Petikan lagu lawas gubahan Surni Warkiman itu seringkali
terngiang-ngiang dalam memori saya. Sebuah lagu yang mengantarkan saya
pada momen-momen menikmati perjalanan sang surya, sejak fajar merekah di ufuk
Timur hingga saatnya kembali ke peraduan di senja hari.
Saya adalah pecinta senja.
Bahkan saat membuat nama blog tempo hari sempat terpikir nama yang
sama. Tapi rupanya sudah ada yang lebih
dahulu memakainya, masih aktif atau tidak hingga kini saya juga gak tahu. Udah gak ngecek, udah kadung patah hati
haha. Lagian sebenarnya sih bukan hanya
senja yang saya suka, saya juga menyukai
matahari terbit di ufuk Timur dengan rona jingganya yang menawan.
Berbicara matahari, adalah bicara tentang kehidupan. Ada
saatnya datang, ada saatnya pergi. Lahir dan besar di bumi Indonesia,
yang dilintasi garis katulistiwa, membuat saya bersyukur karena waktu siang dan
malam yang seimbang. Sangat mudah menentukan batas waktu dalam setiap
kegiatan.
Saya, dalam setiap perjalanan, selalu menyempatkan untuk
mengejar matahari. Ada semacam semangat yang terpacu ketika melihat warna
jingga di langit pagi pertanda matahari sedang merangkak naik. Menjadi
pertanda bahwa hari ini akan cerah ceria, memberi kehangatan di pagi yang
dingin dan menawarkan harapan untuk hari yang lebih baik dari sebelumnya.
Saat senja lain lagi. Betapa sisa kehangatan sang mentari
yang bersinar sejak pagi terasa masih mengalir dalam tubuh dan akan segera
berganti menjadi malam yang dingin. Sangat syahdu dan menyejukkan.
Kehangatan yang memeluk hati dan mengingatkan kita bahwa sesibuk apapun dirimu,
ada saatnya beristirahat. Menghadap sang pencipta untuk berterimakasih
atas hari panjang yang telah terlampaui dengan baik.
Menjemput matahari biasanya dilakukan di daerah pegunungan. Tak heran melihat banyaknya pendaki yang
bersuka cita, rela menempuh perjalanan untuk menyambut hadirnya mentari dari
balik gunung. Menyembul cantik sedikit demi sedikit memberi cahaya pada
semesta.
![]() |
Senja di Pantai Kuta |
Sedangkan senja, paling asyik tentunya dinikmati di tepi
pantai. Bukan rahasia lagi, Indonesia
punya banyak pantai yang menawan hati. Pantai dengan pasir putih, nyiur
melambai, jajaran kapal nelayan, batu-batu besar ataupun karang-karang raksasa
adalah sedikit dari sekian banyak keindahan yang disajikan.
Selain itu, sunset juga menampilkan pesonanya sendiri.
Duduklah di tepi pantai kala senja, di ufuk barat mentari meluncur perlahan
lalu terbenam di balik horizon laut lepas. Saya selalu hanyut dalam
suasana ini. Romantis. Bayangkan kita melewati pergantian waktu itu
bersama mereka yang dikasihi. Ayah ibu, pasangan, anak-anak kita atau
sahabat. Berhenti sejenak dari aktivitas, menundukkan kepala menghadap
Sang Pencipta, menyadari bahwa kita hanyalah setitik debu dalam mega semesta.
![]() |
Senja di Teluk Kendari |
Senja di Kaimana
Indonesia cantik dan kaya. Pesona alamnya yang eksotis
menjadikan saya jatuh cinta berkali-kali pada negeri elok ini. Saya punya
mimpi untuk mengejar matahari dari sudut-sudut cantik Indonesia. Jika ada
yang bertanya kemana destinasi impian saya, salah satunya adalah kota senja,
Kaimana. Sejak lagu lawas “Senja di Kaimana”itu membius perhatian, saya
memegang erat mimpi ini. Suatu hari saya akan menyaksikan senja dari kota
dimana senja hadir bak lukisan. Sebuah kota yang terletak di bagian
“leher burung” Pulau Papua, tepat menghadap laut Arafuru.
Saya ingat, seorang kawan pernah
membagikan foto dari Kaimana. Duduk
cantik di tepi jendela dari sebuah kapal menhadap ke pantai, dengan semburat
langit jingga di belakangnya. Bola besar
cahaya alam tampak manis sekali menyertai foto itu. Duuuh… sumpah ya, saya iri. Rasanya pengen langsung terbang ke sana.
![]() |
Sumber foto KLIK DISINI |
Saya membayangkan suatu hari
berada di sana, tak mau sendiri. Saya
ingin menikmatinya bersama orang-orang tercinta. Bahkan kalau bisa sembari bersandar di
bahunya yang sedang memetik gitar dan menyanyikan lagu “Senja di Kaimana”. Huaaaa baru bayangin aja saya udah bahagia
dan senyum-senyum sendiri #komatkamitberdoasemogasuamibacatulisanini
Bukan hanya karena senjanya,
sudah lama saya jatuh cinta pada alam Timur Indonesia. Bertahun lalu saya menonton Denias, Negeri
di Atas Awan yang mengambil setting di Papua dan langsung terpukau pada
keindahan alamnya yang eksotik. Film-film lain yang mengambil setting daerah
Timor juga sama indahnya. Tak pernah
ketinggalan memanjakan mata dengan lansekap nyata buatan sang Maha
Pemahat.
Berkunjung ke daerah Timur sudah
sejak jauh-jauh saya masukkan di list destinasi impian. Bolak balik ngecek harga tiket pesawat,
berharap suatu hari menjadi lebih bersahabat, agar tak membuat kantong menjadi
kerat. Menikmati senja adalah bonusnya, apalagi kalau sampai di kota senja terindah,
Kaimana.
Semoga terwujud suatu hari nanti
Salam
Arni
Smeoga bisa terwujud ya mbak..
ReplyDeletesaya juga suka dengan senja