Wednesday, December 7, 2022

,

Mengajarkan Anak Bertanggung Jawab

 


Rabu pagi, 7 Desember 2022

Saya sedang beberes rumah di balkon atas ketika HP berbunyi. Saya lihat nama penelponnya Prema. Lha, anak ini khan lagi sekolah, kok bisa nelpon. Pasti ada sesuatu deh!

“Ibuuuu….,” suaranya di ujung sana terdengar panik ketika saya menerima panggilan. Bahkan salam saya saja tak dibalasnya.

Kaget dong saya.  “Ya, kenapa, Nak?”

“Ibuuu, Prema pakai sandal ke Sekolah. Bagaimana ini. Prema ndak berani masuk kelas. Bantuin Prema bu. Gimana ini solusinya?”  Kali ini panik bercampur sedikit isak yang tertahan.

Lhaaaaa piye. Saya tepok jidat deh. Mau marah juga yo percuma. Saya juga gak ngeh pas Prema berangkat ternyata pakai sandal. Yang saya ingat dia udah pakai kaos kaki. Rupanya saat berangkat dia bablas dengan sandal jepitnya. Ayahnya juga sama, nganter ke Sekolah, setelah sampai ya langsung ditinggal. Intinya sama-sama gak nyadar. Prema saja katanya baru sadar ketika naik tangga sekolah kok terasa ringan dan agak licin. Haduuuuh!

“Ya udah. Prema tenang dulu. Gak usah panik. Langsung saja ketemu bu Lia (wali kelas Prema), lapor baik-baik. Mengaku salah dan lalai. Minta maaf dan izin untuk ikut ulangan. Gak usah sibuk cari alas an. Salah ya salah. Gak perlu pakai alasan ini itu,” jawab Saya.

“Tapi bu… ,”

“Gak ada tapi-tapian. Sana naik. Ayo belajar bertanggung jawab dan terima konsekwensinya ya. Memang lalai kok. Tenang yaaa. Gak usah panik.”

“Iya bu.”

Dengan kondisi HP yang masih on, Prema kemudian menghadap wali kelasnya.  Melapor baik-baik dan akhirnya mendapat surat ijin untuk mengikuti ulangan PAS (Penilaian Akhir Semester) yang akan disetorkan pada guru pengawas di kelas nanti. Saya mendengarkan prosesnya melalui telepon.

“Sudah aman, bu. Prema setor HP-nya dulu ke bu Lia trus ikut ulangan ya,” katanya kemudian

“Ok. Baik-baik ya.”

Note :

Di Sekolah Prema, siswa tidak diperkenankan  membawa smartphone. Kecuali dengan ijin khusus dan tertulis yang diajukan oleh orang tua bahwa memang ada kebutuhan komunikasi sehingga anak diperkenankan membawa HP. Itupun dengan syarat ketat bahwa selama di Sekolah sama sekali tidak boleh memegang HP. Jadi begitu sampai, HP langsung disetorkan ke wali kelas dan akan dikembalikan saat pulang Sekolah. Prema, kami bekali dengan HP karena setiap hari pulang dengan angkot dan kereta, sehingga saya butuh berkomunikasi terkait penjemputan di Stasiun maupun situasi lainnya yang berhubungan dengan transportasi.

Prema dan sandalnya, saat saya jemput sepulang sekolah


Lupa Berkali-Kali. Bikin Geregetan!

Urusan lupa sesuatu yang berkaitan dengan Sekolah gini bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya Prema pernah lupa bawa e-money yang akan digunakan untuk naik kereta. Berujung dijemput Ayah ke Stasiun Bogor karena uang transport yang dibawa tak cukup untuk membeli tiket baru.

Baca juga : Minggu Pertama Menjadi Anak SMP

Lalu Prema juga pernah lupa bawa uang tunai untuk naik angkot. Akhirnya dia memutuskan untuk jalan kaki dari Sekolah ke Stasiun. Kali kedua, dia agak lebih cerdik. Saat tak ada uang untuk naik angkot, minjemlah dia ke Wali Kelasnya. Ampuuuun…. Emak tepok jidat aja dah. Ujung-ujungnya emak juga yang akhirnya minta maaf dan ngucapin terimakasih ke bu wali kelas.

Lain waktu, Prema melupakan kotak bekal makan siangnya di mobil. Ayahnya terpaksa puter balik kembali ke Sekolah dan menitipkan ke Satpam.  Minggu lalu, Prema lupa membawa yoghurt yang akan digunakan untuk ujian praktek membuat salad buah di Sekolah. Masalahnya, ujian praktek ini berkelompok. Kalau kurang satu bahan, bisa sekelompok nilainya kurang. Mau tak mau, akhirnya yoghurt disusulkan dan sekali lagi titip bapak satpam. Tapi rupanya Prema udah sadar yoghurt ketinggalan dan minta maaf ke teman-teman kelompoknya.

Dalam beberapa kasus, kami sebenarnya sudah berkomitmen bahwa Prema harus lebih bertanggung jawab untuk kebutuhan belajarnya. Mulai dari menyiapkan buku dan peralatan sekolah hingga air minum, payung, e-money dan perlengkapan lainnya. Semua harus sudah rapi di malam hari sebelum tidur.  Kami berkomitmen, kalau ada yang ketinggalan ya menjadi tanggung jawab pribadi dan silakan terima konsekwensinya.

Buku atau tugas ketinggalan misalnya, gak ada ceritanya kami antarkan ke Sekolah. Kalau memang harus dihukum atau apapun, ya sudah itu bagian dari resiko kelalaian.

Meski begitu, ada juga kondisi tarik ulur. Seperti e-money yang ketinggalan, mau tak mau dijemput anaknya. Gak bisa pulang nanti dia. Atau saat yoghurt ketinggalan, kasihan teman kelompoknya nanti jadi ikut kena konsekwensi akibat kelalaian Prema. Akhirnya kami bantu. Kotak bekal, ya kebetulan Ayahnya belum jauh dari Sekolah jadi bisa balik buat nganterin. Kalau udah kadung masuk tol, ya sudahlah, gak mungkin kembali ke Sekolah.

Tanggung Jawab Anak, Tanggung Jawab Orang Tua

Situasi seperti yang dialami Prema mungkin juga pernah terjadi pada anak-anak lain. Lupa bawa tugas, buku atau apapun.  Ada beragam tipe orang tua dan caranya menyikapi kondisi tersebut. Mungkin ada yang memutuskan langsung ke Sekolah mengantarkan barang yang tertinggal. Ada juga yang model tarik ulur seperti kami ke Prema. Dalam kasus Prema, harapan kami adalah :

·         💧Prema belajar lebih disiplin dan teliti lagi ke depannya agar kejadian yang sama tidak terulang. Kami bahkan meminta Prema membuat check list barang yang wajib dibawa dan memastikan semuanya lengkap

·         💧Prema belajar mentaati komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat dalam keluarga. Karena sudah menjadi komitmen bersama bahwa tak ada back up atas kelalaian pribadi, Prema ya harus siap dengan segala konsekwensinya. Tak boleh merengek minta dibawain ini itu demi menyelamatkan kelalaiannya

·         💧Prema belajar bertanggung jawab atas kelalaiannya. Jalan kaki, pinjam uang, meminta maaf, melaporkan kesalahan sebagaimana yang terjadi di atas adalah bentuk tanggung jawabnya. Masalah bukan untuk dihindari, tapi dihadapi dan belajar berpikir jernih, tenang untuk mencari solusi. Daripada panik gak karuan, yang ada malah makin ruwet karena udah ketakutan duluan.

Baca juga : Ketika Prema Hilang

Salah satu komunikasi saya dengan gurunya

Ketika anak kita minta bertanggung jawab, sebenarnya di sana juga ada tanggung jawab kita sebagai orang tua. Meskipun sudah ada komitmen bersama seperti itu, bukan berarti orang tua lantas lepas tangan. Cuek. Gak ngurusin sama sekali. Sesekali tetap kami check perlengkapannya. Baik malam maupun pagi. Kadang saya, kadang Ayahnya yang melakukan. Jadi semacam double check sih. Udah kayak gitu aja, kadang masih ada yang terlewat. Yogurt ketinggalan, karena posisinya di lemari es. Pagi berangkat buru-buru, lupa deh ngambilnya. Sepatu, ya gitu deh. Kok yo pas semuanya gak ada yang ngeh. Ampuuun dah.

Selain ke anak, tanggung jawab orang tua juga membangun komunikasi dengan guru. Meski anak sudah siap dengan segala konsekwensinya, saya tetap menghubungi gurunya juga untuk menyampaikan situasinya, permintaan maaf dan komunikasi lain yang dibutuhkan. Dengan begitu, gurunya juga tahu bahwa kami tak lepas tangan. Bahwa apa yang kami putuskan adalah bagian dari proses pembelajaran untuk Prema “naik kelas” untuk menjadi lebih bertanggung jawab lagi ke depannya.

Begitu juga ketika Prema pinjam uang ke Wali Kelas. Sejujurnya saya agak malu sih. Tapi yamau gimana lagi. Buru-buru deh WA untuk minta maaf dan ngucapin terima kasih. Oh iya, uang bu guru yang  dipinjem buat naik angkot udah dikembalikan, kok.  Penting ini ditulis, biar saya gak dibully netijen hahahaha.

Saat pulang Sekolah dan saya jemput di Stasiun, wajah Prema sumringah. Sepanjang jalan di bercerita tentang insiden lupa sepatu ini. Bercerita santai dan kami tertawa bersama. Menyenangkan, karena dia gak pakai ngambek meski sepatu tak disusulkan ke Sekolah.  Satu hal yang mungkin juga mendukung Prema tetap nyaman adalah karena  tidak kena pengurangan point atas kelalaiannya.

Urusan poin ini memang agak sensitif. Di Sekolah Prema memang diberlakukan system point yang bisa berkurang atau bertambah berdasarkan perilaku anak, kedisplinan, kerapihan dan penilaian lainnya. Dugaan saya, kali ini Prema tidak dikenakan pengurangan point untuk menjaga kestabilan emosional dan psikologisnya karena minggu ini ujian PAS sedang berlangsung. Berkurangnya point Prema bakalan membuat dia kepikiran dan kurang nyaman, kurang fokus saat ulangan. Meski begitu, tetap saja ini bukan sesuatu yang boleh terulang lagi.

Jadi, anak teman-teman udah pernah ketinggalan apa aja? Cerita Yuk!

 

Salam

Arni

 

 

 

 

21 comments:

  1. Saladin belum ada drama ketinggalan nih (jangan sampai soalnya sekolahnya cukup jauh dan kudu naik lereng gunung). Tapi dia pernah lupa gak menyampaikan kalau ada PR keterampilan, terus ditagih bu gurunya via wa heheheheh.

    ReplyDelete
  2. Prema udah bujaang ya, bener2 time flies, dulu foto masih batita pakai baju adat Bali, very cute. Sekarang udah gede banget anaknya.

    ReplyDelete
  3. Setuju anak harus tanggung jawab sendiri atas kelalaiannya.biar besok-besok tidak diulangi lagi.

    ReplyDelete
  4. Sama dengan krucil saya, Mbak. hanya bedanya, dia sering ketinggalan barang-barangnya. Padahal sudah diingatkan. Ketinggalan botol minum, tempat kacamata, topi, dan lainnya. Tapi dari kejadian ini, pasti next jadi pelajaran bagus bagi Prema ya, Mbak.

    ReplyDelete
  5. Setuju mbak, anak harus diajarkan tanggung jawab agar kelak tumbuh menjadi anak yang mandiri dan bertanggung jawab. Saya pun mengalami hal yang sama, bahkan karena mungkin saya terlalu keras, akibatnya anak saya beberapa kali bohong. Waktu ia harus ekstra pramuka, namun karena kelompoknya banyak yang tidak datang, maka anak saya numpang di rumah temannya sampai jam pulang...saya pun tahu setelah diajak diskusi dengan guru walinya.

    ReplyDelete
  6. Saya pun sangat concern kalau soal uang. Pernah anak gak jajan, ada tetangga yang jualan dan bilang kalau ga punya uang bisa ambil saja dulu. Uangnya bisa besok kalau masuk sekolah lagi. Untungnya anak saya (yg sebenarnya masih pegang uang jajan) gak mau. Dia tidak jajan karena masih kenyang aja katanya. Dan anak saya tanya soal boleh tidak ambil dulu makanan bayar-bayarnya besok aja?
    Tentu saja saya tidak setuju. Saya tidak mau anak belajar meminjam apalagi berhutang.

    ReplyDelete
  7. aah banyak sekali dramanya ya mba punya anak sekolah SMP. anakku tuh pernah ketinggalan keperluan sekolah seperti topi untuk outing, buku, dll :D

    ReplyDelete
  8. Wahahaha ada-ada aja sih drama Prema ini sampai lupa pula pakai sepatu ke Sekolah 😂😂😂

    Saya belum punya pengalaman sih anak ketinggalan apa kalau ke sekolah, tapi murid saya pernah, seperti ketinggalan dasi, kaos kaki, tempat bekal (tapiii ini sih bisa beli yaa di sekolah).

    ReplyDelete
  9. Teringat seketika dengan anak murid di sekolah yang suka panik saat pakai sendal ke sekolah deh. Memang penting sekali sudah ditanamkan tanggungjawab ke anak nih. Pastinya apa yang diajarkan orang tua bisa selalu diingat oleh anak juga makanya harus ditanamkan rasa tanggungjawab tersebut ya.

    ReplyDelete
  10. Waktu sekolah ada juga temen daku lupaan. E..tapi daku juga pernah lupa bawa tugas sekolah, padahal itu tugas berkelompok, jadilah pulang dulu ke rumah ngambil ditemenin temen kelompok saya hihi

    ReplyDelete
  11. Kalau drama ponakanku biasanya nangis karena kaos kakinya bolong atau baju olahraga yang ketinggalan. Untung sekolah deket, jadinya bisa diakomodir sama ortunya kalau ada kejadian ketinggalan.

    Salut sama cara mba mendidik adik Prema, belajar bertanggung jawab dan meminta maaf apabila salah

    ReplyDelete
  12. Baca cerita Prema, langsung ingat sama anak lanangku yang sebiji itu doang. Samaaa banget tuh suka ketinggalan ini itu pas SMP. Awal-awal kami berusaha nolong, lama-lama ya tetap dia harus belajar bertanggung jawab untuk hal-hal yang dia lalai lakukan. Soalnya kalau ditolongin terus, nanti dia gak belajar. Syukurlah mulai SMA, drama ketinggalan dan lupa ini sudah sangat berkurang.

    ReplyDelete
  13. betul, dimuali banget sejak dini ya biar anak mulai terbiasa dan ngerti tentang tanggung jawabnya :) saya pun, mulai dari mainannya sendiri atau barang-barang si anak sendiri, dan itu juga gak bisa disuruh tapi dicotohkan

    ReplyDelete
  14. Memang sangat penting mengajarkan anak-anak akan tanggung jawab. LIhatlah sekitar kita sekarang ini, banyak sekali kita temukan orang-orang yang tak bertanggung jawab dan nggak punya empati

    ReplyDelete
  15. Wkwk.. Saya jadi ikut ketawa, Bund. Bisa-bisanya sekeluarga nggak nyadar kalau Prema make sendal. Mana mau ulangan lagi. Wkwk.. Lain kali lebih teliti ya Prema. Jangan make sendal lagi ke sekolah. Nanti dimarah loh. Hihii

    ReplyDelete
  16. Ah iya
    Emang anak kadang gitu
    Suka lupa dan Meleng kalau nggak diingatkan orang tua
    Tapi emang harus berani bertanggung jawab ya mbak
    Biar g mengulangi lagi

    ReplyDelete
  17. hahah iya mba saya juga pernah nih anak kehilangan tas yang baguss banget.. karena emang masih kecil dan rasa tanggungjawab ini harus dilatih sejak kecil sih

    ReplyDelete
  18. Sama mba. Kemarin anakku juga ketinggalan laptop buat ujian sekolah. Aku gak mau nganterin laptopnya ke sekolah seperti sebelumnya. Biarin aja tanggung sendiri. Untunglah bisa pake laptop lab komputer xixi...

    ReplyDelete
  19. Karena saya belum menikah dan belum punya anak mba, malah saya sih yang sering ketinggalan barang-barang. Waktu masih ada Mama kalau mau pergi suka diingetin gitu. Persis kayak mbanya, didouble check sama Mama saya. Sering banget sekarang bawa powerbank tapi kabelnya lupa atau sebaliknya, bawa kabelnya, tapi powerbank /kepala charger lupa pas pergi jauh. huehehe. Ikut deg-degan itu pas PAS pula ya Prema lupa pakai sepatunya. Tapi Premanya jadi belajar bertanggung jawab itu. Keren

    ReplyDelete
  20. MashaAllah~
    Kalau anak sudah besar tuh ada fase begini ya, kak.. Rasanya memupuk kemandirian, tanggungjawab dan lifeskill lainnya yang kudu ada dalam diri anak-anak. Aku dulu inget banget, kalo ada buku ketinggalan, suka telp ke rumah dan minta dianterin. Manalah rumah sama sekolah gak deket juga jaraknya.
    Makanya masku suka cemberut kalo ketemu aku, hehhee..adeknya nyusahin aja.

    Alhamdulillah,
    Sekolah swasta anakku gak gitu-gitu amat. Jadi karena di kelas alas kakinya dicopot, anakku yang pertama juga pernah lupa malah pakai sandal ke sekolah. Katanya "Gak apa-apa, Ma.. kan masuk kelas dicopot (sepatunya)."

    Oh jadi memang reward and punishment ini perlu diajarkan untuk balancing lyfe.

    ReplyDelete
  21. yang penting kudu sabar kalo lagi ajarin anak :')

    ReplyDelete