Saturday, October 29, 2022

, ,

6 Life Skill Dasar Yang Harus Dikuasai Anak

 


Halo Ayah Ibu...

Masih semangat jadi orang tua khan? Masih waras, masih bahagia dan menikmati masa-masa belajar di Sekolah Kehidupan bernama keluarga? Yups, menjadi orang tua buat saya adalah masa belajar yang tak ada lulusnya, tapi ujian terus menerus bahkan seringnya dadakan. Gak sempat belajar nyiapin diri, tau-tau udah ujian aja. Soalnya tak terduga pula, gak ada kisi-kisinya. Setidaknya ini yang saya rasakan selama 12 tahun menjadi ibu dan 16 tahun menjadi istri. Terus menerus harus ada penyesuaian di sana sini agar bisa tetap seirama, selaras dan seimbang jiwa raga.

Semangaaaat!

Nah, salah satu tugas kita sebagai orang tua adalah mendidik, melatih dan membekali anak dengan life skill.  Keberhasilan perkembangan anak sangat ditentukan oleh berbagai stimulasi bermakna yang diterimanya termasuk dalam hal penguasaan berbagai life skill dasar.  Jadi bukan sekedar pencapaian dalam nilai-nilai akademik di Sekolah ya.

Baca juga : Ujian Orang Tua Saat Penerimaan Rapor

Life skill atau kecakapan hidup seharusnya diajarkan dan dilatih sejak usia dini,  meliputi kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional yang kelak menjadi bekalnya saat tumbuh besar, berinteraksi dengan orang lain dan atau hidup mandiri.

Penguasaan life skill ini sangat penting karena menjadi bekal nya agar dapat bertahan hidup dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Dengan demikian, anak diharapkan  mampu mengurus diri sendiri (self help), membangun citra diri (self image), menambah pengetahuan diri (self knowledge) dan akhirnya mampu menolong orang lain (social skill) sebagai makhluk sosial yang terus berinteraksi dengan dengan orang lain dan lingkungan sehingga dapat beradaptasi dengan baik dan tentunya diharapkan berperilaku positif selalu.

Apa saja life skill yang wajib dikuasai anak? Baca sampai habis yuk!

Manajemen Waktu

Sejujurnya ini masih jadi PR besar buat saya pribadi dalam mendidik Prema agar lebih disiplin mengatur waktu.  Terutama ketika dia sudah memegang gadget atau duduk manis di depan computer untuk bermain game atau menonton tayangan kesukaannya. Pun demikian saat bangun pagi untuk berangkat ke Sekolah. Fyuh… dua hal ini seringkali jadi penyebab emak berubah jadi singa.

Apakah ketika marah lantas Prema jadi disiplin? Tak semudah itu, Fergusso!

Dulu mungkin iya. Prema masih kecil, nurut karena takut. Makin gede, bukannya makin disiplin tapi jadinya udah bisa ngelawan. Hiks… makin berat deh tugas emak. Udahlah marah, ditambah lagi dengan patah hati karena jadi berantem dengan anak. Hayoo ngacung, siapa yang senasib dengan saya?

Meski begitu urusan manajemen waktu ini memang sangat penting untuk terus menerus dilatih dan diingatkan ke anak. Karena anak adalah peniru ulung, tentunya kita sebagai orang tua wajib memberi contohnya. Minta anak stop gadget pada jam tertentu, kita juga harus melakukan hal yang sama. Mengingatkan anak waktunya untuk ibadah, ya kita juga harus ibadah. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Sebisa mungkin, jangan buka celah untuk anak melempar balik ke kita hanya karena kita sendiri belum mampu menerapkan manajemen waktu dengan baik juga.

Kemampuan Berkomunikasi dan Berinteraksi

Manusia adalah makhluk sosial. Karena itu, mau tak mau harus terhubung terus menerus dengan manusia lainnya baik dalam lingkungan kecil (keluarga) maupun dalam lingkungan yang lebih besar. Kemampuan komunikasi sangat penting dikuasai, baik verbal maupun non verbal, lisan maupun tulisan.

Membiasakan berbahasa yang santun, sopan, lembut, intonasi yang baik, pelafalan yang jelas adalah bentuk komunikasi lisan yang harus dikuasai. Lebih jauh lagi ketika menjadi komunikasi tertulis, juga harus dibiasakan dengan cara-cara yang baik. Belakangan saya cukup sering membaca status teman-teman di media sosial yang merasa kurang nyaman dengan cara komunikasi anak jaman sekarang. Kurang sopan, begitu katanya. 



Suatu hari, seorang kawan saya membuka lowongan pekerjaan dengan memasang iklan di koran lokal di daerahnya.  Tak lama setelah itu, banyak sekali pelamar yang menghubunginya. Tapi  sayang, karena teknik komunikasi yang kurang bagus, sebagian besar justru udah langsung dicoret bahkan sebelum sampai tahapan berikutnya. Bayangkan apa yang ada dibenak teman-teman ketika tiba-tiba ada yang mengirim pesan seperti ini :

“P

“Ping

“Lowongannya masih ada?

“Saya mau melamar kerja, gajinya berapa?

“Lokasi kerja dimana?

Dan pesan-pesan sejenis lainnya.

Itu sapaan awal lho ya. Tahu- tahu mengirim pesan dengan cara begitu. Tanpa ada salam pembuka, tanpa ada perkenal diri, tanpa ada keterangan di awal. Langsung aja gitu. To the point memang, tapi etikanya kurang.

Saya juga punya pengalaman yang kurang lebih sama sih. Beberapa kali menerima pesan baik melalui telephone maupun email yang gak ada pembukaannya, langsung ujug-ujug nanya rate card dan derivasinya. Meski lagi butuh cuan, kalau modelnya gini, biasanya saya tolak atau malah saya cuekin. Males aja jadinya berurusan sejak awal.

Saya jadi bolak balik mengingatkan Prema soal ini. Belakangan dia khan mulai banyak komunikasi langsung dengan bapak ibu gurunya di Sekolah. Mulai dari sekedar bertanya tentang materi pelajaran sampai ke penyetoran tugas atau meminta izin, dll. 

Awalnya dulu ya begitu, kirim tugas ya main setor aja filenya, gak ada basa-basi penghormatan lah ya sebagai pembuka, bahkan gak ada kalimat pengantarnya. Makin kesini, karena kecerewetan emaknya, pelan-pelan mulai memperbaiki teknik komunikasinya.  Minimal mulai dengan ucapan selamat pagi, selamat siang atau ucapkan salam keagamaan jika seiman lalu memperkenalkan diri dengan menyebut nama. Setelahnya, tak lupa menutup dengan terimakasih.

Baca juga : Tiga Kata Sakti Dalam Hidup

Mengambil Keputusan

Sejak dini anak harus dilatih dalam pengambilan keputusan, terutama yang terkait langsung dengan dirinya. Diajak berdiskusi dalam keluarga, diberi kesempatan dan ruang untuk berpendapat dan sesekali biarkan dia menentukan keputusannya.

Sesederhana memilih es krim coklat atau vanilla, baju merah atau putih,  hingga urusan liburan ke pantai atau ke gunung dst.  Dalam pengambilan keputusan ini, ingatkan juga pada anak bahwa setiap pilihan tentu ada konsekwensi yang menyertai. Pakai baju putih misalnya yang mungkin harus ekstra berhati-hati agar tidak terkena noda. Libur ke pantai misalnya yang tentu saja lebih panas daripada ke gunung, dan seterusnya.

Dari sini anak belajar bahwa setiap pilihan akan membawa pada hasil yang berbeda. Kelak, ini akan melatihnya agar lebih cermat dalam mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil keputusan yang tepat dalam menyelesaikan masalah tertentu.

Berpikir Kritis

Selain belajar menentukan keputusan, berpikir kritis juga sangat diperlukan. Keputusan yang diambil harus benar-benar dipertimbangkan dengan baik, melengkapinya dengan informasi yang dibutuhkan lalu mengolahnya secara objektif.

Salah satu cara yang cukup efektif untuk stimulasi berpikir kritis bisa dilakukan dengan bermain peran. Anak menjadi dokter, polisi, arsitek, artis dll. Lalu berikan permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul terkait profesi tersebut. Biarkan mereka berimajinasi, merumuskan hipotesa, mengemukakan ide, membuat kesalahan dan belajar dari itu lalu berlatih menemukan solusi.



Menerima Tantangan

Kecakapan hidup yang satu ini sangat penting untuk melatih rasa percaya diri anak.  Banyak anak yang tumbuh menjadi pemalu, penakut, atau bahkan minder ketika diminta untuk berbicara dengan orang lain apalagi berbicara di depan umum.

Baca juga : Membangun Rasa Percaya Diri Anak

Melatihnya menerima tantangan untuk menjawab soal, mengangkat tangan, maju ke depan, ikut lomba dan sejenisnya sekaligus menjadi tantangan juga untuk orang tuanya. Salah satu cara terbaik adalah memberikan support dengan pujian dan semangat. Sebagian orang tua, alih-alih memberi kalimat dukungan, malah meremehkan anak sendiri dan menjatuhkan mentalnya sebelum dia maju.

Bukankah lebih enak mengatakan,

“Ayo, kakak pasti bisa!”

atau,

 “Tak usah gugup, ada bunda di sini yang menemani. Jangan takut salah, kita semua sedang belajar,”

Dibandingkan

“Ish, kamu mah cengeng, pengecut! Masa gitu aja gak bisa!”

“Lihat tuh si A, dia pinter, berani pula. Kakak belum apa-apa udah ketakutan!”

Gimana, lebih enak dua kalimat yang di awal to?

Melatih Empati

Dengan semua life skill yang dimiliki di atas, satu yang tak kalah penting adalah bersikap empati. Ini adalah etika berinteraksi. Empati adalah sebuah sikap dimana kita bisa ikut merasakan apa yang dirasakan oang lain, bahkan dalam situasi yang sangat berbeda dan tidak familiar dengan yang kita alami atau jalani.

Anak harus diajarkan untuk mengenali emosi dalam diri. Marah, senang, bahagia, sedih, terharu, dll sehingga ketika berada atau bertemu dalam situasi tersebut  menjadi lebih mudah memahami kondisi orang lain.

Sesekali ajak anak menjenguk orang sakit, melihat tayangan bencana alam, memberi sumbangan,  melihat kehidupan di luar sana. Sesekali ajak berjalan kaki, lalu latih kemampuannya bercerita dan merasakan apa yang dilihat di sekitarnya. Berjalan di bawah terik matahari, sesekali kehujanan, mendaki gunung bersama bisa jadi alternatif aktivitas yang melatih empatinya. Dalam setiap perjalanan, anak akan mengamati, bertemu beragam orang, melihat sekeliling. Lalu berdiskusilah dengannya setelah itu. Kadang kita jadi terkaget-kaget sendiri lho mendengar pendapatnya.

*****

Itu dia 6 life skill yang menurut saya wajib kita ajarkan pada anak. Apakah kemudian saya sudah sukses menerapkan semuanya? Beluuuum! Saya masih belajar. Kami (saya + suami) dan Prema bertumbuh bersama, berusaha berkembang dengan cara-cara yang baik.

Di pundak mereka masa depan akan kita titipkan. Semoga dengan menanam benih-benih kebaikan, akan tumbuh tunas-tunas kebajikan, pohon-pohon keindahan dan menghasilkan buah-buah perdamaian. Memberikan ruang ekspresi, agar mereka berkembang menjadi diri sendiri yang tangguh dan kuat.

Salam

Arni

18 comments:

  1. Dari 6 hal saya tertarik dipoint komunikasi.

    Mengenalkan cara komunikasi pada anak gak mudah, terlebih kalau cara komunikasi orang tuanya juga kurang baik. Makin runyam urusannya, malah si anak mengikuti cara komunikasi orang tuanya.

    Sesederhana ketika harus berkomunikasi dengan level mata yang sejajar dengan anak, agar sianak merasa lebih dekat dan ada ikatan yang kuat.

    ReplyDelete
  2. wkwkwkwkw, saya gemas pengen ngerjain orang yang kirim pesan P P gitu di WA, meskipun kadang pengen mengerti sih kalau yang kirim masih remaja, tapi kadang orang tua juga masih kiri pesan kek gitu loh :D

    Kalau saya biasanya diliat doang, atau kalau iseng saya balas, sampe dia kesal, hahahaha.

    Saya setuju banget, kesemua hal di atas itu penting sebagai life skill dasar anak dalam memasuki dunia yang lebih luas

    ReplyDelete
  3. Saya setuju sekali dengan 6 life skill yang mba Arni share di atas. Dan menjadi orangtua memang pembelajaran seumur hidup ya mba. Semangaat buat kita semua para orangtua. Dan dibalik itu semua keteladanan adalah kunci, karena kadang kita suka ga sadar kalo anak2 adalah peniru terbaik

    ReplyDelete
  4. setuju mba, tapi jujur aja itu lumayan berat yaa hahah dan orang dewasa aja belum tentu bisa menguasai dengan baik. buat anak-anak memang bisa dibiasakan dari hal2 yang dasar dan sederhana sesuai perkembangan usianya

    ReplyDelete
  5. Kalau soal anak memang jadi ajang pembelajaran bagi setiap orangtua ya mba, banyak pelajaran yang hampir setiap orangtua akan berbeda pengalamannya. Mengasah skill dasar anak pun tidak bisa memaksakan keinginan orangtuanya harus melihat dan mengamati juga seperti apa karakter si anak. Setuju saya mba.

    ReplyDelete
  6. Sepakat banget dengan skills di atas. Itu seperti berkaca ke diri yang udah tua ini apa cukup Punya life skills tersebut.

    Tentang komunikasi Dan empati ini masih menantang. Ku jumpai anak sekarang itu yah chat singkat melalui WA seperti ga pakai unggah ungguh, sopan santun. Persis seperti yang Mbak Arni contohkan. Kezel kan bacanya.

    ReplyDelete
  7. Komunikasi dan empati, ini sih kuncinya untuk bisa ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, lalu belajar menyampaikan apa yang dirasakan

    Tapi memang "mendidik anak" itu dimulai dari lingkungan terdekat : ayah dan ibunya, saudara-saudaranya, sehingga akhirnya si anak belajar mengerti apa yang terjadi

    ReplyDelete
  8. Setuju banget dengan semua poinnya. Saya mau komen yang tentang manajemen waktu. Memang iya nih harus dibiasakan sejak kecil. Karena banyak banget yang meremehkan. Telat dianggap hal biasa. Padahal sebetulnya itu sikap yang sangat mengganggu.

    ReplyDelete
  9. Paling menarik buatku malah ada di poin komunikasi. Berasa sih Kak, di jaman sekarang, rasanya masih ada saja teman yang kalau memulai obrolan via chat saja kadang dengan ngasih ping begitu. Hadudu. PR banget buat menbiasakan biar kelak si kecil terasah kemampuan berkomunikasinya.

    ReplyDelete
  10. Ke 6 lifeskill ini memang harus diajarkan sejak dini kepada anak sehingga mereka siap untuk menghadapi tantangan ketika mereka tumbuh dewasa nanti. Dengan begitu mereka akan tumbuh menjadi individu yang percaya diri, cerdas dan beradab.

    ReplyDelete
  11. Mba ini aku juga sdg mengajari anakku untuk manajemen waktu, wih susahnya minta ampun sampe bikin reminder to do list di ipadnya trp saja anaknya masih kadang2 konsistennya padahal biar bisa balance antara waktu belajar, waktu main, waktu les2

    ReplyDelete
  12. Kayaknya kita sebagai orang dewasa pun harus memiliki lifeskill ini, apalagi soal etika berkomunikasi. Paling gak mood kalo udh ada yang chat cuma nulis P tanpa perkenalan dulu

    ReplyDelete
  13. Saya juga cukup cerewet, Mbak, soal sapaan dan kalimat kepada guru. Waktu PJJ kemarin kan adakalanya mereka perlu tanya langsung atau menyampaikan tugas ke gurunya secara langsung pakai WhatsApp. Dan soal memberikan contoh, aduh ini juga bener banget, karena anak tuh makin kritis juga: bukan cuma meniru tapi bahkan vokal mempertanyakan, kenapa sudah tahu itu kurang baik tapi tetap dilakukan (oleh ortu)?

    ReplyDelete
  14. Usia anankku 8 tahun mba dan aku lg berusaha bgt membuatkan manajemen waktu yg baik untuknya agar seimbang kegiatan hariannya antara sekolah, main dan jg les

    ReplyDelete
  15. MasyaAllah aku setuju banget dengan 6 lifeskill ini bismillah semoga kita khususnya aku sebagai orang tua bisa menerapkan nya, selalu belajar dan terus belajar dalam mendampingi titipanNya

    ReplyDelete
  16. Lifeskill ini memang perlu ditanamkan. Apalagi dalam hal berkomunikasi kepada orang lain. Sehingga terbiasa dengan santun, dan biar saat menyapa tuh lebih asik ya, bukan yang sok asik, hehe.

    ReplyDelete
  17. Hal penting yang harus disadari orang tua ya, Kak. Membekali anak-anak dengan life skill. Setidaknya mereka memiliki bekal dan sudah kita persiapkan. Insya Allah selalu ada manfaat di dalamnya

    ReplyDelete
  18. Wah, tercerahkan sekali dengan tulisan ibu..semoga bisa membekali anak anak dengan 6 life skills ini..maklum, ibunya jg masih belajar

    ReplyDelete