Tuesday, July 16, 2019

,

Pengalaman Menjadi Broker Valas



Menuliskan ini, ingatan saya melayang ke masa-masa belasan tahun lalu, ketika baru saja usai wisuda dan masih mencari-cari peluang untuk bekerja.  Sebuah perusahaan valuta asing yang baru buka di Kendari menawarkan kesempatan kerja.  Saya mencoba melamar dan diterima

Asiiik… masuk dunia kerja yang sesungguhnya nih,” pikir saya

Sebelumnya sih kerja juga, ikut magang di proyek-proyek dosen.  Setahun terakhir masa kuliah  saya lebih banyak di lapangan, ngerjain proyek dosen.  Disamping nyambi menjadi asisten dosen di laboratorium.  Tapi khan hitungannya masih kuliah ya.  Jadi yang beneran kerja pertawa ya di kantor Valas ini.


Berkenalan dengan Trading Valuta Asing

Saya kuliah di jurusan Ilmu Tanah.  Lha ini kerjanya malah di kantor valas.  Gak nyambung yo.  Buat teman-teman yang belum tahu, kantor valas yang dimaksud di sini berbeda dengan money changer ya.  Jadi, bukan yang melayani tukar menukar/jual beli mata uang asing berupa fisik uang.  Bukan.
Valas atau valuta asing adalah mata uang asing dipakai sebagai alat pembayaran yang sah di Negara asalnya masing-masing.  Dalam bahasa Ingris dikenal dengan istilah Forex (Foreign Exchange).  Trading Valas adalah kegiatan perdagangan valas berdasarkan selisih nilai tukarnya dengan mata uang lain.  Umumnya menjadikan USD sebagai rujukan.  Orang yang melakukan transaksi jual beli ini disebut trader, sedangkan petugas yang bekerja dibalik layar  dalam transaksi jual beli ini disebut broker.  Nah, saya dulu diterima sebagai broker valas.

Pasar valas merupakan pasar keuangan global yang terdesentralisasi untuk mata uang peradagangan.  Pelakupasar bisa perusahaan, bank sentral, bahkan perorangan.  Di era digital ini, internet menjadikan semua proses berlangsung mudah dan cepat.  Meski beresiko tinggi, peminat pasar ini sangat banyak dengan tawaran keuntungan yang tinggi pula

Mata uang yang diperdagangkan di bursa valas umumnya mata uang dengan  nilai tukar tinggi dari Negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Inggris, Swiss, Australia dll.   Valas diperdagangkan dalam bentuk pasangan mata uang , misalnya EUR dengan USD (EUR/USD) artinya nilai tukar EUR terhadap USD.  Contohnya nilai EUR?USD sebesar 1.330 artunya 1 EUR sama dengan 1.330 USD.  Jika kita membeli mata uang EUR/USD artinya kita membeli EUR dengan menjual USD.  Pasangan mata uang lainnya EUR/USD, AUD/USD, USD/JPY, USD/CAD, AUD/JPY dan lain-lain.

Untuk bertransaksi, trader harus menginvestasikan sejumlah uang.  Seingat saya, satuannya LOT.  1 lot bernilai rupiah tertentu, misalnya 1 LOT = 60 juta.  Nah nantinya trader akan memilih akan bertransaksi beli atau jual di pasangan mata uang apa, sebanyak berapa Lot.   Keuntungan akan diperoleh jika prediksi transaksi benar.  Namun jika salah, kerugian juga otomatis datang sesuai jumlah lot yang ditransaksikan.

Pasar valas ini berlangsung sepanjang hari dengan penawaran yang sangat dinamis, naik dan turun.  Beroperasi 24 jam selama 5 hari, kecuali di akhir pekan.  Ini karena mata uang yan diperdagangkan berbeda-beda dari belahan bumi berbeda pula sehingga jam operasionalnya hidup terus.  Jam perdagangan dimulai di Tokyo dan Hong Kong.

Kurva-kurva kayak gini jadi pemandangan sehari-hari di kantor
Menjadi Broker, Belajar Banyak Hal Baru

Latar belakang kelimuan  yang gak nyambung dengan kerjaan ini membuat saya harus belajar lebih keras disbanding teman-teman lain seangkatan yang punya latar belakang ekonomi.  Lucunya, pasca training seharusnya semua karyawan baru dilepas turun ke lapangan untuk mencari investor atau melakukan presentasi ke pihak-pihak yang mungkin bisa diajak kerjasama.  Nah, saya justru ditahan untuk menjadi trainer bagi angkatan berikutnya. Jadi, saya jarang banget turun ke lapangan.

Bagaimana saya bisa dapat investor kalau begitu?

Jadi, ada beberapa calon investor yang datang sendiri ke kantor kami.  Mencari tahu lebih dulu atau sekedar bertanya-tanya sebelum kemudian berinvestasi.  Nah, tugas saya adalah melayani investor yang seperti ini.  Selain tetap memberikan training pada karyawan baru.

Menjadi broker, sungguh tak pernah terbayangkan  sebelumnya.  Kami jadi harus rajin  membaca berita-berita di dunia. Makanan sehari-hari setiap pagi adalah asupan info dari kantor berita reuters dan sejenisnya.  Hampir setiap peristiwa penting dunia kami diskusikan dan menganuntuk analisa dampaknya pada naik turunnya nilai tukar mata uang.  Analisa itu kami teruskan pada para investor untuk selanjutnya mereka akan memutuskan untuk bertransaksi atau tidak.

Kalau sedang beruntung, dalam hitungan jam saja bisa mendapat laba berkali lipat.  Saya ingat, salah satu investor saya mendapat laba 300 juta dalam 2 jam.  Kalau sudah begini, saya pasti kecipratan juga.  Tapi di lain hari, nasabah saya pernah rugi sampai hampir 600 juta karena transaksi yang salah prediksi.  Berantem, baikan, nangis, sesak nafas dan bahagia campur aduk deh kalau jadi broker.  Dimaki-maki investor juga jadi santapan sehari-hari.  Teman saya ada yang sampe dituduh penipu oleh nasabahnya, dilaporin ke polisi book.  Pokoknya, ngeri-ngeri sedap rasanya.

Bagian melelahkan lainnya adalah jam kerja yang tak ada istirahatnya.  Saat malam, pasar Amerika sedang ramai-ramainya.  Lalu lintas transaksi padat sekali.  Kalau nasabah pegangan kita masuk pasar malam itu, siap-siap deh mantengin layar semalaman dan pastikan tetap terhubung dengan nasabah.  Setiap transaksi yang akan kita ambil harus deal sebelumnya, jadi gak boleh jalan atau mengambil keputusan sendiri.  Tegang semalaman sembari menahan kantuk itu gak enak gaes.

Saya ingat, bagaimana wajah cemas ibu melepas anak gadisnya kerja tiap malam.  Pulang sore hanya untu mandi, sembahyang dan makan malam.  Lalu pergi lagi untuk lanjut kerja.  Pulang subuh atau pagi dengan mata sembab dan wajah lelah.  Belum lagi pandangan orang-orang saat melihat kami pulang/bubaran kantor di waktu subuh.  Fyi, sebagian besar karyawan di kantor kami laki-laki.  Perempuan hanya ada sedikit, itupun keluar masuk silih berganti.  Gak kuaaat.

Beberapa bulan berada di sana membuat saya banyak belajar.  Jadi melek tentang pasar uang, jadi mengerti betapa setiap sen nilai uang begitu berharga.  Belajar berpikir positif pada setiap hal, termasuk ketika melihat perempuan-perempuan yang harus kerja malam.  Tidak menuduh macam-macam karena kita tidak tahu apa yang sebenarnya. 

Di bulan kedelapan akhirnya saya resign karena diterima di salah satu Bank swasta nasional.  Bekal pengalaman di kantor  yang pertama ini turut memuluskan perjalanan saya masuk ke Bank.  Tak ada ilmu yang sia-sia.  Setiap pengalaman mengkayakan.  Saya bersyukur pernah bergabung di kantor ini bersama kawan-kawan hebat.  Saat ini, kantor itu sudah tutup, tapi hubungan baik dengan kawan-kawan masih terjalin.  Bagaimanapun, kami pernah menikmati hari-hari bersama siang malam.

Ah.. setiap orang, setiap masa, setiap peristiwa adalah guru.
Kalian, kerja pertama kali dimana? Cerita Yuk!

Salam
Arni

20 comments:

  1. Aku pertama kali kerja di dunia digital marketing gitu, klien sama ngurusin konten tp dulu belum sreg eh akhirnya resign mbak hehe

    ReplyDelete
  2. Kerja pertama kali di rumah sakit sebagai asisten apoteker. Tapi kerja pertama kali setelah dapat gelar sarjana di konsultan digital. Sama, aku juga suka overtime pulang malam jam 10 atau jam 11 gitu. Sampai akhirnya dapat kerja digital juga di korporat, jadi gak pernah overtime lagi hehehe. Good luck for your next journey ya mba :)

    ReplyDelete
  3. Menarik nih artikelnya, kebetulan aku juga punya rencana memperdalam pengetahuan tentang saham Mba. Alasannya sederhana, ngeliat sendiri temen untung 50tjt, modal 20jt. Hahahha

    ReplyDelete
  4. Pengalaman berharga sekali mbak, aku ikut tegang ketika membaca bagian kerja malam demi pasar uang.

    Aku dari lulus sekolah sampai saat ini masih kerja di tempat yang sama, ada rasa jenuh ingin pindah tapi belum menemukan yang cocok.

    ReplyDelete
  5. Waduw sampai shift malam begitu, saya langsung mundur teratur.

    Wah ternyata beneran begitu ya mba kerjaannya broker. Saya yang jebolan ekonomi, sempat belajar sih, sempat penasaran, tapi lulus kuliah malah memilih ngajar english cinversation di tempat les gitu. Trus jadi copywriter in house. Eh sekarang freelance, demi bisa selalu sama anak anak dan menjalankan amanah dari partner hidup untuk lebih banyak berkegiatan di rumah.

    Senanggg banget baca pengalaman mba. Keren.

    ReplyDelete
  6. Saya juga pernah mba, berkantor di BEJ, gak kuatnya ya gitu harus mantengin layar mata benar-benar lelah harus memantau kurs mata uang. Dan bekerja tidak mengenal waktu ya tapi pengalaman seru itu.

    ReplyDelete
  7. Pertama kali kerja, aku ngajar jadi Asdos Pemrograman Mbak. Enak dapet honor dan berasa gimana gitu tiap ngajar. Lulus kuliah ngajar di SMP, jadi guru termuda. Sayangnya gak dilanjutin. Aku melipir blasss jadi Sekretaris wkwkwkwk. Iseng apply dan berjodoh.

    Faktor kebutuhan sih Mbak, gaji Sekretaris lebih gede :D

    ReplyDelete
  8. Mbak Arni ini sepertinya tipe yang sabar dan ceria. Mungkin pengalaman kerja di Valas juga yang menempa karakter Mbak Arni jadi seperti ini, ya :)

    ReplyDelete
  9. Pengalaman menarik dan berharga sekali pastinya ya Mba.
    Dulu aku pertama kerja di Radio sambil sekolah SMA, karena udah cita2 sejak SD, eh ternyata keterusan sampai Kuliah dan lulus, nyambi-nyambi jadi MC. Dan bahkan saat sudah kerja di Perbankan, kerjaan sebagai Penyiar Radio gak dilepas karena jam kerjanya masih bisa disesuaikan dengan waktu luang. Ternyata memang passion-nya di Media/Broadcast, sekarang balik lagi ke Media (TV) dan mulai merambah dunia Para Blogger dan Dubber, huhu.

    ReplyDelete
  10. Mbak Arni jago banget pernah jadi trader. Kudu tenang dan kalem lho, ga boleh reaktif daripada salah langkah. Btw, emang bener koran jadi sarapan sehari-hari supaya up-to-date.

    ReplyDelete
  11. Lha jauh ya dari ilmu tanah ke mainan valas, kirain dr jurusan ekonomi haha.
    Wah asyik nih, trus gak dilanjutin jd freelancer gtu mbak di bidang yang sama ? :D

    ReplyDelete
  12. Nah aku belum faham nih Mbak kenapa harus berpasangan jualnya dengan dollar Amerika. Benar-benar adikuasa banget negeri Paman Sam ini ya. Katanya dulu sejarahnya gara-gara Amerika datang ke negara² Arab dan merayu mereka supaya menjual minyak hanya dengan dollar. Lalu duarrr... dollar Amerika naik pamor. Sebel juga ya. Padahal setiap negara punya kesempatan yang sama dalam menaikkan mata uangnya di mata dunia. Harusnya patokannya kepada nilai emas bukan dollar Amrik.

    ReplyDelete
  13. Pengalaman yang sangat menarik, yang nggak setiap orang punya. Kebayang rasa ngeri-ngeri sedap saat investasi dilakukan.Makasih berbagi info kak Arni. Tidak ada ilmu yang sia-sia. Positif karena justru menjadi landasan atau mengayakan.

    ReplyDelete
  14. Wah, dulu saya pernah nyaris kerja sebagai broker juga, tapi ngga jadi karena saya memilih mengajar. Pertimbangannya saya tidak mau harus cari investor. Bayangannya ribet banget.

    Salut dengan pengalaman kerja di dunia ini, Mbak :)

    ReplyDelete
  15. Daku kerja pertama kali di bank konvensional belum turun ijazah hihi, tapi nggak sesuai sama jurusan kuliahku

    ReplyDelete
  16. Waah asyik nih mba Arni, mau dong diajarin tentang valas

    ReplyDelete
  17. Waaah mba aku baru tau mba bekerja d Valas yg bukan d money changer nih. Jadi ilmu baru

    ReplyDelete
  18. Dulu pernah sich suami kerja di bidang ini ... waktu awal2 nikah dulu. Tapi waktu itu saya kok kurang sreg ya, hehe ... akhirnya nyari bidang lain. Tapi bagus mbak tulisannya, nambah wawasan

    ReplyDelete
  19. Broker beginian yang aku belum pinter mbak. Uda coba baca sih tapi belum paham juga makanya belum pernah main di valuta asing gini.

    ReplyDelete