Ketika
bulir-bulir rindu terasa memenuhi ruang hati, ketika romansa masa lalu
seringkali lewat sekelebat dalam ingatan dan butiran hangat terasa mulai
menggenang di ujung pelupuk mata setiap kali terhubung dengan yang tercinta di
ujung ponsel, inilah saatnya memutuskan
untuk pulang. Ya, pulang. Ke kampung halaman. Menemui yang tercinta. Mengukir cerita baru. Membaur dalam pelukan hangat. Mudik, begitu kata sebagian orang.
“Terdampar”
jauh dari kampung halaman, terkadang menghadirkan rasa rindu yang
melonjak-lonjak. Bukan tentang susah move on dari masa lalu, tapi memang kenangan itu hadir untuk
mengingatkan kita akan keindahan masa kecil, tentang dapur yang menyajikan
olahan penuh cinta dari tangan hangat Ibunda, meski itu hanya berupa nasi putih
diberi sejumput garam dengan beberapa tetes minyak kelapa yang juga buatan
tangan, dengan sebutir telur ayam kampung dibelah empat, hasil panen Bapak di
pagi hari. Tentang kebun di samping
rumah yang selalu menghadirkan sayuran dan buah-buahan segar, hasil kerja keras
Bapak setiap sore sepulang kantor. Belum
lagi kenangan kegembiraan dan kebersamaan dengan para sahabat di masa
sekolah. Ah… benar-benar memanggil
pulang rasanya.
Maka inilah,
sepenggal kisah mencumbu rindu dalam balutan cerita mudik.
Keluarga Adalah Tempat Untuk Pulang
Keluarga
adalah mereka yang siap menerima kita apa adanya. Keluarga adalah puisi terindah penuh makna,
irama termerdu dalam cakap dan canda, catatan kenangan manis kebersamaan. Merantau belasan tahun, seringkali alam bawah
sadar saya menghadirkan mimpi dengan latar belakang kehidupan masa kecil. Tentang kamar mungil di salah satu sisi
rumah. Tentang pojok membaca favorit
saya di salah satu sudut. Tentang
ruang-ruang dan meja makan tempat kami dulu menghabiskan waktu menyantap
makanan masakan Ibu.
Saya juga
tak mengerti mengapa saya sering bermimpi seperti ini. Buat saya agak aneh, karena yang saya
mimpikan adalah benar-benar rumah masa lalu.
Yang kondisinya belum direnovasi seperti sekarang. Rumah yang saya tempati sejak masih piyik
hingga SMA. Setelahnya rumah kami
direnovasi, dengan beberapa ruanng tambahan, dengan ukuran yang lebih besar dan
lega, dengan posisi kamar saya yang berpindah ke sisi lain. Rumah baru ini saya tempati hingga lulus
kuliah, sebelum kemudian merantau ke kota lain karena tugas pekerjaan.
Tapi di atas
semua itu, ada kehangatan dalam keluarga
yang rasanya belum tergantikan hingga saat ini.
Dan akhirnya, di penghujung 2017 kemarin, kami memutuskan untuk pulang. Oh oke, mungkin saya lebay ya, mau mudik aja
pakai rasa mendalam begini. Padahal khan
mudiknya dekat, hanya 3 jam perjalanan dengan pesawat (ditambah 1 jam karena
perbedaan waktu). Jakarta – Kendari mah
gampang. Penerbangan setiap hari juga
ada. Tapi ya gitu, saya memang jarang
mudik. Belum tentu setahun sekali.
Alasan
pertama adalah Prema sudah sekolah. Gak
bisa sesuka hati pengen liburan. Mudik
kalau hanya 1 atau 2 hari pastinya gak
puas. Jadi ya nunggu libur sekolah
dulu. Alasan kedua, sejak menikah,
tujuan mudik kami ada dua : Kendari ke rumah orang tua saya dan Bali ke rumah
orang tua suami. Harus adil dong
ya. Gak bisa kami ke Kendari terus atau
ke Bali terus. Belum lagi kami juga
sesekali pengen liburan ke tempat-tempat lainnya, kadang bareng-bareng dengan
keluarga besar. Alasan ketiga, Bapak dan
Ibu saya cukup sering berkunjung ke Bogor.
Dalam setahun bisa 2 atau 3 kali beliau menengok kami. Jadi frekuensi bertemu sebenarnya cukup
sering.
Baca juga :
Traveling Bareng Keluarga Besar
Tapi…….
Tetap saja
tak bisa menggantikan rasa rindu di hati saya.
Rindu pada suasana kampung.
Maka. Mudik adalah kebutuhan jiwa yang
merindu. Yang memanggil-mangil untuk
bercumbu. Memenuhi hati yang syahdu. Agar jangan sampai penuh debu.
Begini Rasanya Jadi Alumni
Mudik
artinya menguak kembali cerita masa lalu.
Termasuk cerita tentang masa sekolah, tentang para sahabat yang mengisi ruang masa kecil dan remaja, tentang
guru-guru yang memberi ilmu dan mengukir cerita tersendiri.
Beberapa kali
mudik, saya biasanya menyempatkan diri untuk ngumpul bareng teman-teman. Meski hanya sebentar, tapi cukup untuk
melepas kangen. Sekedar tahu kabar teman
yang biasanya hanya ramai di grup-grup WA adalah kebahagiaan yang tak bisa
ditukar dengan sapa kata lewat tulisan.
Meski tak sempat bertemu dengan banyak teman, karena tentunya
masing-masing punya kesibukan, tapi saya cukup bahagia.
Melihat
semua sehat. Tertawa bahagia
bersama. Itu sudah cukup.
Saya juga
berkesempatan menyusuri kembali jalan-jalan yang dulu saya lalui saat
bersekolah. Semacam napak tilas
jadinya. Mengintip bangunan Sekolah yang
masih berdiri kokoh, lalu membayangkan saya pernah memasuki gerbang itu. Pernah berbaris rapi di lapangannya dan
pernah berkejar-kejaran penuh kegembiraan di selasarnya. Ah, saya tersenyum sendiri mengingat kenangan
itu. Kok, manis banget ya rasanya.
Sekolah ini
sedikit banyak membentuk kepribadian saya sekarang. Guru-guru hebat didalamnya juga punya peran
memberi bekal tak terbaik untuk masa depan saya. Meski tak sempat bertemu beliau-beliau tapi
saya banyak mendengar cerita manis. Itu
sungguh pelipur rindu yang menyenangkan.
Bertemu Kawan-kawan Baru
Mudik bukan
hanya tentang masa lalu. Akhir tahun
kemarin, saya berkesempatan bertemu dengan beberapa kawan blogger, ada yang
memang sudah kenal sebelumnya, ada juga yang memang baru kenal dan pertama kali
bertemu, meski begitu kami sudah sering terhubung lewat komunitas dan media
sosial.
Bertemu
kawan dengan hobi dan minat yang sama, menghadirkan bahagia tersendiri. Rasanya seperti menemukan bagian dari
keseharian. Ketemunyapun jadi bukan
sekedar foto-foto narsis (yang ini memang wajib sih) tapi juga diisi dengan
sharing tentang “pekerjaan” yang kami tekuni bersama.
Be Malulo Blogger |
Mereka masih
muda-muda. Saya mendadak merasa pengen
ngumpetin KTP deh pas ngumpul-ngumpul tempo hari. Eh, tapi, memang gak ada yang nanyain KTP
juga sih ya hahaha. Meskipun ya,
begitulah, anak-anak muda ini telah
membuat saya menunggu hampir satu jam dari waktu yang telah ditentukan. Ckck…
wahai anak muda, hargai janjimu, hargai waktumu. Fyuuuh… untung janjiannya di mall, jadi saya
gak yang bête-bete amat dan gak sampe dilalerin *melet ke Be Molulo Blogger*
Mencumbu Rindu, Menabung Kenangan
Yes. Seperti
yang saya bilang diatas, mudik selalu
menyisakan banyak kisah. Saya jadi punya
tabungan kenangan yang memenuhi ruang memori.
Bahkan sampai saat menulis ini, bahagi untuk perjalanan yang hanya seminggu
itu masih saja terasa hangat di hati.
Jadi kawan,
sesekali dalam hidupmu, pulanglah ke rumah masa kecil. Lakukan perjalanan hati. Karena rumah, keluarga, sahabat adalah tempat
untuk pulang.
Sudahkah
kamu menelpon orang terkasih hari ini?
Baca ini jadi pengen pulang ke Malang mbak, saya juga rindu Bali...7 tahun bukan waktu yg sebentar ketika merantau disana...saya suka kalimat 'Keluarga adalah mereka yang siap menerima kita apa adanya'...yeesssss setuju
ReplyDeleteWah pernah tinggal di Bali ya mbak
DeleteSaya malah belum pernah tinggal di Bali. Rata-rata kalau ke Bali hanya untuk liburan atau karena ada acara keluarga. Paling lama seminggu doang
I feel you, Mbok. Orang tuaku di Jambi, mertua di Pemalang. Dulu habis nikah aku pengen tinggal di Jogja, karena emang aku sebelumnya udah hidup di sana. Tapi dengan pertimbangan satu dan lain hal, termasuk biar deketin salah satu orang tua, aku pilih pindah ke Pemalang. Kenapa? Biar tiap tahun aku nggak ada tujuan mudik lain kecuali ke Jambi, tempat orang tuaku. Bayangin misalnya kami tinggal di Jogja, tiap mau mudik pasti pertimbangannya: mau ke Pemalang atau Jambi. Yah, walaupun Jogja-Pemalang cuma 6-7 jam perjalanan darat, tapi kalau lama nggak ketemu kan nggak bisa juga cuma sebentar.
ReplyDeleteEtapi aku mudik ke Jambi itu buat nyambangin orang tuaku. Kalau kenangan masa kecilku semuanya terhampar di Palembang :D
Iya mas. Tinggal berjauhan dari orang tua itu rasanya kangen setiap hari
DeleteTapi semua ada plus minusnya sih. Jauh dari orang tua menjadikan kita mau gak mau suka gak suka harus belajar mandiri
Yang paling sedih sebenarnya saat orang tua sakit dan kita gak bisa yang mudik dadakan karena beberapa kendala, huhuhu itu rasanya pengen punya pintu kemana saja milik Doraemon deh
Keluarga adalah harta paling berharg dlm.hidup.kita ya mbaa
ReplyDeleteIya mbak
Deletekeluarga itu adalah mereka yang menerima kita apa adanya, seperti apapun keadaan kita
Terasa sekali olehku mbak Arni menulis ini dengan rasa yang mendalam. Lewat tutur kata dan foto2, ada bahagia dan haru yang turut kurasa mbak. Lebur kah seluruh rindu?
ReplyDeleteBelum seluruh rindu sih
DeleteTapi minimal terkikis sedikit rindunya
Makasi mbak Rien
Duh jadi mewek pengen mudik juga T.T
ReplyDeleteOoo di Kendari jg ada ya perhimpunan blogger2nya? Kok bisa tahu sih Mbak Arni?
Seneng ya bisa ketemu keluarga dan ketemu tmn2 baru :D
Ayo mudik mudik
DeleteIya di Kendari ternyata ada perkumpulan bloggernya. Aku juga baru tau pas mudik itu
aaaahhhh,,, padahal januari kemaren mah daku ada di kendari juga kak Arni,,, itu kok bisa ketemu2 tanpaku? hehehe... btw aaaah kabita aayam betutunyaaaaaa
ReplyDelete