Halo semua…
Cerita Arni kembali dengan cerita-cerita keseharian. Kalau kemarin kita bahas film, kali ini kita
akan membahas tentang toko buku. Masih
ingat gak, kapan terakhir kalian ke toko buku? Seminggu, sebulan atau bahkan
setahun yang lalu?
Di era digital kayak gini buku-buku juga turut hadir dalam
versi digital. E-book istilah kerennya. Nya Semangatnya sih bagus. Selain lebih praktis karena bisa baca via
gadget, e-book juga paperless tentunya.
Lebih ramah lingkungan karena tak memakai kertas-kertas yang diproduksi
dengan mengorbankan batang-batang pohon.
Saya, sampai saat ini masih cinta buku konvensional. Versi cetak.
Sesekali membaca versi e-book, tapi sayangnya mata saya tak kuat. Lekas lelah dan berair kalau kebanyakan
melihat layar laptop atau HP. Jadi,
kalau membaca cerita via gadget biasanya memilih cerita-cerita pendek saja yang
sekali baca langsung tamat. Untuk novel
saya memilih versi cetak.
Kembali ke pertanyaan awal, kapan terakhir kalian ke toko
buku?
Seingat saya, terakhir ke toko buku 2 bulan yang lalu. Waktu itu kami bermaksud nonton film di
bioskop. Ternyata jam tayangnya masih
cukup lama sehingga kami masih punya waktu untuk kegiatan lain sembari
menunggu. Prema minta ke arena bermain
anak, ditemani Ayah. Saya, memilih
melipir ke toko buku. Dan tahu gak, saya
sukses menghabiskan satu novel sore itu.
Dulu, zaman masih ngantor, toko buku adalah tempat rutin
yang saya datangi setiap bulan. Iya,
benar-benar setiap bulan. Lebih tepatnya
setiap hari terima gaji. Jadi, karena
dulu masih punya penghasilan rutin bulanan, saya langsung menyisihkannya untuk
membeli minimal 1 novel. Terkadang
lebih, tergantung ketertarikan saya pada kisahnya. Tapi yang rutin ya satu novel satu bulan. Dulu saya bolak balik Jakarta Bogor via
kereta. Nah, sepanjang perjalanan naik
kereta itu saya manfaatkan untuk membaca buku.
Lumayan, sehari saya punya waktu dua jam untuk membaca.
Teman-teman kantor saya sampai hafal. Kalau setiap habis terima gaji yang lain
langsung jajan baju, gadget, aksesoris atau sekedar makan-makan, saya pasti
menghilang ke toko buku. Kebetulan
kantor tak begitu jauh dari sebuah mall yang cukup ternama di Jakarta, dengan
toko buku jaringan terbesar di Indonesia sebagai salah satu outlet didalamnya. Jadi biasanya, usai makan siang bareng, kami
berpisah menuju incaran masing-masing.
Saya pasti ke toko buku deh.
Buat saya, berada di toko buku selalu menyenangkan. Melihat
perkembangan dunia literasi, buku-buku baru, membaca hasil olah pikir orang
lain, mendapatkan diksi-diksi baru, dan teknik merangkai kalimat dengan bahasa
yang melenakan. Membaca buku membuat
saya larut. Lebur dalam kisah dan
nyaman.
Toko buku adalah tempat menyepi dan menepi yang
terbaik. Agak mirip rasanya dengan ke
perpustakaan, tempat favorit saya lainnya.
Berada di tengah lautan buku-buku dan menghirup aroma khasnya sungguh
candu buat saya. Ah, saya jatuh cinta.
Toko Buku ; Dulu,
Kini dan Nanti
Saya ingat waktu berkantor di bilangan Kuningan, Jakarta ada
sebuah toko buku bekas yang rutin saya datangi kala siang, di jam istirahat
kantor. Sekedar membaca atau
memilih-milih buku. Kalau beruntung,
kita bisa lho menemukan “harta karun” berupa buku-buku langka yang bahkan di
toko buku besar sudah tak ada stocknya.
Meski bekas, kondisinya kadang masih sangat bagus. Pemilik terdahulunya cukup apik.
Di toko buku bekas ini, kita bisa lho mememsan buku tertentu
ke bapak pemilik/penjaganya. Nanti dia
yang bakal nyariin. Pada kunjungan
berikutnya buku idaman sudah tersedia.
Itu dulu, entahlah sekarang masih buka atau nggak lapak buku ini. Sudah 7 tahun saya resign dari pekerjaan
kantoran, sejak itu putus hubungan deh dengan lapak buku ini.
Punya anak, incaran buku-buku saya berganti tema. Kalau dulu kalap beli novel buat sendiri,
sekarang kalapnya kalau lihat buku anak ada discount. Isi rak buku juga jadi berganti tema
deh. Dari buku dongeng hingga buku-buku
ilmiah seperti ensiklopedia dan sejenisnya.
Tak apa, namanya juga usaha membuat cah bagus mencintai buku.
Toko buku jaman sekarang sudah lebih maju pastinya. Di tata senyaman mungkin buat pengunjung agar
lebih betah dan lama didalamnya.
Pencarian buku tertentu juga sudah via katalog digital sehingga tak
perlu merepotkan penjaga dengan tanya ini itu.
Selain itu, tata letak buku juga lebih rapi dan sudah dikelompokkan
sesuai tema dan jenisnya.
Meski begitu,
toko buku sekarang banyak bersaing dengan pedagang online. Iya, pemasaran buku di era digital juga
merambah dunia online. Tak perlu
repot-repot berdesakan dan antri di toko buku, cukup dengan gadget dalam
genggaman transaksi online, duduk manis deh di rumah lalu si buku akan mendarat
manis dihantarkan oleh abang kurir.
Mudah sekali.
Masing-masing ada plus minusnya dong. Membeli buku secara online memang lebih
praktis. Tapi suasana nyaman dalam toko
buku tak kita dapatkan. Sensasi memilih
buku sembari menghirup aroma kertas nan wangi juga menghilang. Yang paling terasa hilangnya adalah
kesempatan membaca buku lainnya sebelum kaki melangkah ke kasir untuk membayar
belanjaan. Haha ini sih kelakuan saya. Belinya buku A, tapi tertarik juga sama buku B.
Karena jatah jajan buku terbatas, baca buku B sampai tuntas, lalu
melenggang ke kasir bayar buku A. Hayo ngaku, kalian juga gini khan?
Ke depan, tantangan toku buku tentunya makin berat. Bersaing dengan e-book dan penjualan buku
online. Pun bersaing dengan gadget. Saat ini di ruang-ruang publik kerap kita
saksikan orang yang memainkan gadget.
Baik untuk bermedia social maupun berkomunikasi biasa. Sangat jarang sekali kita melihat orang yang
membaca buku sembari menunggu atau mengisi waktu perjalanannya. Ini menjadi PR besar tentunya buat toko
buku. Harus lebih kreatif dan bikin
program menarik agar pengunjung makin banyak.
Event BBW (Big Bad Wolf) salah satu contohnya.
Saat menulis ini, saya melangitkan doa. Semoga minat baca anak-anak kita
meningkat. Semoga tercipta generasi yang
mencintai buku-buku, yang rajin membaca agar tak mudah percaya hoax. Agar terus
hadir penulis-penulis handal yang menuliskan kisah-kisah berkualitas dan sarat
pesan moral kebaikan.
Salam Literasi
Arni
halo mbak arni pertama nih ke blognya njenengan hehe
ReplyDeleteiya sama mbak pas aku gajian dulu pertama kali ya ke toko buku
klo beli onlen baru yg mentok klo pas di toko buku ga ada
habis rasanya beda ya hehe