Meski tak lagi bekerja kantoran, beberapa aktivitas yang saya lakukan pasca resign tetap saja membutuhkan perhatian
dan keseriusan. Bukan sekedar pengisi waktu yang dilakukan
asal-asalan atau suka-suka sesuai mood.
Saya gak tahu kenapa, beberapa kali bekerja di tempat yang
berbeda, selalu saja ditempatkan sebagai pengajar/trainer. Sewaktu masih sekolah dan kuliah, kalau ada
giliran presentasi kelompok, saya selalu ditunjuk sebagai juru bicara. Saya juga sempat menjadi asisten dosen. Lulus kuliah, saya coba-coba melamar pekerjaan
di salah satu perusahaan valas, dan diterima sebagai marketing. Belum juga sempat turun lapangan, saat
teman-teman lain dilepas mencari nasabah pasca training saya justru “ditahan” sebagai
trainer.
Dari perusahaan ini, saya kemudian pindah ke salah satu Bank
swasta nasional yang akan membuka cabang di Kendari, kota asal saya. Lagi-lagi sebagai marketing. Belum sempat mengaplikasikan ilmu yang
didapat dari ruang training, saya ditunjuk belajar ke kantor pusat untuk
aplikasi sistem baru. Setelahnya,
lagi-lagi tugas saya berkeliling ke cabang-cabang untuk mengajar. Pun setelah sistem baru berjalan, saya malah
ditempatkan di bagian penyusunan SOP lalu kembali berkeliling cabang untuk
melakukan sosialisasi, sampai masa akhir dimana saya kemudian memutuskan untuk resign.
Di kelas, bersama anak-anak hebat penerus bangsa |
Apakah urusan cuap-cuap sudah selesai?
Ternyata belum.
Saya malah dilamar untuk mengajar di sebuah yayasan
pendidikan. Kali ini ngajar anak
SD. Saya juga bergabung dengan komunitas dongeng yang
membuat saya jadi lebih banyak lagi tampil di depan audience. Tapi kali ini anak-anak. Selain itu, di beberapa kesempatan saya juga
memandu acara sebagai MC atau moderator.
Apa karena saya cerewet ya, ini kok tawarannya selalu urusan
cuap-cuap. Haha
Dalam urusan tulis menulis, saya memang belum sehebat
kawan-kawan yang sudah menerbitkan buku tunggal. Buku yang pernah tahun ada nama saya baru
sebuah antologi bersama kawan-kawan baik hati yang rela berbagi tulisan untuk
hadiah ulang Bapak saya 2 tahun lalu. Saya juga belum sebeken blogger beken
yang digandeng brand-brand ternama.
Hanya remahan peyek teri dalam kaleng regal.
Makanya hati saya membuncah bahagia saat ada yang bertanya
via email atau japri via medsos tentang beberapa artikel yang saya tulis di blog. Norak-norak bergembira deh. Beberapa waktu terakhir saya menulis beberapa
artikel terkait sejarah. Museum, monumen
peringatan peristiwa penting, bangunan-bangunan lainnya yang punya sejarah
menarik di masa lalu.
Menjadi moderator dalam sebuah diskusi |
Awalnya saya mengikuti trip yang diadakan oleh salah satu
komunitas, lalu menuliskan kisahnya. Ou,
saya juga bayar seperti yang lain.
Namanya juga peserta. Pasca trip,
seperti biasa update blog. Menuliskan sepenuh
hati, seperti trip-trip lainnya. Lalu
membagikannya di grup sesama peserta.
Tak dinyana, ini justru membuka jalan kerjasama yang baru. Sehingga setiap kali mereka ngadain event, saya diajak serta
(bersama keluarga tentunya) dan free. Bahkan
mereka merekomendasikan saya ke komunitas-komunitas serupa. Wah, tentu saja saya menyambut gembira
kerjasama ini. Pas bener, karena kami
sekeluarga pecinta wisata sejarah. Saya percaya, setiap tulisan akan menemukan pembacanya, setiap kemampuan akan menerima apresiasi sesuai porsinya.
Tetap menjalin
hubungan baik dengan komunitas/brand/lembaga yang pernah diajak kerjasama
adalah salah satu cara membuka peluang untuk kerjasama berikutnya. Saya ingat suatu hari saya mengikuti kegiatan
berupa workshop. Merangkum materinya
dengan bahasa sederhana versi saya, lalu memuatnya dalam bentuk artikel liputan
di blog. Tak disangka, penyelenggara malah
memberikan saya fee yang jumlahnya lumayan.
Memandu kegiatan Upanayana dan Samwartana Samskara |
Lain waktu, Prema pernah terkena HMFD (Flu Singapur). Setelah sembuh, saya menuliskannya di
blog. Mulai dari cirri dan cara
mengobatinya. Di waktu yang lain,
seseorang mengirimkan email untuk mengucap terimakasih Karena artikel saya
dijadikan rujukan saat anaknya terjena penyakit yang sama. Hal kecil yang
membuat bahagia.
Pun demikian dengan
artikel tentang imunisasi yang pernah saya tuliskan. Awalnya saya hanya membagikan tulisan itu ke
WAG kelas Prema. Rupanya beberapa orang tua siswa lain meneruskannya ke
grup-grup yang lain. Saya terkikik geli
ketika di lingkaran pertemanan saya yang lain, artikel itu dishare oleh saalah
satu member. Iya, mereka gak tahu kalau
saya yang menuliskannya.
Jangan pernah menjelek-jelekkan brand/komunitas/tempat kita bekerja. Apalagi sampai koar-koar di media sosial. Ibaratnya, media sosial adalah portofolio kita. Ibarat buku yang terbuka, semua orang bisa membaca dan menarik kesimpulan tentang diri kita. Bukan mau pencitraan sih, tapi bukankah memang lebih baik berbagi hal-hal positif saja? beberapa perusahaan bahkan menilai calon karyawannya dari status-status media sosialnya. Jika ada kritik, sampaikanlah dengan elegan. Bila perlu, japri saja ke pihak brand. Karena tak semua brand siap kekurangannya dipublikasikan.
Saat ini, saya menikmati setiap peran yang dipercayakan. Mungkin
terlihat receh dan remeh. Tapi saya merasa
hidup lebih berarti ketika setidaknya bisa member manfaat pada orang lain,
meskipun hanya berupa noktah kecil di tengah samudera ilmu maha luas ini. Bahagia itu sederhana. Cukup lakukan yang terbaik dan
tulus. Apresiasi adalah bonus. Tugas kita hanya bekerja dari hati.
Jadi, kalau ditanya apa tips “menjual diri” yang saya
lakukan?
Saya hanya bisa bilang : Bekerja Sepenuh hati, berikan yang terbaik
Salam
Arni
0 comments:
Post a Comment