ciptaan Tuhan. 

Begitulah. Ada saling mengerti dan memberi ruang untuk keinginan orang lain. Tetap saling menjaga batasan dan beradptasi. Bonusnya, bisa jadi ini saya sebut sebagai “melawan trauma” meskipun tetap sih, saya bukan catlover hehe. Yang mendadak catlover cukup Prema dan Ayah aja deh. 

Kalian punya trauma apa? Cerita yuk 


Salam 

Arni

16 comments:

  1. Wah sudah saya baca semua artikel di atas. Wah saya juga bukan cat lovers. Cuma sering saja kalo ada kucing datang ke rumah tetap saya aksih makan. Tapi hanya sebatas di luar rumah. Kalo di dalam rumah belum diizinkan. bukan benci, tapi ....

    ReplyDelete
  2. Saya trauma kalo melihara kucing dari kecil, lalu kucingnya mati. Karena saya udah banyak banget pelihara kucing dari kecil dan banyak yang mati, entah sakit atau mati tertabrak.

    Makanya kalo ada kucing ke rumah, ya tetap kasih makan (kalo ada), tapi gak tinggal di dalam rumah, biarkan si kucing bergerak bebas di luar.

    Punya sisi positif juga ya buat Prema, jadi paham bagaimana cara merawat kucing si Musti. Itu tanamannya jadi bolong karena kucing atau memang janda bolong hehehe

    ReplyDelete
  3. Dari dulu suka sama kucing, tapi sebatas suka gak melihara.
    Soalnya waktu kecil pernah punya kucing sama adikku, tapi gak dibolehin sama mamak.
    Jadi jucing dirumah itu,dikasih sama tetangga. Sampe sekarang gak melihara lagi

    ReplyDelete
  4. Dari dulu suka sama kucing, tapi sebatas suka gak melihara.
    Soalnya waktu kecil pernah punya kucing sama adikku, tapi gak dibolehin sama mamak.
    Jadi jucing dirumah itu,dikasih sama tetangga. Sampe sekarang gak melihara lagi

    ReplyDelete
  5. Saya juga ngga suka pelihara hewan apapun. apalagi kucing yang butuh perawatan ekstra kalo lihat kucing teman saya. Belum makananya, vaksinnya, perawatannya. Rasanya seperti punya bayi baru hihi. Belum lagi kalo beranak pinak wadaww

    ReplyDelete
  6. Musti imut sekali, Udah ketauan belum mbak jenis kelaminnya. Kalau agak gede disteril aja misal nggak mau nambah kucing. Setauku kucing gampang beranak pinak

    ReplyDelete
  7. Kucingnya imut sekali tuh. Memang binatang satu ini bikin hati kita terenyuh. Beruntung diselamatkan oleh keluarga yang baik hati ya, hehe
    Semoga merawat kucing kecil ini makin asyik dan semangat ya Kak...

    ReplyDelete
  8. Nah ini saya mah geli sama kucing. Ditempat saya kucing liar suka buang kotoran di kaca depan mobil. Ampun deh..yang ada banyak yang suka nyabetin kucing deh..habis kelakuannya aneh pdhal tanah pekarangan banyak dan luas tapi milih buang kotorannya di kaca depan mobil hmmm ..

    ReplyDelete
  9. Wah Prema penyayang kucing ya... kasihan juga Musti terjebak di kap mobil. Keren nih aksi penyelematannya ya... Btw, anak ketiga saya juga udah lama minta diizinin piara kucing tp anaknya sy nilai belum siap bertanggung jawab, jadinya blm bs memelihara kucing deh...

    ReplyDelete
  10. dengan punya peliharaan, Prema jadi makin bertanggung jawab ya. Ada sisi positifnya kan ya. Dan pelan-pelan trauma ibunya pada kucing mulai berkurang.

    Prema, jagain Musti ya, jangan sampai mengacak-acak tanaman ibu

    ReplyDelete
  11. Dulu Bapak saya pelihara kucing, tapi di luar rumah persis ini, karena kakak saya ada yang punya asma, ga kuat dia sama bulunya...Tapi, sama saya bukan catlover meski ga ada trauma.
    Sebenatnya banyak manfaat bagi anak punya hewan peliharaan seperti kucing ini ya, Mbak. Tapi ya itu tadi, anak- anak di rumah keduanya ada asma jadi mereka minta pelihara kucing belum saya ijinkan juga.
    Senangnya Prema punya teman bermain yang baru. Musti nama yang unik!

    ReplyDelete
  12. Lucu dan seru ceritanya. Aku sih nggak suka kucing juga. Bukan karena trauma tapi nggak suka kucing bikin kotor rumah. Nyolong makanan juga. Makanya saya galak sama kucing. Hehe...

    ReplyDelete
  13. Wah, salam buat dek Prema yaa, aku juga sukak kucing mkwkwkw. Emang butuh komitmen sih pelihara kucing dan tidak bisa dipaksakan utk mereka yang gasuka. Semoga semakin dewasa, Prema bisa makin peduli ke hewan2 yang terlantar.

    Jangan lupa Musti dikasih vaksin ya kak, mulai musim hujan banyak virus huhu

    ReplyDelete
  14. Hai mba Arni, aku juga bukan catlover, kurang lebih samalah. Cuma seneng liat dari kejauhan, megang ga mau,salam jauh buat musti hehe..
    Oiya kali pertama berkunjung kesini, salam kenal

    ReplyDelete
  15. Ada plus minus dengan kehadiran si kucing ini ya mbak.

    Berbeda dengan adik saya yang pecinta binatang, saya suka kucing tapi hanya buat lucu lucu in atau mengajak mainnya saja. Sekarang juga pengen sih melihara kucing ketika pandemi ini, hanya saja kebayang dengan kegiatan harus vacuum sofa dan kursi setiap hari karena bulu kucing.

    ReplyDelete
  16. Saya juga bukan catlover, tapi pas ada anak kucing yang baru lahiran dibuang didepan rumah. Saya kasihan banget, kukasih susu anak pakai sendok. dan akhirnya 3 hari kemudian dia mati. Karena gak bisa minum susu. Sedih kalau ingat siang malam itu kucing mengeong dengan keras.

    ReplyDelete