jatasya hi
dhruvo mrityur
dhruvam janma
mrtasya ca
tasmad
apariharye ’rthe
na tvam
socitum arhasi
Therefore, in the unavoidable
discharge of your duty, you should not lament.”
sehingga terhadap hal yang tak
terelakkan ini, janganlah engkau berduka.
*****
Beberapa hari terakhir saya dibuat terkaget-kaget dan agak shock karena berita duka yang datang silih berganti. Mulai dari keluarga dekat, kawan hingga kerabat jauh. Paling lemes rasanya pekan lalu, dalam seminggu yang hanya 7 hari, saya menerima 5 kabar duka. Duuuuh…
Kita memang tak akan bisa mengelak dari kematian. Pada akhirnya kita semua akan dipanggil kembali oleh pemilik sejati. Tak ada tawar menawar apalagi pakai nyogok hanya agar bisa lolos. Jadwalnya udah ada. Hanya saja kita tak tahu waktunya.
Bicara soal kematian, hanya ada dua kemungkinan : Meninggalkan atau ditinggalkan. Semuanya butuh kesiapan hati dan mental. Meskipun ya, tak ada yang benar-benar siap akan kehilangan, tapi kita memang harus belajar merelakan dengan ikhlas saat ditinggal dan menyiapkan diri sebaik-baiknya agar siap meninggalkan dan “membawa bekal” terbaik untuk pertanggungjawaban kemudian.
Baca juga : Uninstall 2020
Meninggalkan, Akan
Dikenang Seperti Apa Kita?
Diberi kesempatan terlahir sebagai manusia yang dilengkapi dengan akal pikiran menjadikan kita makhluk yang (seharusnya) lebih baik dari hewan dan tumbuhan. Nyatanya kita seringkali alpa dan menggunakan kelebihan ini untuk hal-hal yang kurang baik. Saat tiba waktunya kita kembali pada-Nya, kita akan meninggalkan banyak kisah, banyak cerita yang akan dikenang orang dan menggambarkan bagaimana kita semasa hidup. Sudahkah kita menulis kisah terbaik?
Keluarga
Keluarga adalah tempat untuk pulang, dalam cinta dan kehangatan. Saat salah satu anggotanya pergi, tentunya rasa kehilangan mendalam terjadi di keluarga. Bagaimanapun hubungan yang terjalin dalam keluarga, rasa kehilangan pasti ada. Namun, kita tentunya ingin pergi dan dilepas dalam cinta. Dalam kenangan yang baik. Mari tanyakan pada diri sendiri, sudahkahkah menjadi istri/suami yang baik? Sudahkah menjadi ayah/ibu yang baik? Sudahkah menjadi anak yang baik? Sudahkah menjadi cucu yang baik? Dst dst
Kita memang kembali sendiri. Doa-doa akan menjadi pengantar dalam perjalanan. Doa terbaik adalah doa yang diberikan dengan cinta. Duh, nulis ini saya mellow sendiri. Teman-teman yang baca jangan baper ya, sesungguhnya saya sedang mengingatkan diri sendiri.
Teman-teman
Setelah keluarga lalu ada teman-teman. Hari gini, hampir semua terhubung dengan banyak teman, baik dalam interaksi langsung maupun melalui grup-grup di layanan berbagai aplikasi yang tersebar. WAG, telegram dan lain sebagainya. Pernah terbayang gak, ketika suatu hari kita tak ada lagi di sana, kesan apa yang akan kita tinggalkan kelak.
Teman yang baik?
Teman yang sering mengeluh?
Teman yang kocak?
Teman yang bijak?
Atau apa?
Semua kita yang menentukan. Apakah nama kita masih akan hadir dalam percakapan-percakapan di WAG dalam waktu lama. Apakah ada hal tertentu yang membuat mereka tiba-tiba mengingat kita ketika terlibat dalam obrolan. Atau justru dilupakan begitu saja karena ya memang tak banyak yang bisa dikenang.
Pekerjaan dan
Kewajiban
Jujur deh, siapa yang sering menunda-nunda pekerjaan? Err… saya juga sih. Biasanya mikir deadline masih lama, nanti aja dikerjainnya. Lha kalau tiba-tiba saya dipanggil sesaat setelah mikir begitu, jadinya saya bawa hutang dong. Duuuuh!
Saya pernah punya pengalaman ngerjain sesuatu dengan seseorang. Sebuah project gitulah. Pekerjaan dibagi-bagi agar selesai tepat waktu dan bisa segera dipresentasikan ke client. Dua hari sebelum waktu yang ditentukan, partner saya dipanggil Tuhan. Dan apesnya, ternyata bagian dia belum diapa-apain sama sekali. Huaaa neyesek banget. Udahlah berduka, kehilangan, tapi pengen marah juga jadinya. Mau marah ke siapa, yang dimarahin udah gak ada. Akhirnya pontang panting ngebut ngerjain bagian dia juga agar selesai tepat waktu.
Nah, kalau ingat-ingat dan pas lagi waras, saya berusaha menyelesaikan kewajiban sesuai jadwal bahkan kalau bisa ya sebelum tenggat jatuh tempo. Biar gak ninggalin hutang. Tapi kalau lagi malas, pasti ada aja alasan untuk menunda, apalagi kalau udh ketemu drakor favorit, wew bablas deh ngaretnya haha. Ampuuuuuuun
Media Sosial
Hari gini, mereka yang melek internet hampir semua punya media sosial. Bahkan banyak yang punya di banyak platform sekaligus. Facebook, instagram, youtube, twitter, tiktok dan lain-lain. Tulisan, foto, video atau apapun yang kita unggah di medso akan menjadi jejak yang abadi di sana. Di belantara dunia digital.
Biasanya, saat ada yang meninggal, orang-orang akan menelusuri jejak digitalnya. Ada yang sekedar pengen tahu seperti apa sepak terjangnya, mengucapkan bela sungkawa, mengirim doa atau bahkan ada yang paling ekstrim malah mensyukuri kepergiannya, bahkan tak jarang masih disertai kalimat-kalimat tak pantas. Duuuh semoga kita dijauhkan dari yang terakhir itu.
Entah itu menulis yang baik-baik, menulis yang bermanfaat, berbagi kebahagiaan ataupun mengunggah ujaran kebencian, kemarahan, baik lewat tulisan, gambar atau video semua akan kita pertanggungjawabkan kelak. Mau dikenang dan meninggalkan jejak seperti apakah kita nanti?
Pikir, ucap dan laku berada di dalam kendali kita.
Ditinggalkan, Menyikapi Kehilangan
Kemungkinan kedua adalah ditinggalkan. Setiap kita pasti akan mengalami ini. Orang tua, pasangan hidup, anak, keluarga, teman-teman mungkin akan pergi satu persatu. Tahun lalu saya kehilangan bapak. Butuh waktu berbulan-bulan untuk menata hati dari kehilangan. Tak siap dan saya yakin tak ada yang benar-benar siap untuk kehilangan.
Meski begitu, menyadari bahwa kita semua akan ke sana mungkin bisa jadi pelipur lara. Mengirimkan doa terbaik untuk yang pergi akan menjadi penguat hati. Meskipun ya, setiap melihat foto bersama bapak, segenap kenangan dan kerinduan ikut hadir. Segenap rasa duka menoreh hati. Salah satu mantra yang membuat saya kuat adalah yang saya hadirkan sebagai pembuka tulisan ini. Saya yakin, di keyakinan teman-teman juga sama, bahwa kita semua menuju ke sana.
Maka demikianlah, tugas kita di dunia ini sebenarnya sederhana:
Menjadi orang baik
( Menulis adalah
mengingatkan diri sendiri )
Salam
Arni
Sama kak, sejak pandemi ini rasanya kematian banyak mengingatkanku juga. Karena lingkupnya banyak dari orang terdekat. Rasanya kalau disuruh kuat dan ikhlas ternyata memang enggak semudah teori ya. Bener-bener butuh perjuangan saat melewati prosesnya.
ReplyDeleteIya kak. Pandemi ini banyak membawa cerita duka. Berat sekali untuk ikhlas, tapi ya memang harus dilakukan
DeleteDua fotografer jurnalistik terbaik di Surabaya berpulang dalam waktu berdekatan. pediihh banget rasanya Mbaaa :((
ReplyDeleteTapi gimanapun juga saya sepakat bgt dgn artikel ini.
Kita memang tak akan bisa mengelak dari kematian. Pada akhirnya kita semua akan dipanggil kembali oleh pemilik sejati. Tak ada tawar menawar apalagi pakai nyogok hanya agar bisa lolos. Jadwalnya udah ada. Hanya saja kita tak tahu waktunya.
Betul, segalanya memang butuh kesiapan hati dan mental karena menjalani hari-hari sulit enggak mudah, ya. :")
ReplyDeleteTak ada seseorangpun kapan matinya dimana, tetapi hanya kita tahu liat tanda-tanda ajal secara langsung atau tidak langsung. Intinya kita harus presiapkan diri serta membawa bekal amalan dan ibadah di akhirat nanti
ReplyDelete"Biasanya, saat ada yang meninggal, orang-orang akan menelusuri jejak digitalnya. Ada yang sekedar pengen tahu seperti apa sepak terjangnya, ..." duh makjleb!
ReplyDeleteAku langsung teringat,
duluuu sekali pernah diingatkan seorang sahabat, Mira Sahid - JANGAN PERNAH MENINGGALKAN JEJAK DIGITAL NEGATIF, kalau perlu private aja bagian bagian yang ingin ditulis tapi tak perlu DILIHAT ORANG LAIN
Nah, ini tulisan yang sangaaaat apik! Ijin share yaaa Arni, peluk jauh dan doa terbaik untuk yang tlah pergi. Aaamiiin
pesan kematian itu aku sebut sebagai nasihat terbaik sih mbaaa. Jadi harus tetap semangat untuk menjalani hari-hari dengan menebar banyak kebaikan dan saling menyayangi
ReplyDeleteCorona dan kematian. Begitulah takdir mereka. Yang masih lolos, mungkin tidak bertemu corona tp pasti bertemu kematian.
ReplyDeleteterima kasih mba arni, tulisannya kembali mengingatkan tujuan kita hidup di dunia yang hanya sementara, semoga kita terus menjaga diri kita untuk tetap menjadi orang baik selama kita hidup dan menurut saya bila kondisi pandemi ini tak menjadi teguran untuk memperbaiki diri maupun ibadah sungguhlah kira orang-orang yang merugi
ReplyDeleteJangankan 5, satu saja mendengar kabar duka, rasanya lemes ya, apalagi dari orang-orang terdekat. Sebelum manusia berojol ke alam dunia, Allah sudah tuliskan nasib, takdir, umurnya, jodoh, rezekinya juga. Tinggal kitanya saja berusaha semaksimal mungkin untuk mencari rahmatNya...
ReplyDeletePenyebab manusia kadang alpa atau khilaf, karena memang jauh dariNya. Makanya penting banget kita berdoa supaya diberikan bimbingan dan hidayah terus menerus...
Yup yang namanya umur nggak ada yang tau, kerjaan belum beres, eh udah berangkat duluan dipanggi Tuhan. Seharusnya pandemi ini bisa dijadikan sebagai pelajaran atau ibroh bagi yang masih hidup untuk bisa lebih dekat dengan Tuhan.. Apalagi saat bulan Ramadhan nanti, momen yang tepat untuk bermuhasabah.
Terima kasih atas tulisan reminder ini. Jadi merinding dah bacanya.
kematian memang nasihat terbaik mba, selagi masih ada waktu mari lakukan kegiatan bermanfaat, rawat titipanNya sebaik mungkin, berbakti sama orang tua
ReplyDeleteJejak digital yang baik apalagi yang berisi nasihat agama, bisa menjadi amal jariyah bagi si penulisnya. Oleh karena itu, meski hanya share atau menulis status dakwah, dan kita belum bisa melaksanakannya dengan sempurna, tetaplah semangat!
ReplyDeleteBetul kita semua menuju ke sana, ke satu tujuan akhir yang abadi. Meski tak pernah tahu bagaimana nanti di sana. Menjadi orang baik itu memang tidak mudah, banyak sekali cobaannya. Kesiapan diri untuk bersabar ditinggalkan harus menjadi pengingat diri.
ReplyDeletesemoga kita semua dapat melalui pandemi ini.. beberapa kerabat dan teman meninggal karena covid, semoga sehat semua yaaa aamiin
ReplyDeleteSetiap manusia sejatinya akan menempuh perjalanan 'kembali'. Sayangnya kita sering lalai menyiapkan bekal dan abai untuk meninggalkan kesan yg baik. Tulisan Mba kembali jadi cambuk untuk berbenah. Semoga tugas sederhana kita di dunia ini yakni menjadi orang baik bisa tercapai.
ReplyDeleteMari saling mendoakan dengan cinta. Sebagaimana yg d tulis d atas
'Doa terbaik adalah doa yg diberikan dengan cinta'... Kerenn quotesnya.
Makainya itu ya kak Arni, selama kita hidup memang harus benar2 meninggalkan jejek kebaikan kepada smeua orang. Supaya kehadiran kita bisa terkenang di mata mereka... Thanks ya kak sudah mengingatkan tentang persiapan bekal di akhirat kelak...
ReplyDeleteKita tak kan pernah tahu kapan, dimana, dan waktu kita mati. Semuanya merupakan rahasia Tuhan.
ReplyDeleteKak, pas baca ini momentnya kok pas banget bikin aku sedih.
ReplyDeleteMudah2an sih tidak sampai terjadi. Tapi rasanya sedih karena bertepatan ibu kami jatuh sakit.
Itu saja sudah bikin hati ini sakit, apalagi kabar buruk lainnya.
Memang sejatinya umur selalu berkurang setiap saat.
Tapi karena menyangkut ibu, kok ya rasanya belum ada berbuat apapun membalas jasanya.
Membaca artikel ka Arni jadi berkaca ke diri sendiri. Tahun lalu ditinggal bibi, eh tahun ini ditinggal ayah. Rasanya pastinya sedih, apalagi jika ingat. Kadang-kadang seperti mimpi buruk. Tapi hidup memang harus siap dengan kehilangan.
ReplyDeleteTetap semangat dan salam hangat ka Arni
@dewipuspa
Saya aktif di medsos tapi juga sangat berhati-hati dalam menjejakkan kata atau gambar. Jejak digital bisa kekal dan terus menjadi pengingat.
ReplyDeleteOh ya, saya paham rasanya saat kabar duka datang silih berganti sehingga membuat tulisan renungan begini.... Melepaskan sesak agar lebih lega
Itu prolognya bahasa apa Mba Arni? Bahasa Sansekerta kah? Hihihi. Bicara tentang kematian memang cuma dua kemungkinannya, meninggalkan atau ditinggalkan. Tugas kita adalah menyiapkan bekal untuk diri sendiri dan orang yang kita tinggalkan, khususnya anak. Kita hidup harus siap dengan rasa kehilangan dan rasa kesedihan. Namun, tak boleh lupa, setelah itu yakinlah akan ada kebahagiaan.
ReplyDeleteIya mbak. Bahasa Sansekerta, kutipan dari Bhagavad Gita Bab II sloka 27
DeleteMenyiapkan diri itu memang berat ya dan harus dilatih
Mbaaa aku auto mengingat2 kira-kira perlakuan atau sikap aku selama ini akan memberikan kesan apa ya ketika aku gak ada nanti. Thx for remain mba
ReplyDeleteBenar, Mbak. Setiap hari aku merasa ada saja kabar satu dua kehilangan. Sedih. Sering kali orang-orang baik (menurutku) yang sering dipanggil. kehilangan sih tapi lebih baik ikhlas dan berusaha mengambil hikmah dari kehilangan itu. Semoga kita bisa ke sana dengan kondisi terbaik. Aamiin
ReplyDeleteEndingnya kak duh menjadi orang baik. Jujur aja pas Pandemi ini saya meminimalisasikan wag hanya yg berkaitan dgn kerjaan aja yg lain mute. Paling liat klo Ada info penting ya kayak Ada yg sakit atau wafat. Selalu doa juga minta akhir yang baik nantinya. Semoga Allah ridho juga dgn kerjaan sayah. Mksh ya kak tulisannya
ReplyDeleteAku sedih dan berharap sekali masa-masa ini segera berakhir. Agar aku nggak was-was juga ketika anakku pergi bermain keluar rumah. Semoga Pandemi segera berlalu, aamiin yaa Rabb.
ReplyDeleteHampir semua orang mengalami rasa kehilangan, terlebih saat masa pandemi ini. Teman-teman yg boleh dibilang masih muda, ada juga yg harus berpulang karena Covid-19. Semoga pandemi Covid-19 ini segera berakhir
ReplyDeleteMbaaak, makin tua aku, makin sadar akan banyaknya berita duka.
ReplyDeleteAkan tetapi begitulah hidup, kita bakal menuju ke sana. Ya bagaimana kita menjalankan misi penciptaan manusia dan meninggalkan jejak kebaikan.
Mau bertemu Allah itu sedih sedih senang. Masih banyak yang belum dikerjakan. Bila dulu sedih, sedih, dan sedih. Kini sudah berdamai. Trims tulisannya menginspirasi. Kita semua harus siap siap.
ReplyDeleteMasa sulit ini membuat saya semakin sering mengingat kematian. Bukan hanya karena memikirkan diri sendiri. Tetapi juga untuk orang lain. Saat ini banyak orang yang kurang bisa berada di jalur yang baik karena keadaan pun sedang tidak baik. Semoga kita tetap bisa menjalankan kebaikan hingga nanti.
ReplyDeleteMudah2an ya kak.. suatu saat pas Kita pergi ditangisi orang banyak karena kehilangan sosok baik Kita, Karena kebaikan bukan keburukannya yahhh,, justru dari sekarang mempersiapkan Amal kbaikan
ReplyDeleteSedih ya kehilangan orang-orang hangat yang pernah singgah di hidup kita.
ReplyDeleteSelama pandemi ini, saya juga kehilangan satu teman dan beberapa saudara yang meninggal karena covid-19. Sedih rasanya...
Awalnya saya memikirkan yang terjadi sepanjang tahun lalu, yang mana tidak begitu menyenangkan. Tapi saya sadar, saya harus bersyukur dengan kondisi saat ini...
Semoga kita semua bisa selalu bersyukur...
Gak ada yang bisa mengelak dari kematian, seperti jodoh, lahir, rejeki semua sudah ada yang mengatur. Tinggal kita mau seperti apa nantinya akan dikenang. Sebisa mungkin buat sesuatu yang baik-baik saja terutama di media sosial dimana rekam jejak yg gak akan bisa lenyap.
ReplyDeletesebuah pemgigat... terimakash mba arni.... kita semua sama menuju kesana.. terus berbuat baik ya mba
ReplyDeleteSetuju nih kak, namanya takdir ya apa mau dikata. Kita tidak pernah tahu kapan, bagaimana, dan dimana 'cara kita' menuju ke sana. Semoga kita bisa mempersiapkan diri dgn baik juga
ReplyDeletesemua yang kita kerjekan di dunia ini pasti akan kita tinggalkan, sosmed dan harta apapun itu termasuk yang bernyawa pasti akan kita tinggalkan ada yang dengan cara baik" ada juga yang tanpa baik"
ReplyDeleteIh kok sama ya, huhuu... setiap hari ada aja mendengar kabar duka, di lingkungan rumah, di grup2 WA kerjaan dan kerabatnya teman2... memang nyata ya dampak Covid-19 ini meskipun yang wafat belum tentu karena Covid tp kok ya merata di mana2 banyak yg berpulang. Thanks for reminder, Mba Arni
ReplyDeletePilihan manusia hanya ada dua meninggalkan atau ditinggalkan jadi kita harus siap dengan dua keadaan itu karena pada dasarnya padati ada yang datang dan pergi semoga kita semua ada dalam lindungannya
ReplyDeleteMeninggal atau ditinggalkan ya Kak Arni. Melow banget baca ini, kebayang posisi kakak yang baru kehilangan tapi bisa menuliskan artikel ini. Terima kasih pengingatnya ya kak
ReplyDeleteTerimakasih remindernya, mba. saya belakangan ini sedang lumayan stress dengan segala pikiran saya, maklum usia saya merupakan usia quarter life crisis, masih berusaha mengenali diri sendiri juga. Ini jadi pengingat ke diri saya sendiri kalau apapun tujuan yang ingin saya capai, akhirnya saya akan kembali juga, jadi jangan berlebihan pada urusan dunia..
ReplyDeletePandemi ini banyak mengingatkan kita ya mba, bahwa hidup ini tidak abadi, memang kita sbg manusia hrs berbuat yg terbaik selama kita masih hidup yaa
ReplyDelete